Chereads / RE:VERSE / Chapter 11 - 3.I Sebuah Rencana

Chapter 11 - 3.I Sebuah Rencana

"A-Anda?!"

Seekor monster jatuh ke dalam keputusasaan saat aku mengacungkan Hecate ke arahnya. Sayap besarnya mengerut, seakan berusaha untuk menutup seluruh tubuh bersisiknya sebagai upaya perlindungan diri. Gigi-gigi taringnya yang sejak awal dia banggakan, kini terkatup kuat.

"Aku repot-repot memanggilmu karena ada sesuatu yang aku ingin kau lakukan." Aku berbicara datar padanya.

"Apa pun yang Anda inginkan, Yang Mulia."

Kepalanya menunduk sebagai tanda penghormatan. Namun, ukuran tubuhnya yang cukup besar membuatnya tetap lebih tinggi dariku. Yah, aku tak bisa menyalahkan demon hanya karena memiliki ukuran yang luar biasa.

Aku telah melakukan diskusi dengan Alma mengenai kendala identifikasi diri ketika menuju gerbang kota. Semuanya akan berjalan buruk jika kami melakukannya begitu saja. Untuk itu, sebuah metode tidak biasa aku pilih untuk mengakali hal ini.

Kami akan mengirim demon ke dalam kota untuk membuat huru-hara. Dengan begitu, ketika penjagaan perbatasan mengendur, kami akan masuk ke kota dan berpura-pura sebagai pahlawan yang kebetulan lewat. Kuharap langkah sederhana ini akan berjalan dengan baik dan membuat kami berada dalam posisi yang menguntungkan.

Kemudian, permasalahan selanjutnya adalah kemungkinan adanya seseorang yang mengenali kami di dalam kota. Yah, setelah mendengar banyak cerita dari Alma dan berdiskusi beberapa waktu, aku mendapati kenyataan bahwa kami berdua adalah orang yang cukup dikenal. Bukanlah hal mustahil jika ada yang mengenali kami hanya dengan melihat wajah.

Jalan keluar terbaik dari masalah ini adalah pindah ke tempat yang tidak mungkin dijangkau oleh orang-orang dari Ignis Kingdom. Melakukan perjalanan panjang dan berbahaya menuju negara musuh mereka --Cygnus Kingdom-- dan menjadikan tempat itu sebagai basis.

Sekitar dua puluh hari perjalanan kami lewati dengan berjalan kaki, terkadang harus melawan bandit dan monster-monster di sekitar hutan untuk bertahan hidup. Selain itu, berburu dan memakan daging-daging hewan buruan menjadi menu utama kami selama di perjalanan. Lalu, setelah melewati perjalanan yang panjang, kami memutuskan untuk beristirahat jauh di kedalaman hutan dan memulai persiapan rencana.

Malam sudah larut dan aku memutuskan pergi sendirian ke dalam hutan untuk memanggil salah satu demon. Sejauh ini, semuanya berjalan sesuai dengan apa yang aku harapkan.

Aku mulai menjelaskan rencanaku padanya dan menjanjikan untuk membebaskannya di dunia fana setelah urusan kami selesai.

"Tapi ingat, rahasiakan keberadaanku dari Lord Kimaris dan para demon lainnya, paham?"

"Hamba bersumpah atas nama mulia Anda, Yang Mulia. Namun, bolehkah hamba bertanya?"

Aku mempersilakan dia untuk berbicara.

"Apa alasan yang mendasari Anda pergi dari Tartarus dan meninggalkan kekaisaran? Dunia diliputi kekacauan akibat pertempuran tujuh kerajaan iblis."

Hal ini memang sudah disampaikan oleh Alma ketika kami memiliki waktu luang. Perebutan kekuasaan membuat mereka berperang antara satu dengan yang lainnya. Sifat ini memang wajar, semua makhluk hidup juga cenderung memiliki sifat yang sama. Jadi, tak ada yang perlu disalahkan atas hal ini.

"Tentu saja semua dibutuhkan untuk meraih takhta ketuhanan. Penaklukan dengan cara terang-terangan akan memancing Heaven God untuk bertindak. Dengan hilangnya aku dari kekaisaran, Heaven God pasti akan menurunkan kewaspadaanya."

