Chereads / Hanya Hujan / Chapter 19 - Abang Adik Kah?

Chapter 19 - Abang Adik Kah?

Setelah Suasana yang hening tercipta karena kepergian Riko, kami pun masih melanjutkan percakapan mengenai tim squad kami yang semakin kritis. " Mel.. kek nya Riko sedih banget deh, karena anggota timnya banyak yang mengundurkan diri " Aku mencoba memulai percakapan setelah mie goreng milik ku telah habis. " Ya.. dia kan memang seperti itu, selalu merespon suatu hal secara berlebihan " Kata Meli sambil mengaduk ngaduk minumannya dengan sedotan merah. " sudah lah.. tak perlu di pikirkan, lagi pula.. kita kan masih punya kesempatan untuk membuktikan kalau ekskul ini bisa meraih juara " Tegasnya rendi yang sedikit ngelantur dari topik pembicaraan kami berdua.

" Kok lu gak nyambung sih.. " Kata Meli dengan keselnya, " Gak nyambung gimana.. lagian kan kalo kita menang nanti, pasti banyak lagi deh yang mau masuk dan berlatih " Ujarnya Rendi sambil menjelaskan dengan tangan kanannya. " Ya.. emang gitu, tapi apa hubungannya dengan Riko " Tegasnya Meli yang semakin kebingungan dengan pembahasan dari si Rendi, " Ya jelas lah.. berpengaruh banget, kalau Riko itu takut tim ini bubar, padahalkan ekskul baseball sudah berdiri sebelum ekskul basket dan volly di lahirkan " Kekehnya Rendi sambil memukul mukul meja saat sedang menerangkan kepada Meli bahwa ekskul baseball ini berdiri lebih dahulu ketimbang ekskul olahraga lainnya.

" Hahaha.. sudah sudah, ya.. memang benar sih, Riko itu takut kehilangan momen kebersamaan kita yang dulu lagi " Aku menyela percakapan mereka yang sedang memanas. " Hahaha.. kalo itu aku setuju Gi.. Tapi yang jelas, kita harus membuktikan hal itu kepada Kepala Sekolah Kagurasai ini " Ucapnya Meli dengan begitu semangat. " Tadi kan gw bilang begitu.. " Nyekanya Rendi saat kami masih saling bertatapan. " Apa sih.. dari tadi yang kamu bahas itu gak nyambung Ren.. " Tambahnya Meli dengan tatapan sinisnya.

" Ngomong ngomong.. untuk jadwal latihannya gimana? " Tanya ku pada mereka yang masih saling liat liatan. " Jadwalnya.. " Jawabnya yang secara berbarengan dari mereka berdua, seketika membuat mereka saling menoleh ke arah masing masing dengan wajah yang tercengang, dengan perasaan tidak percaya kalau barusan mereka saling mengikuti satu sama lain.

" Hahaha.. sudah.. jangan bertengkar lagi.. " Pinta ku pada mereka sambil cekikikan saat melihatnya saling bertatapan dengan wajah kesalnya, Meli dan Rendi ini persis seperti abang dan adik, yang selalu bertengkar saat mereka bersama. Walau begitu.. tapi mereka ini tidak pernah lepas kontrol. " Siapa nih.. yang mau jelasin? " Tanyanya Meli pada Rendi yang masih membuka mulutnya. " Ya udah.. lu aja, kan lu lebih kepo dari pada gw " Tegasnya Rendi sambil meminum es melonnya.

" Oke.. jadi gini Gi.. untuk latihan musim ini kita lebih menekan, jadi.. bisa di bilang.. setiap pulang sekolah " Kata Meli yang mencoba menjelaskan ku dengan nada santainya. " Tapi.. kalau kamu lagi gak bisa untuk latihan di hari itu juga gak apa " Tambahnya Meli. " Jadi.. latihannya setiap hari di sekolah? " Tanya ku pada Meli dengan sedikit ragu, sekolah kami memang menyediakan sebuah lapangan baseball yang cukup luas. Tapi.. masalahnya lapangan di sekolah kami memiliki jadwal pemakaiannya yang terbatas dan tidak bisa di gunakan begitu saja tanpa izin khusus dari sekolah ini.

Jadwal pemakaian yang di berikan dalam seminggu hanya berkisar dua sampai tiga kali saja. Biasanya.. kami berlatih jatuh pada hari senin, Rabu dan Sabtu. Ya.. bisa di bilang cukup merepotkan kalau harus berlatih dengan mengandalkan lapangan baseball dari sekolah kami saja, terlebih lagi.. waktu yang di berikan juga tehitung sebentar, yang pastinya.. malah memperlambat kemajuan tim kami dalam mengasah keahlian dan kemampuannya masing masing.

karena penerapan terhadap sistemnya yang memberlakukan ekskul ini.. membuat kami merasa tidak puas dengan kebijakannya. Bagaimana mau juara, kalau sekolah ini saja mempersulit kami untuk latihan karena peraturannya yang cukup ketat, berbeda dengan ekskul olahraga lainnya yang memperbolehkan untuk menggunakan lapangannya dengan sesuka hati. Ehgg.. Kesal ku sendiri ketika memikirkan semua itu.

