Alma menghela napasnya saat dirinya berdiri di salah satu pintu kayu dari rumah-rumah di sekelilingnya. Beberapa pasang mata memang mengawasinya dari balik rumah-rumah kayu lain. Namun, Alma tak memedulikannya dan memilih untuk mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membukannya dan masuk ke dalam.
Desain interior dari rumah sederhana yang memenuhi bidang pandangnya membuat Alma berhenti untuk beberapa saat. Cahaya dari tiga obor yang diletakkan di beberapa sudut membuat ruangan itu terlihat sedikit remang. Terpal yang dibuat dari kulit binatang menutupi sebagian kecil lantai kayu yang sudah rusak di beberapa bagian.
Pandangan mata Alma menatap pada tumpukan jerami yang dilapisi oleh terpal dari kulit seekor beruang. Tepat di atas tumpukan jerami tersebut, seorang anak lelaki terbaring tidak sadarkan diri dengan luka ringan di dadanya. Sementara itu, seorang gadis berambut pendek tengah duduk di sampingnya seraya mengompres kening lelaki tersebut.
Alma berjalan mendekatinya dan langsung duduk di samping gadis itu.
"Maafkan aku, hanya itu mantra penyembuh satu-satunya yang aku kuasai," keluh Alma kepada gadis di sampingnya yang tampak sibuk mengurus seorang lelaki di hadapan mereka.
Gadis itu menggeleng beberapa kali sebelum menjawab, "tidak perlu seperti itu. Aku tahu bahwa niatmu itu baik."
Dia menoleh ke arah Alma seraya berusaha tersenyum padanya. Melihat bagaimana respon gadis itu, Alma merasakan sesuatu yang aneh di dalam dadanya. Hal ini membuatnya kebingungan dan sedikit penasaran akan tubuhnya sendiri.
"Ah, aku hampir lupa," ucap Alma saat dia akhirnya mengingat alasan yang membuat dirinya datang kemari, "aku akan pergi menuju Desa Orc untuk mencari tanaman curcuma. Mereka bilang tanaman itu banyak tumbuh di daerah sana."
Mungkin karena dia sama sekali tidak tahu keadaan di hutan ini, gadis berambut pendek itu mengangguk ringan seraya mengucapkan beberapa kata tanpa mengkhawatirkan akan keselamatan Alma sedikit pun.
"Hati-hati dan jangan sampai tersesat. Kembalilah saat tengah hari agar kita bisa makan bersama." Dia kembali tersenyum saat melihat Alma yang mulai berdiri.
Setelah mendengar ucapan gadis itu, Alma memutuskan untuk segera melakukan perintah yang diberikan Sang Tuan padanya. Bagi dia, perintah orang itu adalah mutlak dan harus diprioritaskan di atas segalanya. Walaupun dirinya adalah seorang yang pemalas, tidak ada alasan baginya untuk mengesampingkan apa yang menjadi prioritas utamanya. Oleh karena itu, dia segera meninggalkan ruangan remang tersebut sesaat setelah kata-kata Hellen selesai diucapkan.
*****
Alma berjalan di tengah pemukiman werewolf, menatap ke bawah dan jatuh dalam pemikirannya sendiri. Gadis itu memandang kedua telapak tangan kecilnya, membuka dan menutup secara perlahan sekadar untuk merasakan sensasi dari gerakan sederhana itu.
Dia tampak tak peduli dengan tatapan permusuhan yang bersumber dari balik perumahan.
Sejak pertama kali datang ke dunia ini, dia sempat merasakan banyak sekali perubahan pada tubuhnya. Sosok iblis Fiora yang sejak awal memiliki tinggi hampir tiga meter --sedikit lebih kecil daripada iblis pada umumnya-- tentu saja sangat jauh berbeda dengan jasad Alma yang terbilang kurus dan kecil ini. Hal itu terkadang mengganggu gerakan-gerakannya hingga membuat keterampilannya dalam bertarung turun sampai batas tertentu. Namun, walaupun begitu, kemahiran Fiora sebagai iblis tingkat atas yang terjebak dalam tubuh Alma tetaplah menjadi sebuah ancaman yang tak dapat dianggap remeh bagi dunia fana.
