Chereads / Hanya Hujan / Chapter 4 - Bergegas Pulang

Chapter 4 - Bergegas Pulang

Aku membuang pandangan itu secara spontan saat menyadari jika aku sudah terlalu berlebihan, aku memandangi meja ku sebagai gantinya, dengan bibir yang sedikit tersenyum tak tertahankan dengan wajah ku yang sedikit merona. Aku mencoba menenangkan diri ku dari perasaan itu, seketika aku mengambil ponsel ku dan mengganti lagu lainnya, masih sama.. sebuah lagu bergenre kan rock, hanya saja ini tidak sekeras seperti yang sebelumnya.

Maki mulai keluar dari tempatnya usai Ia merapihkan dan memasukkan piring piring itu pada tempatnya, Ia berjalan menuju arah ku sambil membawa sekantong plastik besar, " Mugi.. aku mau ke kamar mandi dulu ya.. untuk mengganti pakaian ku " Ujarnya sambil bergegas menjauh dari ku, aku hanya bisa menjawabnya dengan sebuah anggukan kepadanya, dan masih belum berani untuk memandangi bola matanya yang begitu menusuk ku.

Suara langkah kaki Maki yang terdengar menjauh dari kantin, salah satu kamar mandi di sekolah ini berada tepat di belokan samping kelas ku, aku masih melamun sembari menumpukan dagu ku dengan tangan kanan, seraya memikirkan tatapan itu.. pandangan ku sedikit tertunduk dan kembali muncul jika buku love ini dari nya, tapi.. apa mungkin.. cukup lah dengan semua itu. Pikir ku sambil melucuti hati dan pikiran ku sendiri.

Besok aku akan membacanya dan mencari tahu tentang isi buku kecil itu dengan Saki ketika berada di kelas, ucap ku ketika rasa penasaran ku semakin menjadi jadi, rasa sepi yang begitu senyap di temani dinginnya malam bersama derasnya hujan, membuat bulu pundak ku merinding sesaat mengingat sebuah cerita horor yang pernah ku baca sebelumnya, buku itu mengatakan jika seseorang sendirian di tempat yang gelap dan sunyi, pasti akan di datangi dan di ganggu oleh mahluk halus, mahluk itu akan menakut nakuti mu sampai pingsan.

Di buku itu juga terkutip jika lengah sedikit saja dari lamunan, maka.. jiwa dan raga ku akan di rasuki dan di ambil alih oleh mahluk itu, sehingga diri ku di kendalikan penuh olehnya.. tak terarah dan perlakuan ku pun akan berubah drastis hingga tak dapat di kenali lagi. Yang akan membuat ku tak sadarkan diri dengan semua yang sudah ku lakukan sesaat jiwa dan raga ku di rasuki olehnya, yang seketika menyadarkan ku pada sebuah tempat yang tidak ku kenali sebelumnya, di tambah.. aku akan di bawa ke tempat tempat berbahaya, seperti jurang yang dalam, gedung tinggi, atau pun lainnya.

Dan seketika aku tersadar jika seluruh tubuh ku telah hancur telindas kereta atau pun terjatuh dari ketinggian.. Hahh.. aku tidak mau itu terjadi, cukup menakutkan. Sesekali aku melihat ke arah lapangan yang terguyur derasnya hujan membuat ku semakin takut, di tambah tak ada seorang pun di sekolah ini, oh.. kemana Maki, kenapa lama sekali. Ucap ku seketika merasa menggigil dengan semua ini.

Aku melepas headset yang melekat di bagian telinga kiri ku, dan mencabutnya dari ponesl ku, ku rasa mendengarkan sebuah lagu di saat seperti ini terasa sedikit tidak tenang dan menggangu konsentrasi ku, sehingga.. pikiran ku mengkhayalkan sesuatu yang tidak tidak. Membuat ku lengah ketika menghayati musik yang ku dengarkan.

