Aku menekuk ujung kertas pada halaman sembilan puluh dua dan menekan kuat dengan jari ku.. lalu menutup buku itu, aku mulai merapikan semua barang barang ku yang berserakan di atas meja, aku mengambil ransel yang tergeletak di samping ku dan membuka sleting bagian besarnya, memasukkan headset dan buku itu ke dalamnya bersamaan dengan buku buku pelajaran ku yang lainnya.
Aku menggendong ransel biru tua ku dan mengambil jaket tebalnya Maki yang berada tepat di hadapan ku, aku bangun dari tempat ku duduk dan berjalan menuju Maki yang sedang asik bermain ponselnya di depan sana, aku berjalan perlahan mendekatinya dan mengejutkannya dari samping dengan memegang pundaknya. " Heyyy.. " Ujar ku yang berhasil membuatnya terkejut, sontak.. Ia langsung terdiam dan menoleh ke arah ku. wajahnya sedikit berkaca kaca setelah menghabiskan waktunya dengan tertawa lepas bersama ponselnya.
" Sudah siap untuk pulang? " Ujarnya dengan penuh perhatian, Ia sedikit menggoda ku dengan menaikkan alis kanannya. Aku membalasnya dengan sebuah anggukan yang seketika membuat Maki berdiri dan menarik tasnya yang berada di bawah bangku kecilnya, Ia menggendong tas hitam itu dan mengambil sebuah payung hitam panjang dari balik gerobak besarnya.
Dengan sigapnya aku memandang ke arah payung itu dengan perasaan senang, kami pun mulai berjalan menuju lorong gelap itu, lorong yang sedikit menakutkan seketika kami melewatinya, aku menyalakan senter dari ponsel ku. Berjalan jalan di kegelapan lorong sambil menyenterkan cahaya ke segala arah, sebuah lorong yang menakutkan ketika malam hari, aku tak pernah tahu jika lorong ini begitu gelap.
" Maki.. apakah kamu pulang ke rumah setiap jam segini? " Tanya ku dengan rasa penasaran, Iya menoleh ke arah ku. Wajah tampannya yang tak terlihat begitu jelas karena gelapnya lorong, membuat ku lupa dengan wajah aslinya. " Terkadang.. " Ujarnya dengan nada datar yang seketika menyadari perasaan tidak enak, sesampainya di bagian tengah lorong itu, entah mengapa aku merasakan merinding di tambah.. khayalan ku yang tidak tidak muncul begitu saja.
" Tergantung dari pembeli, kalau sepi ya.. aku pulang sore " tambahnya dengan lugas sambil menatap lurus ke depan tanpa berpaling sedikit pun, matanya begitu mengamati secara saksama, bayang bayang yang terbentuk di sana terlihat cukup mengerikan. Terlihat sepertinya Maki sedang menahan rasa takutnya. Aku mencoba mengganggunya dari rasa tegang yang sedang Maki rasakan.
" Pernah kah.. merasakan takut saat melewati lorong ini sendirian " Ujar ku sambil mendengak ke arah wajahnya, Aku sedikit menggodanya saat Ia mencoba terlihat cool di depan ku. " Hhhmm.. tidak, aku sudah terbiasa dengan hal hal yang menakutkan seperti ini" Ujarnya sambil menggoyang goyangkan tangannya ke arah ku, wajahnya yang terlihat begitu meremehkan, Ia menoleh ke arah ku dengan tatapan kosongnya.
" Benar kah, apa jangan jangan kamu di antar pak satpam ya.. setiap pulang " Aku menyikut bagian perutnya, seketika Ia merubah posisinya seperti pemain sirkus yang sedang atraksi, sontaknya dengan respon yang aneh, hahaha.. mengangkat satu kakinya bersamaan dengan tangan kirinya yang menangkis ke arah ku.
Seketika membuat ku tertawa tak tertahankan, aku sedikit menunduk sambil memegangi perut ku, Ia membalas dengan mengusap ngusap bagian kepala ku yang sekarang sedang cekikikan melihat reaksinya, sungguh pendeknya bukan aku ini bila berdiri di sampingnya, Tinggiku bahkan hanya sedadanya Maki saja. " Dasar kamu ini ya.. " Ujarnya dengan sedikit kesal sambil menarik kepala ku dan menyenderkannya ke bagian dada kanannya, aku masih tertawa sampai akhirnya tiba di ujung lorong.
Seketika Saki melepaskan ku dari cengkramannya dan mengatakan, " Apakah kamu takut.. kalau pulang sendirian seperti ini " Ujarnya yang sedikit serius dan penasaran, aku mengambil ponsel ku yang masih menyala dan mematikannya. " Iyah.. aku memang penakut " Ucap ku pada Maki dengan jujurnya, seketika Maki melihat ku dengan wajah jahilnya. " hahaha.. sudah ku duga " Iya menertawakan ku sambil menepuk nepuk kepala ku dua kali.
