Chereads / RE:VERSE / Chapter 41 - 8.VII Membuang Tangan Kiri

Chapter 41 - 8.VII Membuang Tangan Kiri

Walaupun Fredrica sama sekali tidak mengerti dengan apa yang terjadi di hadapannya, dia tahu bahwa hal buruk telah menimpa Sang Putri Iblis. Bekas sayatan kecil di tangan kirinya dan darah yang mulai menetes menandakan bahwa serangan dari sosok yang tak dapat dilihat berhasil melukainya. Kemungkinan besar itu adalah makhluk yang pernah mencekiknya beberapa waktu lalu.

"Rasa sakit ini ... sebuah kutukan?!" Putri Iblis bergumam dengan nada yang sedikit khawatir.

Bahkan dengan mata yang masih sedikit gelap, Fredrica bisa tahu bahwa luka yang diderita oleh gadis itu bukanlah luka biasa. Garis-garis hitam mulai menyebar dari luka sayatan kecil di tangan kirinya dan sedikit mengeluarkan asap hitam pekat.

Di tengah kejadian yang sama sekali tidak dapat dimengerti, Sang Putri Iblis mulai meringis kesakitan. Gadis itu memegang bahunya untuk beberapa saat sebelum akhirnya mencabut belati hitam kedua dengan tangan kanan.

"Apa yang sebenarnya terjadi?!" Seakan memiliki perasaan yang sama dengan Fredrica, monster serigala itu mengeluarkan pertanyaan khawatir seraya berjalan mendekati Sang Putri Iblis. Namun, gadis dengan luka di tangan kirinya itu tiba-tiba membentak.

"Jangan mendekat! Kau akan langsung mati jika terkena serangannya!" Dia berteriak dengan suara yang keras.

Pandangan mata Fredrica melebar saat dirinya menyaksikan secara langsung bagaimana Putri Iblis menancapkan belatinya tepat ke arah persendian bahu kirinya sendiri tanpa ada perasaan ragu sedikit pun. Kengerian dan rasa sakitnya seolah dia alami saat gadis itu sedikit menjerit seraya menggertakan gigi tak kuasa menahan luka yang dia buat sendiri.

Belati hitamnya dia gerakan terus-menerus, mengoyak otot-otot dan persendian tangan kirinya. Di tengah erangan kesakitan yang diderita olehnya, Fredrica dapat melihat kedua bola mata cokelat gadis itu mulai meneteskan air mata. Walapun begitu, dia tetap mengoyak bagian tubuhnya sendiri dengan serampangan.

Aliran darah semakin deras keluar dari sela-sela daging yang hancur, mengalir membasahi singlet merah muda yang dia kenakan. Dagingnya terkoyak tak beraturan saat gadis itu terus-menerus menusuk bagian dalam bahunya. Lalu, setelah lukanya berhasil menembus hingga ke persendian dan hampir memutuskan lengannya, gadis itu membiarkan belatinya tetap menancap seraya meraih pergelangan tangan kirinya sendiri. Kemudian, tanpa ragu dia menarik lengan itu kuat-kuat seakan berusaha untuk mencabutnya.

Fredrica yang sudah tidak tahan lagi dengan apa yang dia saksikan memilih untuk langsung memejamkan matanya rapat-rapat. Dia tidak mau melihat bagaimana gadis itu menghancurkan tangannya sendiri. Namun, suara dari otot dan persendian yang robek serta erangan yang memilukan dari gadis itu saat tangan kirinya mulai tercabut masih sangat jelas terdengar olehnya.

"Kau sampai memotong tanganmu sendiri. Aku belum pernah melihat manusia segigih dirimu."

Suara itu terdengar lagi, suara menakutkan dari sosok yang tidak dapat dilihat. Nadanya terdengar sangat meremehkan seakan semua yang berada di dalam ruangan bukanlah apa-apa melainkan hanya makanan yang siap dia lahap kapan pun dia mau.

"Ugh, iblis sialan. Beraninya kau melukaiku!" Di tengah suaranya yang terengah-engah akibat rasa sakit yang dia derita, Sang Putri Iblis mengucapkan kata makian.

Perlahan Fredrica mulai kembali membuka matanya. Dia langsung menatap fokus pada sosok gadis berambut hitam yang jatuh berlutut di hadapannya. Tangan kanannya memegangi bahu kirinya yang hancur sementara lengan kirinya tergeletak begitu saja di lantai. Darah segar masih mengalir dengan deras dari luka robekan yang dia buat sendiri.

Pandangan dari bola mata cokelatnya mulai sayu akibat darah yang terus berkurang. Namun, Fredrica masih dapat mengenali aura kebencian dari tatapan tajam gadis itu.

"Kau bahkan sanggup mengidentifikasi diriku hanya dengan satu serangan yang aku tunjukan. Sebagai hadiah, aku akan membunuhmu tanpa rasa sakit!"