Tanpa sadar aku melihat ke arah kanan ku yang di sana ada sebuah lorong yang cukup gelap dan panjang, "Hahh.. " hentak ku seketika melihat sebuah cahaya putih yang berasal dari ujung lorong sana, aku melihat ada bayangan besar sambil membawa senter, Ia menyenter ke arah ku yang menyilaukan mata seketika membuat tangan ku menutupi wajah secara spontan.

Dan seketika seseorang di sana mengetahui jika ada aku di sini, Ia langsung mengarahkan senternya ke bawah, dan seketika itu aku mulai menyadarinya jika itu adalah penjaga sekolah ini. Seorang penjaga yang sedang berlalu lalang di sekitar sekolah dengan senternya, Ia berjalan dari lorong di sebelah kantin yang menuju gerbang sekolah di samping kirinya dan arah menuju tempat pertemuan untuk setiap ekstrakulikuler di samping kanannya. Ia berjalan menuju kantin dengan suara langkah yang begitu menghentak, membuat jantung ku berdetak sedikit cepat, rasanya.. Ia akan menghampiri ku dan memarahi ku.

Suara langkah kaki pun mulai terdengar mendekat, Ia menurunkan cahaya senternya ke bawah, dan berjalan ke arah ku. " Permisi Nona.. apakah anda mempunyai kepentingan lainnya di sekolah ini? " Ucapnya yang begitu lembut dan sopan, namun.. dengan wajah datarnya yang memandang lurus tepat ke arah ku, dengan tatapan sinisnya yang mencekam dan tegasnya sehentak membuat ku sedikit gugup karena tidak tahu harus menjawab apa, " Hhhmm.. tidak ada, aku.. hanya sedang menunggu teman ku di sini " Ucapku dengan polosnya, nada yang sedikit pelan dan datar yang membuat ku semakin takut jika Ia akan menendang bokong ku keluar dari sekolah saat ini.

Satpam besar itu berkumis lebat dengan rambutnya yang gondrong membuatnya terlihat cukup sangar, dengan pakaian kemeja hitam besar ala security dengan sebuah kartu nama yang tergantung di bagian penutup saku segi empatnya, di sertai celana hitam ketatnya yang di kunci dengan gesper berlogokan sekolah ini, dan sepatu pantopel hitam besarnya, yang ku duga untuk membunuh tikus tikus di sekolah ini.

Satpam itu berjalan membelakangi ku, Ia mematikan senternya dan meletakkannya di atas meja bekas siswi itu, dan kembali berbalik dengan menarik sebuah pena yang tercantol di bagian sakunya dan mengeluarkan sebuah buku catatan yang berbentuk tumpukkan kertas tanpa sampul dari saku kantong celananya, Ia berdiri tepat di hadapan ku dengan tatapan seriusnya yang tajam, aku.. aku tidak tahu apa yang akan terjadi.. selanjutnya. Badan ku sedikit gemetar saat harus berhadapan dengan satpam besar itu.

Raut wajahnya yang begitu seram dengan postur badannya yang besar membuat ku sedikit trauma dengan masa lalu ku ketika itu, saat di hadang oleh dua orang Pria tidak dikenal, membuat ku syok ketika mereka mengancam ku, salah satu dari mereka menodongkan sebilah pisau besar yang ujungnya begitu runcing, sesaat aku mundur menjauh darinya, Ia memojokkan ku pada sebuah tembok gang yang cukup sepi. Ia menempelkan pisau itu tepat di perut ku, seketika aku tidak bisa bergerak dan terkunci olehnya.

Tapi.. aku tidak tahu apa yang terjadi saat itu, karena aku sudah di temukan tak sadarkan diri, dan anehnya saat di periksa oleh dokter, Ia mengatakan jika aku tidak mengalami luka dalam maupun luar sedikit pun, bahkan.. organ intim ku masih aman dan tak tersentuh apa pun.. huhh.. syukur lah dengan semua itu. Aku mengira jika aku sudah di perkosa olehnya.