" Iyah.. memang masih di lapangan baseball sekolah, tapi.. kalau hari hari lainnya kami menggunakan lapangan di dekat kawasan Pembangunan, yang letaknya di antara gedung gedung bertingkat " Jelasnya meli pada ku, " Oke.. makasih ya Mel buat infonya, semoga.. saat kita latihan nanti, bisa mencetak home run.. " Ujar ku pada Meli sambil tersenyum manis ke arahnya, " Mugi.. jangan senyum gitu donk, bikin aku iri aja.. " Pintanya Meli yang seketika membuat ku terdiam tak berpetunjuk sambil menurunkan ujung alis ku ke arahnya, sesaat.. aku sedikit terkejut ketika melihat wajahnya Meli yang mulai merona.

" Ya iya lah.. iri, orang kalah manisnya sama Mugi " Nyelanya Rendi sambil menerima sebuah pesanan dari seorang pelayan wanita, Ia memesan satu mangkuk bakso setelah memakan mie goreng traktirannya si Riko. " Eh lu ya.. makan aja di gedein, tapi badan masih gak ke urus gitu " Kata Meli sambil mendorong pundaknya Rendi ketika Ia mulai mengaduk kuah baksonya. " Dehhh.. bodo amat, yang penting gw kenyang " Ucapnya Rendi sambil menuangkan sebotol saos ke dalam mangkuknya, sesaat.. melihat mereka berdua bertengkar, membuat ku tak berhenti tertawa. Ntah lah.. aku berifikir kalau mereka ini adalah saudara kembar. Selain sikapnya yang tak pernah akur satu sama lain, terkadang.. mereka juga sering berbicara secara bersamaan yang spontan terucap seperti barusan.

" eh iya.. aku mau nanya donk, apa kalian kenal dengan siswi yang bernama Vio? " tanya ku pada mereka berdua yang masih pada ribut, " Vio.. siapa? " Jawabnya Meli dengan wajah penasarannya, sementara Rendi sedang asik dengan ponselnya ketika satu bakso berukuran besar masuk ke dalam mulutnya. Ia mengelap ngelap bagian kaca layar ponselnya dengan kaos putih dalemannya sambil meniup niupi debu yang menempel pada layarnya. " Oh.. Vio.. si anak pintar itu, Ia.. memangnya kamu kenal Gi sama dia " Tanya Rendi pada ku. " Ya.. justru itu aku nanya " Ucap ku pada Rendi yang sekarang mulai menaruh kembali ponselnya di atas meja setelah terlihat cukup kinclong.

" Vio.. Hhhmm... aku hanya mengenal dia dari segi prestasinya saja, kalau gak salah.. ada sebuah patung miniatur berukuran kecil yang Ia buat. Dan saat itu.. Ia memenangkan sebuah ajang pameran setingkat Nasional. Dan.. patung buatannya itu.. ada di museum.. " Ucapnya yang terputus. " Museum mana Ren.. " Nyelanya Meli saat Rendi menghentikan pembicaraannya. " Ah.. pokoknya tempatnya ada di daerah Pusat deh " Kata Rendi dengan nada kesalnya, Ia menguyup minumannya sampai habis dan berkata. " Aku duluan ya, soalnya mau lanjut lagi ngerjain tugas " Kata Rendi sambil berjalan meninggalkan kami berdua.

Ia pergi dengan menyisakan beberapa bakso yang masih tersisa di dalam mangkuknya, seketika.. membuat ku ingin menyantap sisanya yang masih terlihat enak, tapi.. rasanya cukup aneh deh kalau harus mengambil mangkuk itu yang sekarang berada di sebelah kanannya Meli dan langsung memakannya begitu saja. Pastinya.. akan terkesan cukup aneh dan mencurigakan. " Yaudah Gi.. kamu mau ngomongin apa lagi? " Sontak.. aku sedikit terkejut dengan ucapannya yang di mana tatapan ku yang masih tertuju ke arah baksonya Rendi.

" Hhhmm.. apa ya.. " Kata ku sambil memikirkan sebuah topik yang ingin ku bicarakan kepada Meli, sementara.. Meli langsung menguyup kuah bekasnya Rendi. Huhh.. tau gitu, aku yang harusnya sudah memakan bakso itu. Melihatnya memakan satu persatu bakso itu.. membuat ku semakin bingung dengan topik yang ingin ku bahas. Setelah berpikir cukup panjang.. aku mulai mengingat hal yang ingin ku sampaikan, sementara.. mangkuk itu sekarang hanya tersisa dua bakso saja. " Oh iya.. jaket baseball ku sudah rusak, kira kira ada gantinya gak? " Tanya ku pada Meli yang masih mengunyah sepotong bakso di dalam mulutnya.