Kejadian selanjutnya tidak dapat dimengerti oleh Fredrica. Putri Iblis tiba-tiba melompat ke arah samping dengan seluruh tenaga yang dia miliki sesaat sebelum tempat di mana dia berpijak mulai hancur dengan suara gemuruh yang begitu keras.

Para serigala menjerit setengah menangis ketika tanah yang mereka pijak bergetar untuk beberapa detik. Bahkan serigala raksasa yang masih terdiam membeku di salah satu sudut ruangan menatap dengan raut wajah ketakutan.

"Menarik, menarik sekali! Kita lihat sampai berapa lama kau bisa bertahan dari seranganku!"

Suara itu kembali menggema sebelum ledakan-ledakan lain mulai terjadi di mana-mana. Kursi-kursi kayu, tanah, dan dinding-dinding kayu hancur dengan sendirinya sesaat setelah Putri Iblis menjadikannya sebagai tumpuan untuk melompat. Beberapa kali dia kewalahan sementara tangan kirinya terus mengeluarkan darah dan tidak menunjukan tanda-tanda akan berhenti mengalir.

Gadis itu beberapa kali melompat, berguling di tanah, dan tidak terhitung sudah berapa banyak tubuh kurusnya menghantam meja dan kursi kayu. Dia berlari dengan kecepatan di luar kemampuan manusia biasa, berusaha menghindari serangan-serangan yang tidak dapat dilihat. Namun, selincah apa pun dirinya dapat menghindar, tekanan darahnya yang menurun membuat Putri Iblis tak dapat mengelak salah satu serangan mematikan dari monster tak terlihat itu.

Dia terpental cukup jauh sebelum akhirnya berguling di tanah. Dengan posisi terlentang dan napas yang tersenggal-senggal, gadis itu terbatuk hingga mengeluarkan darah dari mulut dan hidungnya. Wajahnya yang pucat sudah lebih dari cukup untuk membuat Fredrica yakin bahwa dirinya kehilangan sangat banyak darah.

Apa dia akan mati?! Fredrica bertanya dalam hati.

"Perjuanganmu benar-benar sangat menghibur. Sebagai bagian dari penghormatanku padamu, aku perkenankan kau untuk menyebutkan namamu."

Suara mengerikannya kembali menggema di dalam ruangan hancur itu, seakan menyebarkan teror ke semua makhluk hidup di dalam sana.

"Ahah ... namaku? Kau akan langsung lari ketakutan jika mengetahui namaku."

Di tengah kematian yang semakin mendekat, Putri Iblis masih sempat untuk tertawa, mengejek, dan menyombongkan diri. Gadis itu bahkan menjawab pertanyaan monster tak terlihat itu dengan nada yang datar. Hal ini tentu saja membuat Fredrica merasa keheranan.

"Dengar baik-baik, kau mungkin bisa membohongi ras lain. Namun, aku dapat mencium bau ketakutan yang begitu pekat dari dirimu. Kau takut, bahkan untuk mengakuinya."

Mendengar kata-katanya, Putri Iblis kembali tertawa. Kali ini dia tertawa dengan suara yang lebih keras.

"Aku memang takut. Aku tidak mau mati di sini. Jujur saja, sudah lama aku tidak merasakan luka separah ini. Namun, ketakutanku terhadap-Nya masih jauh lebih besar!"

Sesaat setelah kata-katanya berakhir, tubuh kecil itu tiba-tiba melayang di udara, seakan seutas tali tak terlihat mengikat batang lehernya. Keadaannya yang sekarat sepertinya membuat Putri Iblis seakan pasrah dengan apa yang terjadi padanya. Dia hanya terdiam menggantung sementara darahnya masih terus menetes dari ujung sepatu kulit yang dia kenakan.

Fredrica cukup yakin bahwa semuanya sudah selesai. Dia tahu betul bahwa tidak ada apa pun yang menunggunya kecuali kematian. Namun, saat dia mulai kehilangan harapan, apa yang dia lihat di hadapannya membuat harapan Fredrica berangsur kembali.

Entah sejak kapan tangan kanan gadis berambut hitam itu menggenggam salah satu belati yang sempat dia jatuhkan, Putri Iblis mengayunkannya seakan menusuk udara kosong sejajar dengan posisi wajahnya. Selanjutnya, erangan kesakitan menggema begitu keras.

Cairan hitam pekat mulai merembes keluar dari ujung belati dan menetes ke tanah. Seketika itu juga bau busuk mulai menyengat memenuhi udara seakan ingin menghancurkan indra penciuman Fredrica.