Sesaat satpam besar itu meletakkan ujung pena itu tepat di atas kertas, " Maaf.. nama nona siapa? " Ia bertanya sembari mengambil ancang ancang untuk mencatat. " Hhhmm.. Aku... Tsumugi Hirasi.. kelas dua E " Ujar ku dengan nada yang tersendat, ketika merasa begitu canggung saat berhadapan dengannya.

" Baiklah.. untuk saat ini nama kamu saya catat dan disimpan sementara untuk memastikan jika Nona tidak melakukan tindakan tindakan di luar peraturan yang sudah di tetapkan, Saya memberi waktu hanya sampai jam setengah tujuh, jika jam setengah tujuh nona belum pulang juga, maka.. saya dan petugas lainnya harus memulangkan anda dengan sedikit tegas " Ujarnya dengan nada yang tegas sambil menggerak gerakan tangannya ketika Ia menjelaskan, menunjukkan begitu tanggung jawabnya Ia dalam menjalani tugas.

" Ya.. baiklah.. terimakasih Pak " Ucap ku dengan sedikit gugupnya karena melihat badan kekarnya yang sangat berisi, ku rasa.. badan ku akan di remuk dan di olah menjadi cemilan olehnya, jika tidak mematuhi perintah darinya.

Ia berbalik mengambil senternya kembali yang tergeletak di meja itu, dan mengantungkan pena miliknya di saku segi empatnya bersama kartu nama, kemudian berjalan kembali ke arah kelas ku sambil menyenter seluruh ruangan di sekolah ini, seketika detak jantung ku sudah kembali normal lagi.

Huhh.. syukur lah Ia tidak segalak seperti yang ku pikirkan. " Mugi.. sudah siap kah untuk pulang? " Ucapnya yang sedikit mengagetkan ku ketika masih memikirkannya, sehentak aku sedikit terlompat dan menoleh ke arah nya dengan wajah kaget ku, Ia melihat ku dengan tawa kecil yang tertahankan.

" Bisakah kita menunggu sampai jam enam lebih dua puluh menit " Ujar ku pada Maki yang sekarang lebih terlihat seperti anak kuliahan, dengan penampilan yang membuatnya nampak lebih tua dari ku, tapi.. aku juga tidak tahu berapa umur sebenarnya Maki.

Dengan pakaian hitam putihnya, baju putih yang sedikit bercampur dengan abu abu bergariskan hitam horizontal di bagian dadanya, di balut dengan jaket hitam tebal yang membuatnya seperti pengendara motor besar, dan rambut klimisnya yang baru Ia olesi dengan gel miliknya, di tambah celana jeansnya yang berwarna biru tua. Membuatnya lebih menawan dan gagah.

" Kamu masih mau menunggu Saki? " Ujarnya sambil melepas jaket tebalnya, Ia meletakkannya di atas meja tepat di hadapan ku, Ia merapikan rambut coklatnya yang klimis dengan tangan kanannya selepas menaruh jaketnya dengan berantakan, Ia bersiul sedikit memandang ke arah kelas ku sembari mengambil ponselnya dari saku celananya yang sedikit ketat.

" Iyah.. aku masih mau menunggunya, takutnya pas aku pulang dia datang mencari ku " Ucap ku dengan nada lembut pada Maki, yang sekarang mengacuhkan ku dengan ponselnya. " memangnya tidak kamu SMS dia? " Ujarnya dengan nada sedikit cuek sambil memainkan ponselnya, pandangannya terpaku pada ponselnya dengan cahaya yang terpancar dari ponselnya membuat wajahnya begitu terang.

" Udah.. nih buktinya, tapi belum di bales juga " Ujar ku sambil menunjukkan ponsel ku ke arahnya, Ia melihatnya dengan serius dengan jarak yang sedikit dekat, ku rasa.. Maki sudah mengalami penurunan fungsi pada matanya, Ia mengedipkan matanya sesekali membaca isi pesan ku untuknya.

