Menjadi seorang anak dari walikota mungkin adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Terlebih lagi di dunia dengan pedang dan sihir ini. Di mana semua kedudukan dalam kepemerintahan ditempati hanya oleh orang-orang yang menerima status bangsawan. Kehidupan seorang keturunan bangsawan tentunya sangat berbeda jauh dengan rakyat biasa.
Setidaknya hal-hal seperti di atas adalah sesuatu yang seharusnya normal dialami oleh para keturunan aristokrat. Namun, kenyataan adalah sesuatu yang jauh lebih kejam. Dinilai dengan pandangan secara kasar, hampir semua keturunan dari hubungan gelap berakhir dengan penderitaan. Bahkan tidak jarang dari mereka yang mati tanpa tahu bahwa dalam dirinya mengalir darah seorang bangsawan.
Fredrica tentunya termasuk dalam salah satu dari sekian banyak 'anak haram' yang terlahir tanpa keinginan dari orangtuanya. Namun, berbeda dengan anak-anak lain yang senasib dengannya, gadis itu tidak cukup bodoh untuk tak menyadari bahwa dirinya adalah seorang bangsawan. Meskipun begitu, Fredrica bukanlah orang yang tamak. Dia tidak pernah sekali pun memanfaatkan darah bangsawannya dan memilih untuk membuang silsilah keluarganya.
Pilihan hidup yang dia ambil hingga saat ini membuat dirinya berakhir menjadi salah satu pendeta biasa di kuil tanpa ada seorang pun yang menyadari bahwa dirinya adalah anak dari walikota yang saat ini masih menjabat.
Fredrica adalah anak yang baik dan sangat berbakti pada ibunya. Dia menghabiskan masa kecilnya hanya untuk merawat Sang Ibu hingga ajalnya menjemput. Lalu, dengan alasan untuk menemukan obat guna menyembuhkan penyakit yang disebut kerasukan iblis, Fredrica masuk ke dalam sihir teleportasi milik salah satu pendeta Kuil Ortodox dengan harapan mendapatkan Tanaman Curcuma. Namun, dia tidak ingat apa yang terjadi setelah itu.
Gadis pendeta itu merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Dia mengerutkan kening, masih merasa pusing di pelipis kirinya. Setelah sensasi tidak menyenangkan itu mulai berkurang, dia membuka matanya secara perlahan.
Kursi-kursi kayu yang dipenuhi noda darah mengering berjejer rapi menghadap ke arahnya. Dinding-dinding ruangan yang dia tempati dihiasi dengan ornamen-ornamen aneh yang membentuk sebuah tulisan. Sayangnya, Fredrica sama sekali tidak tahu dengan huruf-huruf yang tertulis di sana.
Beberapa menit berlalu dan Fredrica terkejut oleh berbagai hal yang ada di ruangan besar dengan dinding yang terbuat dari kayu tersebut. Dia mendapati dirinya terikat kuat pada sebuah tiang di tengah altar. Walaupun berusaha untuk berteriak sebagai reaksi alami dari seseorang yang terikat, Fredrica tak bisa mengeluarkan kata-kata karena mulutnya ditutupi dan dililit kain hitam. Sementara itu, ruangan di samping kiri dan kanannya dipenuhi oleh serigala berbulu cokelat yang terpenjara di dalam jeruji besi.
Pada awalnya Fredrica merasa sangat ketakutan ketika menyadari ada puluhan makhluk buas yang tak jauh darinya. Namun, saat dia menyadari bahwa mereka terpenjara dan tak mungkin dapat menerkamnya, tubuhnya berangsur tenang kembali. Dia sempat beberapa kali menarik napas panjang sekadar untuk membantunya menurunkan ketegangan di dalam dirinya.
Setelah dia berhasil menguasai dirinya sendiri, gadis itu kembali memandang serigala-serigala di dekatnya, kali ini dengan seksama.
Jika dibandingkan dengan keadaan Fredrica saat ini, mereka terlihat sangat menyedihkan. Walau tertutupi oleh bulu-bulu cokelat pendek, dia bahkan tidak kesulitan untuk melihat bahwa mental mereka berada di ambang kehancuran. Tentu saja hal ini membuat Fredrica sedikit penasaran akan apa yang sebenarnya terjadi di sini.
Masing-masing dari mereka terikat kuat oleh rantai-rantai besi yang menyambungkan antara tiang besi yang menancap di sudut ruangan dengan leher mereka. Beberapa serigala memiliki tubuh yang jauh lebih kecil, ada yang memiliki perut buncit, dan sisanya terlihat normal dengan wajah yang penuh dengan luka.
Mereka benar-benar terlihat sangat menyedihkan.