Usai melewatinya.. kami berbelok ke kiri, tepat di depan sana kami melihat sebuah gerbang yang di dekatnya ada seorang penjaga, dua gerbang hitam yang berongga vertikal di sepanjang gerbang itu, berukuran sedikit kecil yang terbuat dari besi, yang hampir tertutup dan menyisakan sedikit celah kecil di tengahnya, di samping kanan ku ada sebuah lapangan kecil yang biasanya untuk menaruh tanaman tanaman hias, lapangan yang di kelilingi oleh lantai dan di setiap sampingnya ada ruangan ruangan khusus untuk guru dan ruang TU.
Ku rasa di dalam sana tidak ada satu pun orang yang masih bekerja, melihat cahaya gelap dari celah kayu di atas pintu, membuat ku berpikir seperti itu, Maki membukakan gerbangnya untuk ku dan aku berjalan keluar melewati gerbang itu, sesampainya di luar.. hujan sudah mulai sedikit reda, tapi derasnya masih mampu membasahi baju ku seketika berjalan melewatinya.
Maki mengarahkan ujung payung itu ke lantai dan melebarkannya, kami pun berjalan bersama sama di bawah derasnya hujan menuju gerbang besar. Sesaat kami sampai di sana.. aku mulai merasa menggigil dan sekarang sepatu putih canvas ku basah, berjalan di atas ruas jalan yang hanya berduaan seperti ini, merupakan momen pertama ku bersama Maki, di tambah.. aku tidak pernah pulang hingga larut malam seperti ini.
" Bagaimana dengan Saki.. apakah dia sudah memberikan kabar kepada mu? " Ia bertanya sambil merangkul pundak ku, sontak.. membuat ku terkejut dan menoleh ke arah tangannya yang memegang pundak kanan ku, aku sedikit canggung dengan perlakuan romantisnya. " Hhhmm.. belum " Jawab ku pada Maki sambil menggeleng gelengkan kepala, aku tetap fokus pada jalan yang cukup sepi. Tak ingin menarik perhatiannya.. rasa canggung dan bimbang muncul secara bersamaan. Sesaat Ia memperlakukan ku seperti pasangannya.
" ku rasa dugaan ku benar " Ujarnya dengan sedikit tawa, Ia menoleh ke atas sambil cekikikan. " Eh.. benar apanya? " Ucap ku dengan nada yang sedikit mangancam ke arahnya yang sekarang masih menertawaiku, seketika Ia merubah wajahnya menjadi sedikit serius, dengan tatapan tajamnya yang memandang lurus.
" Tidak tidak.. maksud ku dia pasti sedang sibuk, apa lagi ini kan adalah hari pertamanya " seketika suasana hening tercipta setelah Maki meyakinkan ku dengan sebuah alasan dan pernyataan yang cukup tepat. " Ya.. semoga saja begitu " Ujar ku dengan nada yang terdengar sedikit lesuh ke arahnya, yang di mana sekarang wajah ku terlihat hambar di hadapannya.
" Sudah.. tidak perlu di pikirkan, hari esok kan masih ada untuk bersamanya " Kata Maki sambil memegang erat pundak ku, seraya meyakinkan ku dari rasa khawatir ini. Secara perlahan Maki menarik badan ku ke arahnya, seakan memperlakukan ku seperti pasangannya. Tapi.. jika orang lain melihat kami berduaan seperti ini, pasti yang ada di pikiran mereka.. kalau kami ini merupakan abang adik.
Bagaimana tidak.. postur tubuhku yang teramat kecil darinya, di tambah.. Maki yang sekarang berpakaian layaknya seorang anak kuliahan yang baru pulang dari kampusnya, dan merangkul seorang wanita berpakaian seragam sekolah yang tak berdada seperti ku ini, pasti akan sulit untuk menilai kalau kami ini adalah pasangan tak sedarah. Seketika.. aku mulai mendekati tubuhnya yang hangat dan berisi, aku menghirup aroma tubuhnya yang wangi parfum ala pria, yang membuatku tak mau lepas dari dekapannya, sesekali aku memejamkan mata ku karena hangat tubuhnya bagaikan kasur di kamar ku, membuat ku mengantuk saat berada di sisinya.
ku rasa.. Maki memang orang yang harmonis, Ia bisa beradaptasi dengan seorang wanita dengan cepat. Dan dapat memperlakukan ku dengan tepat, ntah lah.. apa mungkin aku harus menjadi pasangannya. Pikir ku dengan sedikit nakal, ketika merasakan begitu nyamannya berada di sisinya seperti ini.
