Aku berjalan menuju meja kedua dari tiga barisan, lalu menaruh telepon genggam yang ku keluarkan dari saku baju seragam ku bersama buku yang ku bawa, aku mengambil posisi duduk dan melepas penyangga tas dari pundak kanan ku, aku menghela nafas sambil menyenderkan badan ku di bangku panjang dan melihat ke arah kiri ku ada sebuah lapangan terbuka yang luas, dua lapangan volly yang terpisahkan jaraknya oleh satu lapangan bulu tangkis.
Di sana ada beberapa orang yang sedang bermain volly, mereka mengoper bola dari satu pemain ke pemain lainnya, melihat begitu antusiasnya mereka bermain seperti tak ada beban membuat ku sedikit tersenyum, merasa senang yang juga bersamaan dengan munculnya rasa cemburu dari hati ini, berpikir begitu beruntungnya menjadi mereka, tidak seperti ku.
Huhh.. keluh kesal ku sesaat mengingat beban yang sedang ku rasakan ketika harus menerima kenyataan, jika aku hanya seorang pedagang kedai kopi di pinggir jalan, yang berpendapatan tidak lebih dari satu juta setengah, rasanya memang tidak pantas untuk ku bersekolah di sini, derajat ku begitu jauh berbeda darinya, aku hanyalah seorang pecundang yang menginginkan hidup ku setara dengan mereka. Seketika membuat rasa percaya diri ku jatuh.
Baiklah.. sepertinya aku akan menghabiskan waktu ku di kantin kecil ini dengan membaca buku, ujar ku sendiri sembari menenangkan pirkiran ku yang terkadang kacau, aku membuka halaman kelima puluh tujuh dan menunggu Saki hingga kembali dari pelatihannya.
Sebenarnya aku sedikit kecewa dengan waktu kebersamaan kami yang tertunda hari ini, bagaimana tidak.. harusnya kan kami bisa menikmati indahnya pemandangan di taman sebelum menuju ke kafe, aku penasaran dengan citra rasa di sana, aku juga kan mau merasakan kopi berkualitas tinggi yang pastinya akan memiliki harga yang lumayan mahal, ya.. setidaknya Saki bisa mentraktir ku di sana, pikir ku dengan sedikit nakal.
Tapi.. entah kenapa Saki akhir akhir ini susah untuk meluangkan waktunya bersama dengan ku, ketika Ia memilih untuk menjadi anggota jurnalis, aku jadi merasa sedikit kesepian karena Saki lebih mementingkan tugasnya dari pada aku sahabatnya, dan sekarang susah untuk merencanankan berbagai hal karena tugas dadakan yang tak terduga selalu menghancurkannya.
Aku membuka Ransel biru tua ku, dengan berbagai Pin anime yang tertempel di permukaan ransel ku, yang terlihat biasa biasa saja, ya.. aku sedang berhemat akhir akhir ini, aku tidak mau jika terus terusan di belikan oleh Saki, sudah cukup aku menyusahkannya dengan berbagai hal yang tak sanggup aku miliki, bahkan.. demi aku Saki rela mengeluarkan uangnya yang bisa di bilang cukup banyak untuk membayar iuran sekolah ini.
Kalau bukan karena uang miliknya, mungkin.. tempat ku mencari ilmu hanya di sekolah biasa biasa saja, yang tak terpandang dan ternama seperti sekolah kagurasai ini, aku benar benar bersyukur dan berterima kasih kepadanya, tapi.. setiap kali aku mau membayar uang nya kembali setelah Ia membelikan ku sesuatu, Ia selalu menolaknya dengan mengatakan, simpan saja Uang mu untuk keperluan lainnya, aku selalu merasa tidak enak dengannya.
Suara gemuruh awan yang masih terdengar sedikit keras serta suara gemersiknya pohon pohon yang bergoyang di sekitar lapangan membuat para kawanan burung berterbangan dari tempatnya, terdengar hembusan angin yang berlalu bersama kicauan burung yang pergi meninggalkan sarangnya, terbang menjauh ke suatu tempat tanpa memperdulikan apa pun.
