Perjalanan menuju desa orc berjalan dengan tanpa hambatan. Hanya dalam waktu kurang dari satu jam, Alma dan Delta sudah sampai di pintu gerbang kayu yang berdiri melingkari desa orc. Mereka berdua berdiri tak jauh dari pintu gerbang itu, menatap tajam ke depan untuk memastikan bahwa tidak ada jebakan di sana.
"Aku tahu kau kuat, tapi apakah melangkah lurus tanpa strategi itu bagus?" Delta kelihatannya sedikit khawatir.
Mendengar bagaimana Delta mengkhawatirkan apa yang dilakukan oleh Alma, gadis itu sedikit merasa terguncang. Baginya yang terbiasa menempati garis belakang ketika terjadi peperangan sama sekali tidak tahu metode dalam berperang. Semua yang dilakukannya sejak awal hanyalah menyerang membabi buta. Sama sekali tidak pernah menggunakan strategi-strategi yang rumit.
"Tenang saja. Orc sama sekali bukan ancaman bagiku." Walau Alma mengatakannya dengan nada yang datar, keringat dingin di dahinya mulai mengalir perlahan.
Dia tahu persis perbedaan kemampuannya dengan makhluk yang menjadi musuhnya ini. Hal tersebut tentu membuatnya meremehkan semua aspek yang ada. Baginya, selama itu orc, tidak akan ada hal-hal yang membahayakan hidupnya. Namun, menempatkan dirinya di posisi Sang Tuan, dia sadar bahwa kecerobohannya ini cukup memiliki risiko yang tinggi. Itulah sebabnya Alma menjadi khawatir dan sedikit takut.
Gerbang kayu yang berdiri di hadapan mereka tertutup rapat, menyembunyikan bangunan-bangunan kayu di dalamnya. Berbeda dengan desa werewolf, tempat ini benar-benar tidak dijaga oleh siapa pun. Tidak ada sosok orc yang berdiri di samping gerbang untuk menahan penyusup. Sesuatu seperti ini tentunya sangat jarang ditemui sehingga membuat perasaan Alma semakin tidak enak.
Setelah mengumpulkan seluruh keberaniannya dan mewaspadai segala bentuk penyergapan, gadis itu menendang pintu kayu yang memisahkan mereka dengan desa orc. Tidak disangka, kaki kecilnya dapat membuka pintu ganda itu tanpa banyak usaha. Tampaknya gerbang di hadapan Alma tidak dikunci sama sekali.
Kedua bola mata cokelatnya memandang ke segala arah, menangkap setiap bangunan kayu yang berdiri tidak beraturan. Dia memperhatikan segala sudut bangunan, berusaha mendeteksi makhluk-makhluk yang mungkin akan menyergapnya. Namun, tempat itu benar-benar tampak sepi. Tidak ada siapa pun di sana kecuali mereka berdua.
"Kosong?" Alma bergumam sedikit bingung.
"Apakah yang kita hadapi sudah semuanya? Atau mereka sedang pergi ke suatu tempat?" Delta juga merasakan kebingungan yang sama.
Beberapa menit mereka habiskan hanya dengan berdiri mematung dan menatap sekitar sebelum Alma memutuskan untuk kembali berjalan memeriksa desa tersebut. Dia melangkah dengan penuh kewaspadaan, menatap bergantian ke segala arah dengan tangan kanan memegang sebilah belati hitam.
Hampir semua bangunan yang mereka lewati terlihat menyedihkan dan terkesan akan roboh. Beberapa mengalami kerusakan cukup parah sehingga menampakan segala macam perabotan yang ada di dalam rumah melalui lubang-lubang rusak itu. Namun, tetap saja tidak ada seseorang di sana.
Setelah melewati beberapa rumah kayu dan berjalan cukup jauh ke dalam desa, sebuah bangunan kayu kokoh yang berdiri megah dengan ukuran yang bisa dibilang sangat besar menyita perhatian mereka berdua dari kejauhan. Alma sedikit takjub dengan sebuah tempat yang dipenuhi oleh ornamen-ornamen rumit di setiap dindingnya itu. Namun, setelah mereka semakin dekat, dia mengubah raut wajahnya kemudian.
"Kurasa ini adalah sebuah kuil. Apa mereka menyembah sesuatu?" Gadis itu bertanya dengan nada curiga.
Kuil adalah bangunan yang dikhususkan untuk menyembah makhluk yang dianggap lebih tinggi derajatnya daripada mereka. Bangunan ini merupakan tempat yang lumrah ditemui bahkan di Tartarus sekalipun. Tergantung siapa yang disembah oleh mereka, kuil akan mengalami beberapa penyesuaian. Namun, berbeda dengan Tartarus, karena dunia fana hanya memiliki satu kepercayaan, Alma menilai bahwa bangunan ini pastilah dipakai untuk menyembah Sang Dewi Cahaya. Hal inilah yang membuat Alma merasa sedikit kesal dan tersinggung.