Gadis itu menyadari bahwa tugas yang diperintahkan oleh tuannya hanyalah hal remeh. Orc adalah ras yang lemah dan bodoh. Seharusnya tidak ada masalah bagi Alma untuk datang sendirian dan membantai semuanya dengan tubuh kecil ini. Namun, entah kenapa instingnya terpicu oleh tanda bahaya yang tidak tahu dari mana asalnya. Tuannya juga mengatakan bahwa ada kemungkinan sesuatu mengendalikan orc dari balik layar.
"Apa kau akan pergi sekarang?"
Sadar akan suara asing yang memecah lamunannya, Alma menoleh ke arah sumber suara tanpa menghentikan langkahnya.
Di antara rumah-rumah kayu sederhana yang dibangun oleh para werewolf, beberapa pasang mata mengamatinya sangat fokus. Banyak dari mereka yang memandang ke arahnya, menunjukan tanda-tanda penasaran dan rasa takut di kedua bola mata masing-masing werewolf. Namun, karena Alma merasa bahwa mereka tak akan berani menyerang, gadis itu lebih memilih untuk mengabaikannya dan beralih memandang sosok yang berjalan di sampingnya.
Seekor serigala besar berjalan dengan empat kaki mengikuti langkahnya. Mata berwarna hitam pekat dan gigi-gigi taring dari makhluk itu seakan berusaha untuk mengintimidasi Alma. Namun, karena ras iblis resisten terhadap segala bentuk serangan mental, Alma tidak merasa terganggu dengan aura intimidasinya.
"Hn. Lebih cepat akan lebih baik, bukan?" Alma menjawab pertanyaan serigala itu.
"Ah, perkenalkan ... namaku Fang. Aku adalah Delta yang baru saja dipilih beberapa hari lalu."
Delta adalah sebutan bagi pemimpin terendah yang memerintah sebuah peleton khusus. Pasukannya terdiri dari tiga puluh ekor serigala. Mereka layaknya pasukan elit dari kawanan werewolf itu sendiri. Pemimpin yang disebut Delta tentulah harus serigala yang kuat dan sanggup memimpin pasukan dengan baik.
"Ada perlu apa denganku?" Alma bertanya tanpa basa-basi, tetap berjalan menuju luar desa dengan tatapan dari berbagai arah.
"Izinkan aku untuk ikut denganmu."
Mendengar kata-kata dari Delta, gadis itu menghentikan langkahnya. Dia tetap memandang lurus ke depan saat mulai bicara dengan nada dinginnya.
"Jalan yang akan aku tempuh sangatlah berbahaya. Aku tak mau membawa beban yang tidak perlu di pundakku."
Maksud dari kata-kata Alma menyiratkan bahwa Delta hanya akan mempersulit misinya. Tentu dia akan kerepotan jika harus juga melindung Delta ketika kondisinya tidak memungkinkan. Selain itu, Alma tak mau ada seorang pun yang tahu jika terjadi hal di luar prediksi sehingga membuatnya terpaksa melepas segel iblisnya. Maka dari itu, Alma menolaknya mentah-mentah.
"Kau tak perlu melindungiku. Mereka telah menculik pasangan dan anak perempuanku. Aku tidak bisa hanya diam di sini. Dendam ini harus segera digenapi."
"Dendam, ya?" Alma bergumam sesaat sebelum melanjutkan langkah kakinya.
Gadis itu tahu bahwa Sang Tuan memiliki ketertarikan dengan sesuatu semacam ini. Jika dirinya berhasil mengumpulkan beberapa informasi menarik dari serigala di sampingnya, seharusnya Sang Tuan akan memujinya. Menggunakan hal itu sebagai dasarnya, Alma mengungkapkan kalimat persetujuan.
"Terserah kau saja. Namun, akan aku peringatkan untuk terakhir kalinya. Ikut bersamaku berarti kematian." Walaupun dia menyetujuinya, Alma juga tak mau jika makhluk di sampingnya malah menjadi beban baginya.
Delta mengangguk penuh keyakinan, meninggalkan desa werewolf dengan semua semangatnya yang terpicu oleh balas dendam.
-------
Senin, 24 Desember 2018
Pukul 01:52 PM
Catatan : kupikir tak akan sempat apdet, ternyata sempat. Masih mentah dan akan direvisi terus-menerus.
Riwayat penyuntingan :
• Kamis, 27 Desember 2018
• Minggu, 30 Desember 2018
• Minggu, 14 April 2019