Selesai makan.. aku langsung merapihkannya kembali hingga menjadi satu bagian, dengan posisi piring besar yang tertumpuk di bagian bawah mangkuk sop, dan di atasnya ada mangkuk hijau kecil. Aku menguatkan diri ku untuk berdiri dan mengangkat piring piring itu bersama dengan satu gelas besar. Aku berjalan sambil menggeser pintu ku. Berjalan menuruni tangga yang pijakannya sedikit dingin.
Sesaat sampai di bawah.. aku mencari bibi ku, " Bii.. bi.. " Ehh.. sepertinya bibi sudah berada di kamarnya, aku tidak menemukan siapa pun di dalam dapur, hanya menemukan sebuah keran yang masih menyala dengan aliran airnya yang kecil. Huhh.. bagaimana bisa bibi ku pergi tanpa menghiraukan sebuah keran yang masih menyala.
Aku menaruh piring piring kotor ini di atas wastafel bersama dua piring kotor lainnya, dan menaruh gelas besar di samping wastafel. Aku menyalakan keran itu hingga alirannya menjadi sedikit besar. Aku mencuci kedua tangan ku dan membasuh wajah ini, seketika rasa kantuk yang ku rasakan sedikit berkurang setelah merasakan segarnya dari setiap bulir air yang meresap ke dalam pori pori wajah ku. Dan sekarang seluruh tubuh ku kembali fresh.
" Greeekk.. Dreekk.. " eh.. suara apa itu, "Cepat lah.. kita harus cari lagi di sekitar sini " Sesaat suara yang begitu berat dan serak terdengar cukup jelas. Apa itu.. siapa mereka?, Tanya ku dengan penuh penasaran. Aku berjalan keluar dari dapur menuju kaca jendela ku yang berada tepat di samping sofa, aku membuka sedikit celah dari jendela ku yang tertutup dengan tirai kayu yang berongga rongga, aku mengangkat salah satu rongga dari tirai itu dengan kedua jemari ku, aku mencoba mengintip keluar untuk mencari tahu asal dari suara itu. Seketika.. aku melihat empat orang yang sedang keluar dari jeep hitam besar dengan ukuran rodanya yang mampu menghancurkan tubuh ku, mereka berada tepat di depan rumah bibi ku.
Mereka mengenakan pakaian yang serba hitam, dengan masker yang menutupi setengah wajah mereka, sebuah masker yang memiliki saringan yang menonjol terpasang di setiap sisi kanan dan kiri dari mulut mereka, biasanya masker itu di gunakan oleh para pembuat graffiti ilegal, hembusan nafas mereka terlihat cukup tebal terurai melalui sela sela saringan mereka, seperti.. sehabis melakukan kegiatan yang cukup melelahkan atau telah kembali dari suatu tempat yang sangat jauh. Masing masing dari mereka membawa sebuah senjata besar berlaras panjang berjeniskan M4A1.
" Area mana yang harus kami cari terlebih dahulu " Mendengar seseorang di depan sana yang sedang berbicara dengan salah satu laki laki di belakangnya. Yang satu itu terlihat memiliki tubuh yang sangat besar, dengan jaket tebal hitam yang membalut tubuhnya membuatnya terlihat seperti monster. Badannya bahkan lebih besar dari pada satpam yang mencatat nama ku. Ia membawa satu batang rokok yang di jepitkan pada jari tangan kanannya, Sesaat.. Ia menunjuk ke arah berlawanan dari posisi ku dengan tangan kirinya, dan dengan segeranya mereka memasuki jeep besar itu. Ku rasa.. Ia adalah kapten dari mereka.
Ahh.. sial, Dengan cepatnya aku langsung menutup tirai itu, sesaat pria besar itu menoleh tepat ke arah ku. Aku tidak percaya dengan kepekaan yang Ia miliki, Wajah ku berubah menjadi pucat dengan cepatnya, di sertai tangan tangan ku yang mulai gemetar, aku berjalan mundur secara perlahan. Akhh.. desah kecil ku sesaat menabrakkan badan ku sendiri ke sofa magenta itu. Sontak.. aku langsung terdiam seperti patung saat berpikir jika mereka mendengar suara ku, aku masih melihat ke arah jendela itu dengan harapan semoga mereka tidak mengetahui keberadaan ku.
Sesaat.. suasana pun berubah menjadi hening dan mencekam, pikir ku mereka akan masuk dengan mendobrak pintu dan menyergap ku, kemudian.. kemudiaaann.. sesaat suara mobil jeep yang mulai menyala terdengar begitu keras, mendengar gerak gerik mereka memasuki jeep itu. Membuat ku semakin yakin jika mereka akan pergi ke perumahan sebelah. Tapi.. apa yang mereka cari, dan apa tujuan mereka malam malam seperti ini melakukan sebuah pencarian rahasia. Suara mobil SVU itu pun mulai terdengar menjauh dari rumah bibi ku.