Menyadari sosok di sampingnya sedang dalam suasana hati yang buruk, Delta sama sekali tidak berani untuk berbicara.
Mereka terus berjalan mendekati kuil tersebut seraya tetap memperhatikan bangunan-bangunan di sekitar yang mereka lewati. Kemungkinan bahwa musuh bisa menyergap kapan saja membuat Alma tidak mau menurunkan kewaspadaannya.
Tiba-tiba, saat mereka masih berusaha untuk memperpendek jarak dengan bangunan yang dicurigai sebagai sebuah kuil, suara tangisan bayi terdengar samar dari salah satu bangunan. Hal ini tentu saja menarik perhatian Alma dan Delta. Masing-masing dari mereka saling bertatapan sebelum akhirnya sepakat untuk mencoba memeriksa sumber suara terlebih dahulu. Alma dan Delta mengubah arah lalu melangkah melewati beberapa bangunan di samping kuil, berjalan dengan penuh waspada sampai berdiri tepat di depan pintu kayu yang tertutup rapat.
"Suara itu datang dari dalam, apakah kau yakin akan memeriksanya?" Delta bertanya dengan ragu.
Alma tentunya sadar bahwa suara tangisan bayi yang terdengar oleh mereka bisa saja merupakan sebuah jebakan. Kemungkinan besar para orc mencoba untuk menyergap di ruangan kecil itu hingga membuat Delta merasa khawatir. Namun, karena Alma sangat percaya diri dengan kemampuannya, dia memilih untuk tetap memeriksa ruangan tersebut.
"Tetaplah di belakangku dan waspada pada setiap detail kecil. Aku akan membukanya."
Dengan tangan kanan yang semakin erat menggenggam belati hitam, Alma menendang pintu di hadapannya dengan seluruh tenaga yang dia miliki. Hal ini membuat pintu kayu itu hancur berantakan dan langsung memperlihatkan seluruh detail yang sejak tadi tersembunyi di balik pintu tersebut.
Ruangan yang mereka masuki adalah sebuah tempat beralaskan tanah yang hanya memiliki sedikit perabotan. Tidak ada ornamen atau apa pun yang menghiasi tempat itu. Hanya ada sebuah karpet yang terbuat dari kulit seekor binatang berbulu cokelat yang digelar tepat di tengah ruangan. Di atas karpet tersebut, seekor orc bertubuh gempal dengan bulu cokelat terduduk pasrah seraya memeluk seekor bayi babi yang masih mengeluarkan isak tangis.
Tubuh gempal itu terlihat gemetar dipenuhi rasa takut. Alma yang dapat mencium bau dari ketakutan yang semakin mengental di hadapannya menghela napas malas dan memilih untuk menyarungkan belatinya.
"Berhentilah bertingkah seolah akulah monster di tempat ini." Gadis berambut hitam itu berbicara dengan nada yang datar.
Walaupun pada dasarnya Alma memang satu-satunya monster di tempat tersebut, tubuh fisiknya yang memang seorang anak manusia membuat dia tidak terima dengan kenyataan seperti itu. Dia lebih nyaman jika dianggap sedang berada di antara dua monster yang saling berhadapan satu sama lain. Entah kenapa hal sepele seperti ini membuat Alma merasa sedikit terganggu.
"Berbahagialah. Aku akan mengoyak tubuhmu dengan cepat sehingga kau tak akan menderita terlalu lama." Delta menggeram di belakang Alma, menunjukan gigi-gigi taringnya yang mengerikan.
Orc wanita di hadapan mereka tambah gemetar dan jatuh dalam ketakutan yang semakin kental ketika mendeteksi rasa haus darah yang diarahkan kepadanya.
Sadar bahwa serigala raksasa di belakangnya akan mengambil alih eksekusi, Alma mengangkat tangan kirinya sebagai tanda bahwa dia tak mengizinkan makhluk tersebut untuk menyerang. Gadis itu ingin menggali beberapa informasi terlebih dahulu dari orc betina yang terduduk gemetar di hadapan mereka berdua.
Pada awalnya Alma memang tidak terlalu tertarik kepada mereka. Namun, saat dia menatap wajah bayi yang tengah menangis di hadapannya, ada beberapa hal dan kesimpulan yang membuatnya menjadi tertarik. Oleh karena itu, dia mulai penasaran dengan kedua orc di hadapannya.