Fredrica menghabiskan waktu beberapa jam dengan hanya duduk terikat pada tiang. Kedua tangannya yang terikat kuat di belakang membuat gadis itu tersiksa oleh rasa pegal. Dia ingin melepaskan semua belenggu yang membatasi pergerakannya. Namun, semua usahanya sia-sia.
Kemudian, di suatu waktu ...
"Manusia, betapa terlihat lezat dirimu di mataku." Suara yang tiba-tiba memggema memiliki nada yang serak dan berat, menyebarkan rasa takut ke setiap makhluk hidup di dalam ruangan luas itu.
Fredrica dapat merasakan betapa ketakutannya para serigala yang terkurung di dalam jeruji besi. Beberapa bahkan mengeluarkan isak tangis dengan tubuh gemetar dipenuhi rasa frustasi. Tentunya Fredrica juga merasakan hal yang sama persis dengan mereka. Apalagi saat dia menyadari bahwa suara itu muncul entah dari mana.
"Bagus sekali, bagus sekali. Aku bisa mencium kelezatanmu. Takutlah padaku dan jadilah makanan yang sangat lezat saat dihidangkan."
Makanan?! Apa aku akan dimakan? Fredrica bertanya khawatir dalam hatinya.
Sebelum dia sadar dengan makhluk macam apa dirinya berhadapan, leher Fredrica tiba-tiba terasa seperti tercekik oleh sesuatu yang panas. Gadis itu mulai merasakan sesak dan sakit seakan besi panas melilit lehernya begitu kuat. Dia meronta sekuat tenaga saat sensasi terbakar itu terasa semakin memperburuk keadaan.
"Argh! Akk-" Gadis itu mulai kehilangan kemampuannya untuk mengeluarkan suara saat batang lehernya mengeluarkan asap.
Tanpa perlu memikirkannya terlalu dalam, dia yakin bahwa ajalnya akan menjemput sebentar lagi. Menyelamatkan diri dari situasi seperti ini adalah hal yang benar-benar mustahil. Bahkan, kalaupun ada orang yang berhasil datang kemari sebagai penolong, menghadapi sosok yang tidak terlihat bukanlah perkara yang mudah. Lagipula, siapa yang mau repot-repot mencari dan menolong pendeta biasa sepertinya?
Fredrica sudah pasrah dengan kematiannya sendiri.
Namun, saat dirinya hampir kehilangan kesadaran akibat rasa sakit di lehernya, pintu ganda yang berada di belakang kursi-kursi kayu mulai terbuka dengan suara gemuruh yang keras. Menyadari bahwa seseorang memasuki ruangan besar itu, leher Fredrica tiba-tiba terbebas dari sesuatu yang menyakitinya.
Dia bernapas dengan cepat, berusaha kembali memenuhi kurangnya pasokan oksigen ke dalam tubuhnya.
Kedua bola matanya yang mulai meredup kini kembali mendapatkan cahayanya. Pada saat itulah, dia melihat sosok gadis kecil yang berjalan masuk ke dalam ruangan tempatnya berada. Fredrica sedikit tersentak saat berhasil mengidentifikasi seseorang yang kini semakin dekat ke arahnya.
Rambut panjangnya menampakan warna hitam pekat yang menunjukan kesan misterius sementara tangan kiri kurusnya menggenggam sebilah belati dengan warna yang sama. Kedua bola mata cokelat itu menatap tajam, beberapa kali bergerak ke berbagai arah seakan sedang melihat setiap detail tempat itu.
Penyerangan Hellhound seminggu yang lalu berhasil ditaklukan karena partisipasinya di garis depan. Semua petualang dan para pendeta peringkat tinggi sering membicarakannya di sela-sela waktu luang, mengatakan betapa luar biasanya sosok yang sekarang berdiri di hadapan Fredrica.
Dia adalah Sang Putri Iblis, seseorang yang mengambil andil besar saat amukan Hellhound hampir meratakan seluruh kota. Walaupun dirinya bukanlah sosok yang membunuh monster itu, orang-orang tahu bahwa keterampilannya yang luar biasa berhasil mencegah semakin banyaknya korban yang berjatuhan dari pihak para petualang dan pendeta.
Gadis itu adalah pahlawan yang berhasil menahan amukan Hellhound hingga Sang Pendeta dari ordo datang untuk membunuh monster kelas bencana tersebut.
Setelah memandang ke segala arah, kedua mata itu fokus menatap ke arahnya dengan pandangan tajam yang mengancam. Fredrica tertegun ketika bola mata mereka saling bertemu. Pandangan tajamnya terasa seakan menusuk dan siap mengoyaknya kapan saja. Hal ini membuat Fredrica tanpa sadar merasakan sensasi rasa takut yang aneh.