Rasa tenang dan nyaman yang tercipta secara bersamaan, aku tak pernah merasakan sesuatu seperti ini, rasanya.. begitu menggetarkan jiwa dan mendorong hasrat nafsu ku padanya, tak tahu kenapa.. diri ku seperti miliknya malam ini, seakan rela memberikan segalanya yang ku miliki untuknya.
Sebuah ruas jalan yang kosong tak berpenghuni, hanya di temani dengan tiang tiang lampu yang menjulang tinggi, memancarkan cahaya kuningnya ke arah jalanan yang sepi ini, di sertai langit mendung yang menjatuhkan air hujannya ke arah jalan itu, dan.. membasahinya. Seakan menciptakan pemandangan malam yang luar biasa, di temani kehangatan dari seorang Maki. Menambah sempurnanya suasana romantis ini.
Serta mobil mobil yang berlalu lalang, sesekali Maki terhenti sesaat mobil cepat melaju, Ia khawatir jika genangan air di jalan akan menyiprat ke arah kami. Dan seketika jalanan di depan sana terlihat sangat terang dengan cahaya putihnya, melihat ada beberapa orang yang keluar masuk dari arah sana sambil membawa plastik plastik besar di tangannya.
Sesaat sampai di sana, ternyata ada sebuah alfamart yang terlihat cukup ramai di sampingnya, Maki terhenti dan menunjuk ke arah alfamart itu. " Sepertinya aku mau membeli sesuatu, apa kamu mau belanja juga Mugi.. " Sesaat kemudian kami berjalan menghampirinya, kami mulai menepi dan meneduh di depan pintu alfamart itu, di sampingnya ada sebuah bangku bangku yang sedikit basah karena terkena hujan, aku menggeleng geleng kan kepala ku kepada maki, dan dengan cepatnya maki mengantarkan ku ke arah bangku kosong itu sambil mengelap bagian permukaannya.
" Eh.. kenapa memakai baju itu? " Ujar ku dengan sontaknya saat melihat Ia mengeluarkan sebuah baju putih pelayannya dari dalam ranselnya dan mengelap sebuah bangku yang akan ku duduki, Ia mengelap sebagian meja kayu yang berbentuk bundar itu. " Tenang lah.. baju ini kan sudah kotor " Ujarnya sambil menyimpan kembali baju putih yang sudah basah itu ke dalam ranselnya, Ia menutup kembali sleting tas itu dan meletakkannya begitu saja.
" Kamu tunggu sini dulu ya Mugi, aku mau pergi ke dalam untuk membeli sesuatu " Tambahnya dengan lugas, seketika Ia meninggalkan ku sendirian di bangku ini bersama ranselnya yang Ia tinggalkan di atas meja, serta payung yang masih melebar Ia sisihkan di samping ku, Hujan yang mulai sedikit mereda di luar sana membuat ku semakin tenang.
Aku mengambil ponsel dari saku sweater merah putih ku dan melihat sebuah notif dari pesan yang terkirim untuk ku, ah.. akhirnya. Namun.. setelah aku membuka pesan itu dan melihat pengirimnya, membuat wajah ku kembali cemberut seketika tahu kalau itu bukan dari Saki, melainkan dari bibi ku, dengan cepatnya aku membuka pesan dari bibi ku dan membaca sebuah pesan yang terkutip untuk ku.
" Mugi.. kamu lagi di mana? Kenapa belum pulang juga Nak.. " Sebuah pesan yang terkirim untuk ku, Hhhmm.. kurasa Bibi pasti sedang menunggu ku dengan perasaan cemasnya, aku membalas pesannya dengan mengetikkan. " Aku lagi di jalan menuju rumah. " Pesan pun terkirim, dan dengan cepatnya Bibi ku membaca dan membalasnya. " Cepat pulang ya Nak.. hati hati di jalan " Pasti saat ini Bibi benar benar khawatir menanti ku untuk pulang ke rumah, Huhh.. sungguh nakalnya aku ini. Sampai sampai jam segini pun belum pulang juga, seketika aku melihat jam yang sudah menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh delapan menit. " Iyah.. " Aku langsung membalasnya seraya untuk menenangkan kecemasan Bibi di rumah, Sungguh bibi yang perhatian. Ucap ku dalam hati sambil tersenyum.
Aku menunggu Maki yang sedang berbelanja dengan membelakangi alfamart itu, melihat tetesan tetesan air hujan yang berjatuhan menyentuh genangan air, seakan menghipnotis ku untuk tetap memandanginya dengan tenang. Tak ada pemandangan lainnya ketika hujan deras seperti ini, hanya ada mobil mobil yang berlalu lalang dan orang orang yang berjalan di seberang memakai mantel sebagai penutupnya, Sesekali aku merasakan dingin karena baju ku sedikit basah saat terkena tetesan tetesan air ketika aku dan Maki menepi.