" Loh.. kok bisa? " Kagetnya Meli sambil menatap ku dengan cukup serius. " Iyah.. waktu itu sempat kehujanan.. trus aku jemur di luar, paginya sudah ilang ntah kamana, eh.. pas ketemu sudah robek semua " Ungkap ku pada Meli yang sekarang sedang menyedot jus berry miliknya sampai tinggal seperempat bagian saja. " Hahaha.. makanya lain kali jangan sampai kehujanan lagi " Ucapnya sambil meminggirkan sedikit mangkuk bakso itu ke sisi kanannya. " memangnya ukuran jaket mu brapa? " Tanya Meli pada ku. " Klo ada.. M aja, itu juga masih agak longgar ".

" Oke lah.. nanti ku sampaikan kepada ketua kalau jaket punya mu ilang, trus.. apa lagi yang hilang? " Tambahnya Meli sambil memotong bakso itu menjadi dua bagian. " Hhhmm.. celana dalam ku juga hilang.. " Seketika Wajahnya langsung menoleh ke arah ku dengan tatapan tak percaya, " Hahaha.. kok bisa yang seperti itu hilang? " Ucapnya sambil cekikikan, sampai sampai bakso di dalam mulutnya hampir keluar. " Tau.. akhir akhir ini banyak pencuri " Tegas ku pada Meli yang mengira kalau saat ini aku sedang memulai cerita konyol yang sama sekali hanya fiktif bekala.

" Iyah beneran.. aku takut kalau sampai ada stalker atau apalah.. yang menguntit hidup ku " Kata ku dengan memasang wajah gelisah. " Iyah.. iya, aku percaya kok.. udah gak usah di bawa serius, anggap saja hanya se-ekor kucing yang tersangkut di celana dalam milik mu setelah jatuh dari genteng " Meli memejamkan matanya sambil berusaha menahan tawanya yang perlahan semakin menjadi. " Apa benar seperti itu.. " Tanya ku dengan penasarannya kepada Meli yang masih cekikikan dengan sebuah lelucon dari masalah ku yang satu ini, padahalkan.. ini masalah yang cukup serius bagi ku.

" Tidak.. aku tidak bermaksud menertawai masalah mu, tapi.. positif thingking aja.. kemungkinan terbang terbawa angin " Sementara Ia masih tertawa lagi setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, sungguh aneh bukan teman teman ku di sekolah ini, setiap aku bercerita masalah hidup ku yang cukup serius. Pasti di tertawakan oleh mereka, kalau gak Meli.. ya Saki atau Shizuka. " Maaf maaf.. aku gak bisa menahan ketawa ku, oh iya.. besok kamu bisa gak nemenin aku.. " Wajahnya sekarang nampak berkaca kaca setelah tertawa lepas akibat keluhan ku yang satu ini.

" Kemana? " Tanya ku dengan lugas. " Ada deh.. aku mau pergi belanja ke mall, kamu mau belanja juga gak, sekalian kita shopping shopping " Ucapnya sambil memperagakan kedua tangannya seperti sedang memegangi berbagai belanjaan. " Hhmm.. mau sih, tapi kan kalau di mall itu mahal harganya " Aku menyeka khayalan Meli yang masih tampak gembira membayangkan membawa berbagai belanjaan di kedua tangannya. " Ya.. kita cari yang diskon aja, kalau yang mahal ya jangan " Kata Meli sambil menumpukan dagu mungilnya di atas telapak tangan kanannya.

" Yaudah aku ikut deh.. tapi, kamu mau beli apa aja? " Tanya ku pada nya yang sekarang sedang menggigit ujung jari kelingkingnya dari posisi sebelumnya. Ia mengarahkan pupilnya ke bawah seraya memikirkan barang apa saja yang akan Ia beli nantinya. " Aku juga belum tau mau beli apa aja, ya.. palingan juga kalo gak sepatu ya baju satu stel " Ucapnya Meli yang bersamaan dengan bel pelajaran kedua terdengar. " Ya.. sepertinya aku harus masuk kelas deh Mel.. " Ucap ku pada Meli yang sudah kembali menegapkan badannya.

" Oh.. ya sudah " Ungkapnya sambil memperbaiki kerah baju depannya yang longgar dengan kedua tangannya, sementara.. aku mulai bangun dari tempat duduk ku. " Btw.. makasih ya, udah di bayarin " Kata ku pada Meli yang sedang memperbaiki bagian belakang kerahnya, usai merapihkannya. Ia mulai mengikat bagian belakang rambutnya dengan sebuah ikatan rambutnya yang berbulu berwarna jingga. " Loh.. harusnya kamu bilangnya ke si Riko, kan dia yang sudah bayar semuanya " Kata Meli sambil mengencangkan ikatan rambutnya.

" Oh iya.. aku lupa, yaudah.. aku duluan ya, Bye.. " Ucap ku pada Meli yang masih ingin berada di kantin sendirian, " Byee... " Balasnya sambil tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah ku, lambaian yang sama persis seperti Maki saat berada di bawah derasnya hujan.