" Hahaha.. mungkin dia sedang asik dengan teman barunya " Ujarnya dengan gelak tawa yang sedikit keras seakan meledek ku, Dengan sigapnya wajah ku sedikit merengut ke arahnya, dan perlahan meletakkan ponsel ku di atas meja. " Memangnya kamu tahu apa tentang persahabatanku dengannya " Ujar ku yang sedikit kesal dan jutek sambil memegang dagu ku, aku menyondongkan kepala ku ke arahnya dengan tatapan sedikit tajam.

" Maaf maaf, aku cuman bercanda " Ujarnya sambil memasukkan kembali ponselnya ke saku celana jeansnya, Ia mencubit pipi ku yang cemberut ke arahnya, seakan.. membuat ku sedikit kaget dan juga senang karena tidak menyangka Maki akan melakukan hal itu, wajah ku seketika merona saat Ia memegangnya, Ia berjalan membelakangi ku ke arah dagangannya.

" Baiklah, aku tinggal dulu ya.. untuk membereskan dagangan ku " Ucapnya sambil berjalan menuju tempatnya, Ia mengacuhkan jaket tebalnya di meja ku sembari memainkan rambut coklatnya saat berjalan menuju tempatnya.

Aku mengambil buku yang berjarak sedikit jauh dari tempat ku duduk, membaca kembali cerita fiksi bergenrekan thriller itu, sebuah lipatan kecil pada ujung kertas halaman tujuh puluh satu yang sudah ku beri tanda, aku membacanya dengan sedikit serius karena sudah memasuki fase awal pertemuan antara dua geng terkenal di kota itu, sebuah pertikaian yang sedang terjadi antara kedua geng itu cukup mengesankan, karena mereka saling menyerang untuk merebuti wilayah kukuasaannya.

Di tambah.. masing masing anggota setiap gengs yang memiliki kekuatan kekuatan abnormal yang menambah keseruan di dalamnya, sebuah cerita yang cukup keren tapi juga mengerikan karena banyak adegan adegan kekerasan dan pembunuhan di dalamnya, sebuah cerita yang menunjukkan betapa serakah dan kejinya manusia, di kala Hati dan pikiran mereka sudah di butakan oleh harta dan kekuasaan.

Melupakan sebuah jati diri yang sudah tertanam di jiwa mereka, dan melupakan sebuah makna kehidupan yang sesungguhnya, sungguh.. ingin sekali orang orang seperti mereka musnah dari muka bumi ini.

Entah mengapa genre cerita yang ku baca kebanyakan dari cerita cerita yang terlihat cukup kelam dan suram, tanpa sadar aku menyukainya, ku harap.. jalan hidup ku tak sekelam dengan cerita yang sudah ku baca ini.

Sesaat aku terhenti di halaman delapan puluh enam ketika melihat ponsel ku sudah menunjukkan jam enam lebih empat belas menit, Huhh.. sepertinya Saki benar benar sibuk sampai sampai tidak melihat notif pesan dari ku, ya sudahlah.. sepertinya aku akan menunggunya sebentar lagi. Aku mulai membacanya lagi sampai halaman sembilan puluh dua. Dan jam pun sudah menunjukkan pukul enam lebih dua puluh tiga menit, Yah.. ku rasa ini sudah waktunya untuk pulang meninggalkan Saki.

Aku melihat ponsel ku dengan penuh harapan, semoga Ia membalas pesan ku, Huhh.. ternyata Ia sama sekali tidak membaca pesan ku, ya.. aku berpikir positif saja dengan semua ini, kemungkinan ponselnya Saki sedang di sita selama pelatihan.

Ku harap.. itu masalahnya... dan tidak ada teman baru atau pun.. lainnya.