Aku langsung bergegas menuju kamar ku, sesaat aku menaiki tangga ku dengan tergesa gesa. Sesampainya di atas, bibi keluar dari kamarnya. Wajah ku nampak begitu gelisah dan cemas karena hal itu. Begitu jelasnya yang tergambarkan dari wajah ku ini akan ketakutan yang begitu mendalam.
" Kamu.. kenapa Mugi? " Tanyanya bibi kepada ku dengan wajah yang seperti baru bangun tidur, dengan mata sayupnya yang terpasang bersama kelopak matanya yang di paksakan untuk terbuka. " Ngg.. nggak.. aku cuman.. cuman takut.. " Ujar ku yang terbata bata, Aku tidak tahu apa yang harus ku jawab, hanya mengikuti naluri yang secara tidak sengaja.
" Takut apa? " Tanyanya Bibi dengan penuh keheranan yang terpasang di wajahnya, bibi menatap ku begitu tajam karena dari tadi aku hanya bisa membuatnya penasaran dengan perlakuan yang membingungkan dari ku. " Takut kalau di bawah sendirian " Ucap ku dengan polosnya sambil memegangi jari telunjuk dari tangan kiri ku, Sebuah pergerakan yang secara spontan ketika aku sedang kebingungan.
" Ini kan sudah malam, ngapain kamu di bawah sendirian. Masuklah dan bergegas tidur, besok kan sekolah " Seketika bibi mengeluarkan nada yang terdengar sedikit marah, membuat ku tak berani menatap ke arah wajahnya. " I.. iyah.. bi " Ucap ku sambil membuka pintu dan langsung berjalan menuju kamar. Aku mengambil ponsel ku di atas meja makan dan berjalan menuju kasur.
Ahh.. rasanya cukup aneh bukan, alasan macam apa itu bodohh.. aku mencaci diri ku sendiri dengan alasan konyol macam itu. Aku duduk di atas kasur sambil berusaha untuk menenangkan diri ku, sepertinya.. orang itu melihat ku walau hanya sekilas, aku bisa merasakan tatapannya yang begitu mengerikan. Bagaikan anjing liar yang sedang kelaparan, ya.. sama seperti itu, saat aku melihat se-ekor anjing yang di rantai pada bagian lehernya. Matanya.. begitu mengerikan. Ucap ku dalam hati sambil menundukkan kepala ku.
Tubuh ku seketika gemetar hebat dan sekarang aku mencoba untuk tidur di atasnya sambil menarik selimut ku yang berada di samping, aku melebarkannya dan menutup tubuh ku dengan selimut coklat tebal itu sampai tertutup semuanya, tak terkecuali bagian rambut ku. Aku mencoba untuk tidur, tapi.. sepertinya rasa takut ini terus menghantui ku. Ahh.. kenapa?, tanya ku dengan penuh frustasi. Aku mulai berbaring dari posisi miring ku sambil menuruni selimut, aku mengambil ponsel ku dan mencoba untuk memberitahu Saki.
" Saki.. apa kamu masih di sekolah? " aku mengirimi pasan kepadanya, sesaat.. Saki langsung membaca pesan dari ku. " Udah nggak.. aku lagi di jalan arah pulang " Huhh.. syukurlah, Ucap ku sambil menaruh ponsel ku di atas dada, ehh.. sontak aku terkejut ketika merasakan sebuah getaran hebat pada ponsel ku, aku langsung mengangkat kembali telepon itu untuk melihat siapa yang menelepon, ternyata.. Saki yang menelepon.
" Haloo.. " Ucap ku dengan nada yang sedikit gelisah, " Mugii.. maaf ya.. aku ninggalin kamu sendirian di kantin " Seketika rasa cemas ku berkurang saat mendengar suara lembut dari telepon ku, tumben sekali.. Saki ini menelepon ku malam malam. " Iyahh.. tidak apa apa " Aku menjawabnya dengan nada datar, sesaat.. terdengar suara derasnya hujan yang menghantam atap mobil, sebuah suara yang ikut serta dalam percakapan ku dengannya. Bersama dengan bisingnya mobil yang berlalu lalang. Membuat ku penasaran apakah di luar sana masih juga hujan deras.