Setelah beberapa saat berlalu dalam keheningan, dia akhirnya menyadari bahwa ada sosok monster di belakang gadis itu. Bentuknya memang memyerupai serigala. Namun, tubuh dan gigi-giginya berada dalam ukuran yang sangat tidak normal.
"Mhh!"
Fredrica berteriak dengan panik, berusaha memperingatkan gadis berambut hitam itu tentang sosok yang mengendap-endap di belakangnya. Namun, suaranya tampak tidak dimengerti oleh Sang Putri Iblis. Walaupun begitu, Fredrica tidak akan menyerah dengan usahanya. Dia berteriak sekeras yang dia bisa agar gadis itu mengerti tentang bahaya yang mengancamnya.
"Manusia, bagaimana bisa ada manusia di desa orc?"
Di tengah teriakannya, Fredrica mendengar monster serigala raksasa berbulu cokelat di belakang gadis itu berbicara. Tentu saja hal ini membuatnya tertegun dan semakin merasa khawatir karena ini adalah pertama kalinya bagi Fredrica untuk mendengar ras lain yang dapat bercakap-cakap.
"Mana aku tahu. Lagipula, Fredrica, bagaimana kau bisa kemari?" Gadis berambut hitam itu memiringkan kepalanya seakan kebingungan.
Ah, dia masih mengingatku.
Mereka hanya pernah bertemu satu kali. Namun, Putri Iblis mengingat namanya dengan baik. Sebagai rasa hormat atas perlakuan spesial itu, dia ingin membalas ucapannya. Sayangnya, mulutnya sekarang terkunci oleh seutas kain hitam sehingga tidak dapat berbicara.
"Apa kau mengenalnya?" Monster serigala itu berbicara dengan nada yang datar.
"Apakah aneh jika seorang manusia memiliki kenalan dari ras yang sama?"
Dari ucapannya, Fredrica akhirnya sadar bahwa mereka dalam kelompok yang sama. Jadi, kekhawatirannya tentang penyergapan sebenarnya adalah hal yang sia-sia.
"Bukan begitu maksudku. Akan lebih baik jika kau tidak mengenalnya. Daging manusia itu cukup enak, kau tahu?"
Ucapan datar dari monster serigala di hadapannya membuat Fredrica kembali jatuh dalam keputusasaan. Dia tentunya sadar bahwa kata-katanya membawa kesan bahwa Fredrica hanya dipandang sebagai makanan, tidak lebih. Hal ini membuat dirinya kembali panik dan secara tidak sadar mulai memberontak. Namun, kata-kata dari gadis itu kemudian membuatnya sedikit tenang.
"Werewolf memiliki pemikiran yang agak berbeda dengan manusia, kurasa. Sekalipun aku tak mengenalnya, aku tak akan membiarkanmu untuk memakannya."
"Mengapa begitu?" Monster itu tampak keheranan.
"Tentu saja karena kami dari ras yang sama. Manusia memang seperti itu, kau tahu?"
Werewolf di sampingnya terlihat murung setelah mendengar kata-kata tersebut.
"Selain itu, lihatlah sekelilingmu."
Entah karena terlalu fokus padanya atau hal lain, serigala itu tampaknya baru menyadari bahwa Fredrica bukanlah satu-satunya orang di altar ini. Hal ini dapat dilihat melalui bagaimana pandangan matanya melebar saat dia mengalihkan tatapan menuju arah lain.
"Mereka semua?!"
Tanpa ragu makhluk itu mulai melompat ke arah altar. Namun, tangan kanan gadis berambut hitam di sampingnya dengan sigap meraih ekor serigala raksasa dan menariknya kuat-kuat sehingga mengakibatkan monster tersebut mengerang dengan suara yang aneh sebelum akhirnya terpental ke belakang.
"Kali ini apa lagi?!"
Serigala itu tampak menggeram marah dengan perlakuan buruk yang diterimanya. Namun, pada saat yang sama, serigala raksasa dan Fredrica yang masih terikat pada tiang besi menyadari ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di sana.
-----------
Senin, 25 Maret 2019
Pukul 02:07 PM
Note :
Maaf atas keterlambatanya (emang ada yang baca? Hiks).
Akhirnya tinggal satu part lagi untuk menyelesaikan bab 8 ini. Apakah itu artinya konflik akan selesai hanya dalam satu part? Tentu saja tidak! Pertarungan yang sebenarnya justru akan terjadi di bab sembilan. Sekadar tambahan, dikarenakan bagian "intermission" itu ada banyak, ku akan mulai memasukan intermission setiap tiga atau dua bab.