Begitu hebatnya bukan menjadi se-ekor burung yang bisa terbang kemana pun yang mereka mau untuk melihat indahnya dunia dari atas sana, tanpa suatu hambatan dan uang, bisa pergi untuk terbang kapan pun, aku jadi ingin tahu seperti apa indahnya pemandangan dari atas sana, ucap ku yang terlintas di benak sesaat melihat mereka terbang.
" Wooosshhh.. " Suara hembusan angin yang menghempas masuk ke arah kantin.
Huhh.. sesekali aku menggigil sesaat merasakan hembusan angin yang menembus seragam putih tipis ku, aku memeluk ransel ku dengan erat seketika hembusan angin menghempas diri ku, terdengar begitu kencang yang membuat rambut ku beterbangan, terombang ambing bagaikan ombak laut, aku merapikannya sesaat hembusan angin itu berhenti.
Suara gerimis yang sudah terdengar menambah dinginnya udara, Ya.. sudah ku duga pasti akan turun hujan, sayangnya.. aku tidak membawa jas hujan atau pun payung, jadi.. aku hanya bisa menunggu Saki berharap Ia membawa payung.
Aku membuka sleting tas ku dan mengambil jaket merah oblong yang sudah ku simpan sebelum kami pergi meninggalkan kelas, tak ku sangka akan sedingin ini. Ucap ku seraya memasukkan lengan kanan ku pada lubang jaket. Usai mengenakan jaket oblong ku, aku berdiri meninggalkan ransel ku di bangku panjang dan berjalan menuju penjual bakso yang berada tepat di depan ku.
" Oy.. Maki.. " Aku mengetuk bagian kacanya dengan sedikit keras, dan tidak melihat satu pun orang di sini, Hhhmm.. kemana ya?, Tanya ku sendiri. " Ada apa Mugi.. " Ucapnya dari dalam yang sehentak membuat ku kaget, Ia berjalan menghampiri ku dengan membawa pisau daging dan talenan, Ia menaruh talenan itu bersama mangkuk yang tertumpuk dan menghampiri ku.
Dengan baju ala pelayannya yang selalu Ia kenakan ketika berjualan di sini. Terkadang aku terkesima dengan penampilannya yang begitu rapih dan gagah, di tambah.. pelayanannya yang begitu ramah membuat ku nyaman untuk makan di tempatnya.
" Aku mau pesan satu mangkuk bakso dan teh hangatnya " Ujar ku pada Maki yang sedang menaruh pisau daging itu, Ia menoleh ke arah ku dan mengatakan.
" Akan ku siapkan untuk mu satu mangkuk bakso dan teh hangatnya, silahkan tunggu saja di meja mu Mugi " Ujarnya dengan tegas dan lemah lembutnya, Ia berjalan dengan cepatnya menyiapkan mangkuk dan memasukkan bumbu bumbu yang Ia perlukan. Sungguh semangat dari seorang Maki yang ku kenal.
Aku berjalan menuju meja ku kembali dan mengambil buku kecil itu dari sleting ransel pada bagian kecilnya, dan rasa penasaran yang timbul sesaat ingin melihat seperti apa isinya, apakah ini.. surat cinta, pikir ku dengan beribu ribu kalimat yang ngelantur ketika melihat bagian love di covernya, tidak mungkin.. bisa saja ini surat dari jenny atau siapa pun itu, yang pasti bukan dari cowo tampan apa lagi.. Fujito, bantah ku setiap kali berpikir jika buku kecil ini dari seorang pria.
Tidak mungkin wanita pendek seperti ku ini bisa di sukai dengan seorang pria di sekolah
ini, lagi pula.. kebanyakan mereka yang bersekolah di sini berasal dari keluarga bangsawan, tidak seperti ku.. begitu pun juga Saki dari keluarga besar yang kaya raya.
Orangtuanya adalah pengusaha besar, memiliki apartemen besar di dekat kawasan industri miliknya, sesekali aku bermain ke sana, memang sangat mewah dengan segala furniture yang elegan dan fantastis, membuat ku serasa seperti seorang putri kerajaan ketika berjalan di sekitar rumahnya.