Bayi yang menangis di ruangan tersebut terlihat sama seperti bayi orc pada umumnya. Dia dipenuhi oleh bulu berwarna cokelat dan memiliki hidung serta telinga yang besar. Wajahnya benar-benar identik dengan seekor babi. Untuk beberapa alasan, Alma mengeluh dan merasa sangat kecewa.
Di dalam pikiran dan ingatan Almaria semasa masih hidup, dalam buku-buku yang keluarganya dapatkan dari pedagang keliling yang datang ke kediaman Marquis Canaria untuk menawarkan barang dagangan, werebeast digambarkan sebagai sosok manusia dengan beberapa ciri fisik layaknya binatang, terutama di bagian telinga dan ekornya. Hal ini tentunya membuat para anak-anak werebeast akan tampak sangat lucu dan cocok untuk dijadikan peliharaan. Oleh karena itu, Alma begitu bersemangat saat mereka akan menjalani misi yang berhubungan dengan werebeast. Namun, semuanya berakhir dengan kekecewaan saat dia bertemu dengan dua jenis ras dari golongan mereka.
Mereka jauh lebih identik dengan hewan daripada manusia. Hal yang mirip manusia hanya postur tubuhnya saja. Sisanya sama seperti hewan.
Alma mengeluh penuh rasa kecewa dengan kenyataan pahit ini. Dia sudah kehilangan minat dengan para werebeast.
"Bayi itu, dia bukan orc, 'kan?" Masih dengan suasana hati yang buruk, Alma mengeluarkan pertanyaan saat menyadari sesuatu yang aneh pada bayi di hadapannya.
Awalnya orc wanita di hadapan mereka tidak mau menjawab sama sekali. Namun, setelah mendapat intimidasi dari Delta yang terlihat sangat kesal, akhirnya dia menjawab dengan nada yang pelan.
"I-ini seekor brook," ucap wanita orc itu.
Mendengar kata yang asing, Delta dan Alma mengerutkan dahi. Lalu, mereka berdua memaksa wanita orc di hadapannya untuk menjelaskan.
Sederhananya, brook adalah gabungan dari dua jenis werebeast. Mereka adalah bayi-bayi orc yang terlahir dari rahim seekor werewolf. Hal ini membuat brook memiliki beberapa aspek orc sekaligus werewolf. Sebuah penggabungan dua jenis ras dengan tujuan untuk menciptakan ras yang lebih superior.
Seekor brook memiliki tubuh gempal layaknya orc. Namun, mereka memiliki taring dan cakar yang sangat kuat. Selain itu, stamina, efisiensi dalam penggunaan sihir alam, dan ketajaman kelima indra mereka berada pada level yang sama dengan werewolf. Mereka juga memiliki batas umur hingga seribu tahun dengan rata-rata kelahiran sebanyak tujuh sampai delapan ekor dalam satu tahun.
"Jadi, alasan kalian menculik werewolf betina adalah untuk melahirkan seekor brook?" Alma bertanya dengan sedikit penasaran dan antusias setelah mendengar penjelasan dari orc wanita itu.
Walaupun tubuhnya dipenuhi oleh rasa takut, makhluk itu mengangguk perlahan sebagai jawaban dari pertanyaan Alma. Jelas saja pengetahuan baru tentang dunia fana ini membuat Alma merasa senang.
Ketika dirinya mengetahui bahwa kelahiran dari dua jenis werebeast menciptakan jenis werebeast yang baru, ada kemungkinan bahwa suatu saat nanti akan terlahir werebeast dengan ciri fisik yang identik dengan manusia. Dia hanya perlu memaksa berbagai jenis werebeast untuk berhubungan dan membuat anak. Bagi Alma yang memiliki cukup kekuatan untuk mengintimidasi mereka, hal ini sangat mungkin terealisasikan dalam waktu dekat.
Dia mengangguk penuh dengan keyakinan. Namun, saat dirinya jatuh ke dalam pemikiran seperti itu, suara geraman penuh kemurkaan menghancurkan imajinasinya begitu saja.
"Kalian ... " Delta terlihat sangat marah. "Kalian memaksa pasangan dan anak perempuanku untuk melahirkan seekor brook menjijikan seperti itu?!"
Tanpa persetujuan dari Alma, Delta mengeluarkan cakar-cakarnya dan langsung melompat ke arah babi gempal yang reflek meringkuk seraya memeluk erat bayi brook dalam dekapannya. Dia tahu bahwa ajalnya akan datang tidak lama lagi. Tanpa sadar, makhluk berbulu cokelat itu mulai meneteskan air mata atas kematian yang akan segera datang menghampirinya.
-------
Senin, 25 Januari 2019
Pukul 06:00 PM
Keterangan : Masih mentah dan akan terus mengalami penyuntingan.
Riwayat penyuntingan :
- Sabtu 02 Maret 2019