Aku menarik sleting sweater ku sampai atas dan memasukkan tangan ku ke dalam saku sweater itu, rasa hangat yang terasa begitu nyaman setelah membiarkan telapak tangan ku membeku kedinginan di luar. Aku berhenti dari lamunan ku ketika mendengar suara pintu alfamart yang terbuka, sontak yang meyakinkan ku kalau itu pasti Maki, aku menoleh ke belakang dan melihat Maki membawa dua plastik besar dan satu platik kecil ke arah ku, " Ayo.. kita jalan lagi " Ujarnya pada ku sembari mengangkat kembali payungnya, aku bangun dari tempat duduk itu, dan berjalan bersamanya lagi. Maki memerintahkan ku untuk membawa satu kantong plastik kecilnya yang tidak bisa di tebak isinya.
Kami pun kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah ku, sepanjang jalan bersama Maki terasa biasa biasa saja, Ia tidak bisa merangkul ku lagi seperti sebelumnya, karena tangan kanannya di penuhi dengan dua katong plastik besar, yang tak lain pasti berisi berbagai cemilan dan snack.
Setelah cukup jauh kami berjalan, akhirnya kami pun berpisah sesaat sudah mendekati sebuah toko kedai kopi milik bibi ku. " Berhenti.. " Ucap ku sambil menarik narik pundaknya, Ia menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah ku. " Hhhmm.. ada apa Mugi? " Tanyanya dengan raut wajah yang penasaran" Kita sudah sampai " Jawab ku dengan begitu riangnya sambil menunjukkan ke arah rumah ku, " itu rumah ku " Ucap ku sembari berjalan menuju kedai Bibi ku.
Sesampainya di sana, aku mengajak Maki untuk masuk. " Maki.. apakah kamu mau mampir ke rumah ku dulu " Tanya ku padanya yang sekarang terdiam sejenak, seketika Ia membalas dengan menggeleng geleng kan kepalanya, Ia tersenyum ke arah ku sambil mengatakan. " Tidak.. mungkin lain kali, kalau aku lewat rumah mu lagi " Ujarnya sambil menaruh tangan kanannya di samping saku celananya. Ia menaruh payungnya yang masih terbuka lebar di tanah.
" Baiklah.. cepat lah pulang dan mandi air hangat sebelum kamu tidur " Tambahnya dengan penuh pengertian yang juga sedikit meledek, Ia mengusap ngusap bagian kepala ku seperti hewan peliharaannya. Sesekali Maki terlihat menjengkelkan tapi.. terkadang juga romantis.
" Hahaha.. iyah pastinya " Aku mencoba meyakinkannya, seketika Ia tersenyum ke arah ku, sontak.. aku tidak bisa menahan untuk tersenyum juga dan menundukkan kepala ku memandang ke arah celananya.
" Ini plastiknya.. " Ujar ku sambil menyodorkan sebuah platik kecil miliknya, Ia menolak dengan menggoyang goyangkan tangannya ke arah ku, sesaat membuat raut wajah ku berubah kebingungan. " ehh.. kenapa? " Ujar ku dengan wajah yang melongo ke arahnya. " Aku sengaja membelikannya untuk mu " Ucapnya sambil memegang pundak ku dengan tangan kanannya, Maki menyisihkan untaian rambut depan ku ke sisi pelipis ku bersama dengan pandangannya yang tertuju ke arah ku. Sontak.. aku tak bisa berkata apa apa dan wajah ku terpaku dengan bola matanya yang indah, tapi.. kenapa perasaan ini muncul lagi.
Aku tidak tahu bagaimana keadaan wajah ku saat itu, apakah.. aku menunjukkan merahnya wajah ku di hadapannya barusan, Ia.. hanya tersenyum sambil menuruni tangannya ke arah lengan kanan ku dengan lembut saat sedang bertatapan dengannya.
" Aku pulang ya.. bye.. " Ucapnya Maki pada ku yang membuat ku sedikit terkejut, rasanya seperti sudah terhipnotis olehnya. Maki menyentuh dagu ku sambil mengambil kembali payungnya. Ia berjalan membalik dan pergi dengan tergesa gesanya menjauh dari ku. Sesaat.. aku terhentak ketika menyadari kalau aku belum menghargai semua kebaikan darinya, " Maki... terimakasih.. " Teriak ku yang seketika membuatnya menoleh ke arah ku dengan senyuman manis miliknya dari balik payung hitam itu. Ia melambaikan tangan kanannya di bawah derasnya hujan, kami pun saling melambaikan tangan untuk mengisyaratkan sebuah perpisahan yang sementara.
Entah lah.. apakah hati ini telah di curi olehnya.. Sebaiknya aku harus cepat cepat pulang dan mengecek hati ini.. apakah masih ada atau.. sudah hilang di ambil olehnya.