Ya.. entah mengapa terkadang aku merasa sedikit minder saat mengetahui derajat ku sangat jauh dari yang lainnya. Tapi.. persahabatan kami terbentuk bukan karena faktor uang, melainkan.. hubungan erat yang sudah terjalin sedari dulu, Ya.. aku dan Saki sudah bersahabat saat kami masih duduk di bangku SMP, sekarang.. di kelas dua SMA pun, kami masih bersama sama. Aku juga tidak tahu mengapa Saki bisa menyukai ku, bukankah itu sebuah keberuntungan yang sangat ajaib, bisa memiliki seorang sahabat yang kaya dan pengertian seperti Saki.
Aku terhenti membaca seketika pada halaman tujuh puluh satu, saat mendengar suara langkah kaki Maki yang datang membawa nampannya yang berisi pesanan ku, sesampainya.. Ia memindahkan semua yang ada di atas nampannya ke atas meja dengan susunan yang rapih, cocok dengan penampilannya yang seperti pelayan ala restoran besar, dengan sebuah baju putih lengan panjang yang di lengkapi dengan sebuah dasi pita berwarna hitam yang menempel kuat pada kerahnya, dan celana jeans hitamnya yang terlihat cukup ketat, di sertai sarung tangan putihnya yang selalu terlihat bersih dan rapih.
Maki merupakan seorang pedagang di kantin kecil ini, Ia yang menyediakan menu berupa bakso dan minuman minuman hangat maupun dingin, Ia juga seorang pekerja keras yang harus menafkahi adik adiknya untuk bersekolah dan kuliah.
melihat mangkuk dengan penuh bakso membuat ku lapar seketika menghirup aromanya yang begitu menggoda dan nikmat, dengan teh hangat yang tersusun di sampingnya melengkapi dinginnya suasana ini.
" Tumben kamu belum pulang Mugi? " Tanyanya pada ku sambil menata berbagai peralatan lainnya, Ia menggeser botol berisi kecap dan saus di depan mangkuk bakso, dan memindahkan gelas plastik besar berisi sendok, garpu dan sumpit di sampingnya.
" Iyah.. aku lagi nunggu Saki " Ucap ku sambil mengambil botol berisi kecap, aku membuka penutupnya yang berbentuk seperti katup dan menuangkannya ke dalam mangkuk bakso milik ku, sembari mengaduk ngaduk kuahnya.
" Memangnya Saki kemana? " Maki kembali bertanya dengan penuh penasaran, Ia mengangkat nampannya dan menempelkan ke dadanya usai memindahkan semua pesanan ku di atas meja. " Ia sedang pelatihan jurnalis hari ini " Aku menoleh ke arah Maki yang terlihat keheranan dan sedikit mengecilkan matanya ke arah ku.
" Oh.. baiklah kalau butuh sesuatu bilang ya " Ujarnya sambil memegang ujung sarung tangan putihnya, Ia menariknya dengan sedikit keras untuk memperketat satung tangan longgarnya.
" Ok " Ujar ku sembari membuat tanda O pada jari tangan ku ke arahnya, aku mulai menusuk nusuk bakso berukuran bola baseball dengan sebuah garpu, dan melahapnya dengan utuh, sekarang seluruh mulut ku penuh dengan bakso besar itu.
Maki berjalan kembali menuju tempatnya, Ia merapikan berbagai alat lainnya bersama piring piring besar putihnya, ia menghadap ke arah ku dengan tatapan yang terpaku ke arah piring besar itu. Sepertinya.. buku kecil ini.. yang di berikan oleh saki adalah.. darinya.
Pikir ku secara spontan, tapi.. di samping itu aku juga merasa janggal dan aneh, karena Maki tidak pernah dekat dengan siapa pun. Ia di sini hanya untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang pelayan, bukan kah itu lucu jika memang ini darinya, lagi pula.. ketika Ia memberikan pesanan ku tidak ada sedikit pun ekspresi yang tergambarkan darinya, tapi.. apakah Ia sudah mempersiapkan segalanya saat menghadapi ku ketika Ia menata semua pesanan ku, bertatap dengan ku dan berbicara kepada ku.