" Kamu lagi ngapain, Mugi.. " Tanyanya Saki dengan nada yang sedikit menggoda, terdengar seperti ingin meminta pinjaman. " Hhhmm.. lagi.. lagi baca buku " Aku mencoba berbohong kepadanya, karena tidak ada kegiatan yang ku lakukan dari tadi. " Ohh.. ku kira.. kamu masih di kamar mandi " Seketika membuat wajah ku merengut dengan sedikit mengecilkan mata ku ketika mendengar ucapan darinya, " Hahaha.. tidak lah, aku sudah selesai setengah jam yang lalu " Sontak aku tertawa dengan pernyataan bodohnya. " Masih buku yang sama? Atau sudah berpaling dengan yang baru " Spontan pertanyaan darinya yang membuat ku semakin bingung, karena buku buku yang ku baca selama ini.. terkadang berbeda beda dengan buku yang sebelumnya, di tambah.. buku yang sebelumnya ku baca kebanyakan masih ngegantung di tengah tengah. " Ya.. masih yang lama, tapi.. sebentar lagi tamat " Aku menjawabnya dengan nada yang cepat walau sedikit berbelit belit.
" Saki.. aku mau ngasih.. tahu sesuatu nih " Ujar ku dengan sedikit ragu, apakah waktunya pas bila aku memberitahunya sekarang. " Apaa.. kamu sudah membaca buku misterius kecil itu? " Ungkapnya Saki yang membuat ku semakin bimbang dengan hal yang ingin ku katakan. " Bukan.. tapi.. "
" Maaf nona, sepertinya anda harus mematikan ponsel nona sekarang juga, karena kami akan memasuki pom bensin " Seketika terdengar suara laki laki yang tidak aku kenal dengan nadanya yang asing di telinga ku, sepertinya.. pria itu adalah supir pribadinya Saki. " Oke.. aku akan mematikannya " aku mendengar pelan Suara Saki yang sedang membalas pria itu. " Maaf Mugi, mungkin lanjut besok saja ya, byee.. " Saki mengakhiri perbincangan hangat kami melalui teleponnya, ku rasa.. memang waktunya belum tepat, lagi pula.. pasti Saki hanya menganggap kalau aku sedang bercanda saat menjelaskan itu semua atau.. mengira jika aku ini sedang berkhayal dengan mimpi buruk ku. Ya sudah lah.. " Bye.. " Jawab ku dengan sedikit pelan.
Huhh.. kenapa bisa semua ini terjadi, ku harap siapa pun di luar sana dapat mengetahui keberadaan mereka dan bertindak secepat mungkin untuk menghentikan semua tindakan jahat yang mereka rencanakan. Seandainya.. aku mempunyai kekuatan super, pasti sudah ku basmi mereka sampai ke akar akarnya.
Rasa penasaran pun mulai mendatangi diri ku yang sedang risau ini, aku ingin melihat ke luar untuk memastikan apakah mereka benar benar sudah pergi. Aku ingin sekali mengeceknya melalui jendela kamar ku, tapi.. takut jika pria besar itu tiba tiba muncul di hadapan ku dan melempar ku keluar. Kenapa.. rasanya seperti terkena penyakit paranoid.
Namun.. rasa penasaran ini sudah tak terbendung lagi oleh Mugi, Ia pun mulai menggeser korden yang menghalangi jendela kamarnya, Ia mulai menyentuh jendela itu walau perasaan takutnya terus mencoba menggulingkan niatnya.
Apakah.. aku salah jika hanya ingin melihat keluar sebentar saja melalui jendela ini, seketika jantung ku berdetak begitu cepat, Akhh.. dengan sontaknya aku langsung mendorong jendela itu dengan cepat dan jendela pun terdorong begitu kencang sampai ujungnya menabrak dinding luar rumah ku, seketika suara benturan pun tak terhindarkan hingga terdengar cukup keras, Hahh.. nafas ku masih terengap engap setelah menunjukkan ambisi ku untuk melawan rasa takut ini.
Aku memberanikan diri ku untuk melihat keluar, ternyata.. tidak ada siapa pun yang berada di sepanjang jalan itu, bahkan.. hanya kesunyian malam hari yang bisa ku rasakan dari balik jendela ini. Seketika.. hembusan angin datang menghempas tubuh mungil ku, dengan udaranya yang begitu sejuk seakan membuat ku tenang, aku menutup jendela ku kembali dengan rapat dan menggeser kordennya. Ahh.. sebaiknya aku harus tidur sekarang, tak ada gunanya juga jika aku harus terus terusan memikirkan mereka. Lagi pula.. besok kan masih sekolah.
Aku berjalan menuju saklar yang terletak di samping pintu kamar ku, aku mengubah polanya yang sekarang membuat kamar ku berubah menjadi gelap. Aku berjalan kembali menuju kasur ku sambil menyalakan lampu tidur ku. Ahh.. sepertinya sekarang sudah siap untuk tidur. Tanpa sadar.. aku pun tertidur dengan pulas, entah.. mimpi apa malam ini setelah di teror dengan kejadian itu.