Kemudian, tubuh kecil Putri Iblis kembali terlempar hingga menabrak tumpukan kursi kayu yang sudah hancur. Tubuh penuh darah itu berguling beberapa kali, meninggalkan bercak merah yang menodai potongan kayu cokelat di bawah tubuh kurusnya.

"Manusia sialan! Aku tidak akan memaafkanmu! Aku tidak akan memaafkan kalian semua!"

Bersamaan dengan suara keras penuh luapan amarah, sosok tubuh dengan tinggi hampir tiga meter perlahan muncul di hadapan mereka. Kedua tangan besarnya dipersenjatai dengan cakar panjang berwarna hitam pekat. Sosok besar berototnya benar-benar menyerupai seekor domba hitam bersisik yang memiliki postur tubuh layaknya manusia. Tidak lupa, dua buah tanduk hitam pekat dan gigi-gigi taring yang panjang tumbuh melengkapi wajah dombanya.

Seketika setelah melihat perwujudan dari makhluk yang sedang mereka hadapi, aliran keputusasaan mulai menyesakkan dada Fredrica. Tubuhnya seakan jatuh ke dalam jurang penderitaan yang abadi. Dia bahkan menggigil ketakutan dan tak bisa mengendalikan cairan yang mengalir dari mata dan hidungnya. Fredrica mulai berteriak, bercampur dengan teriakan histeris dari para serigala yang juga mengalami hal serupa dengannya.

"Aku akan menghadiahkan penderitaan yang panjang atas penghinaan ini! Jangan harap kau akan mati dengan mudah!"

Di tengah kegilaan akibat rasa frustasi, dia masih dapat mendengar kata-kata monster itu.

"Dosa-dosa melahirkan penderitaan, mengutuk Sang Pendosa ke dalam jurang penyiksaan abadi."

"Argh! Aakh!" Fredrica berusaha teriak saat aliran kegilaan hampir menghancurkan kejiwaannya. Dia berontak sekuat tenaga sehingga menimbulkan luka di permukaan kulitnya yang terikat rantai logam.

"Wanhoop of Illusion!"

Sesaat setelah kata-kata yang keluar dari mulut monster domba itu, pandangan Fredrica tiba-tiba gelap. Suara jeritan dari berbagai arah terasa menusuk telinganya begitu kuat. Lalu, saat semuanya menjadi hening dengan tiba-tiba, dia mendengar suara Putri Iblis untuk terakhir kalinya.

"Bingo ... "

Gadis itu sama sekali tidak mengerti dengan ucapan terakhir yang didengarnya. Lagipula, Fredrica tidak punya waktu untuk memikirkannya terlalu dalam karena setelah itu dia melihat sosok yang dicintai olehnya tengah dibakar di tiang pancang.

"Eh?! Ini ... Ibu?!" Dia melihatnya dengan mata kepala sendiri ketika Sang Ibu menjerit penuh kesakitan.

Fredrica berusaha lari untuk menyelamatkan ibunya. Namun, dia mendapati dirinya terikat pada sebuah tiang lain dan orang-orang mengelilinginya dengan membawa berbagai alat tani. Kemudian, tanpa sebab yang pasti, mereka mulai menusuk tubuh Fredrica dari berbagai arah.

Dia menjerit dengan sensasi rasa sakit luar biasa yang dideritanya. Tubuhnya memberontak sekuat tenaga sementara kedua bola matanya dipaksa untuk melihat bagaimana kulit dan daging Sang Ibu mulai mengelupas di tengah jeritan yang memilukan.

Gadis itu menangis, menjerit, dan meraung kesakitan di tengah-tengah gelak tawa penduduk kota yang terlihat puas. Tubuhnya yang hancur oleh benda-benda tajam membuat Fredrica berakhir dengan kematian yang tragis.

Dia pikir penderitaannya akan berakhir di sana. Namun, gadis itu kembali tersadar di tempat yang sama dengan tubuh yang kembali utuh. Kedua bola matanya juga dapat melihat dengan jelas bahwa Sang Ibu terikat kuat di hadapannya dengan tubuh yang juga kembali utuh. Kemudian, pembakaran dan penusukan beberapa waktu lalu terjadi lagi untuk kedua kalinya. Kali ini bahkan terasa jauh lebih menyakitkan dari sebelumnya.

Fredrica terjebak di dunia aneh itu sekitar empat tahun dan mengulangi semua siklusnya secara terus-menerus setiap hari.

-------

Minggu, 31 Maret 2019

Pukul 01:25 PM

Note : oh hey, heroine kita hampir mati. Makhluk macam apa yang tega melukai dan menghancurkan tubuh loli begitu banyak? Awas saja, murka Author di dalam sebuah karyanya itu levelnya sama dengan azab Tuhan di dunia nyata! Akan aku musnahkan semua makhkuk yang tega melukai loli hanya dengan sekali serangan!

Riwayat Penyuntingan :

• Senin, 29 April 2019