Apakah semua itu sudah di persiapkannya, pikir ku dengan beribu ribu kalimat yang ngelantur sembari menggoyak bakso ini dan menelannya.
Aku menikmati gurihnya bakso bersama derasnya hujan, suasana dingin menghempas uap panas dari teh manis ku, aku memakannya dengan santai dan sesekali mengecek ponsel ku untuk melihat kabar darinya, tapi.. tidak ada notif sama sekali yang muncul di layar ponsel ku.
Aku memberikan pesan pada Saki dengan mengetikkan, " Saki.. sedang pelatihan apa? " Aku mengutip pesan itu dan mengirimnya, sesaat aku menaruh kembali ponsel ku di atas meja dengan kondisi menyala pada layar utama, melihat pergantian menit pada ponsel ku.. seketika membuat ku resah memikirkannya.
Aku menoleh kebelakang sesaat mendengar suara langkah kaki yang tak beraturan, pikir ku.. itu adalah Saki. Aku melihat tiga orang siswi yang berjalan ke arah ku, mereka mengenakan seragam olahraga berwarna krem dengan garis merah besar yang menjulur di sepanjang sisi lengannya, dari atas pundak sampai ke pergelangan di setiap sisi lengannya.
Dengan nama sekolah yang tertuliskan Kagurasai di dadanya, dan sebuah jahitan sablon yang membentuk nama dari masing masing siswi di bagian pungungnya. Di sertai celana merah pendek dan kaos kaki putih panjang.
Mereka berhenti tepat di samping meja ku, salah satu seorang siswi yang duduk menghadap pedagang bakso itu melambaikan tangannya pada Maki mengisyaratkannya jika Ia ingin memesan sesuatu. Sesaat Maki pun melihat lambaian tangan dari siswi itu dan berjalan menghampirinya dengan sigap, suara diskusi dari kerumunan tiga pemain voly itu yang terdengar sedikit heboh, dan sesaat Maki berjalan kembali menuju dagangannya setelah usai dari perbincangannya.
Ia berjalan keluar dari dagangannya sambil membawa tiga jus alpukat yang tertata di atas nampannya, Ia berjalan menghampirinya dengan penuh percaya diri, tatapan lurus darinya begitu serius di tambah wajah datarnya yang tak berekspresi. Sesaat sampai Ia langsung menata rapih semua pesanannya. Dan berjalan kembali usai melayani mereka.
Sesaat Maki berjalan melewati ku, Ia terhenti seketika melihat buku kecil yang tergeletak di atas meja ku begitu saja, Ia bertanya dengan refleknya. " Hhhmm.. buku apa itu Mugi? " Lontaran pertanyaan yang membuat ku bingung dan panik untuk menjawabnya, aku terhenti mengambil bakso yang sudah ku angkat dari mangkuk, Ia menatapnya dengan begitu penasaran sambil menghimpit nampannya di antara sisi badan dan tangannya. " Emmhh.. Bukan apa apa, ini punya Saki, jadi aku gak tau apa apa tentang buku ini " Ujar ku dengan nada yang tak beraturan dan sedikit terbata bata, karena takut jika Maki berpikiran hal yang aneh aneh.
" Buku yang bagus, pasti ada seorang pria yang menyukainya " Ujarnya dengan tersenyum ke arah ku dan berjalan kembali menuju tempatnya.
sesaat aku terhenti dengan lamunan ku, mata ku sedikit melebar memandang lurus dengan tatapan kosong, wajah ku mulai merona dengan bibir yang sedikit tersenyum, mengingat perkataannya, apakah benar.. buku ini dari seorang Pria yang menyukai ku.
tapi.. Siapa??
...
Terima kasih yang sudah membaca karangan cerita dari ku ini, semoga kalian semua enjoy dan have fun...
Jangan lupa buat follow Ig ku ya..
@ahmadrizal_art
♪☆\(^0^\) ♪(/^-^)/☆