Jawabanku terdengar cukup logis, bukan?

Dia mengangguk dalam dan memujiku dengan kata-kata mulia. Setelah percakapan di antara kami selesai, aku menyuruhnya melaksanakan tugas yang telah aku percayakan padanya ketika kami sudah dekat dengan gerbang kota. Saat dia yakin akan rencana ini, aku berbalik dan kembali menuju perkemahan. Tidak lupa, kukembalikan Hecate ke dalam magic storage milikku.

Ritual pemanggilan demon memang memiliki dua cara. Pertama, menggunakan jasad yang sudah ada dan mengunci jiwanya pada jasad tersebut. Kelebihannya ialah hanya membutuhkan jumlah mana yang sedikit. Metode ini aku gunakan ketika memanggil Alma kemari.

Metode kedua adalah memanggilnya secara langsung seperti apa yang baru saja aku lakukan. Walau jumlah mana yang digunakan jauh lebih banyak, keuntungan iblis yang terpanggil sepenuhnya memiliki tubuh fisik kuat dan kemampuan yang jauh lebih unggul.

Setelah berjalan lumayan jauh, sebuah api unggun kecil menyala di hadapanku, cukup untuk menjadi sumber penerangan di tengah hutan. Pepohonan besar menghalangi penglihatan, tapi itu tidak masalah bagi kami para iblis. Selama makhluk yang muncul adalah monster lemah seperti sekawanan werewolf yang menyerang kami tadi siang, gadis yang sedang duduk di hadapan api unggun pasti dapat membunuhnya dengan mudah.

Gadis itu menoleh ke arahku dengan tatapan tajam layaknya sebuah tombak. Rambut hitamnya terurai hingga pinggang, sedikit bergoyang saat hembusan angin ringan menerpanya. Tubuh kurusnya ditutupi oleh singlet berwarna merah muda sebelum kemeja hitam tipis lengan panjang dia pakai untuk menutupi pakaian dalam itu.

"Bagaimana?"

Gadis itu bertanya ke arahku sementara tangan kanannya tetap mengusap kepala seorang gadis lain yang tertidur pulas di atas paha kecilnya.

"Jauh lebih lancar daripada saat aku pertama kali bertemu denganmu."

Mendengar perkataanku, wajah gadis itu memerah menahan malu. Tubuhnya terhentak sedikit sebelum dia menundukan kepalanya sendiri, menatap rambut panjang cokelat yang terhampar di atas rok hitam yang dia pakai.

"Bagaimana keadaanya?" Aku bertanya tentang kondisi gadis yang tengah terlelap itu.

Alasan di balik kenapa kami membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai Cygnus Kingdom adalah karena kami membawa manusia dari gua para bandit. Awalnya aku ingin meninggalkannya dan membiarkannya mati dalam damai. Namun, reaksi Alma yang cukup tak masuk akal membuatku berubah pikiran dan memutuskan untuk membawanya sebagai eksperimenku terhadap Alma. Tidak disangka, Alma sangat menyayanginya layaknya hubungan di antara para manusia.

"Terus membaik, kurasa?"

Menurut Alma, dia menjadi gadis yang sangat murung setelah kejadian yang hampir merenggut nyawanya. Bahkan sampai pada titik dimana dia hampir gila karenanya. Namun, entah bagaimana, sosok Alma membuat gadis itu terus membaik dari hari ke hari.

"Apa kau ingin dia tetap bersama kita? Aku tidak keberatan jika kau menginginkannya."

Aku menawarkan kesempatan pada Alma. Namun, dia menggelengkan kepala seraya tersenyum.

"Tidak perlu. Penderitaannya sudah lebih dari cukup. Aku ingin dia hidup dalam damai, menikah, memiliki beberapa anak, dan hidup bahagia bersama keluarga kecilnya. Lebih baik carikan dia pekerjaan begitu kita sampai di kota."

Aku terdiam dengan kata-kata yang terucap dari mulut gadis itu. Sesuatu seperti ini belum pernah aku lihat sebelumnya. Iblis yang menyayangi makhluk dan khawatir terhadap orang lain selain dirinya. Benar-benar tidak masuk akal.

"Hm?"

Dia mengeluarkan desahan pelan saat menyadari keanehan dari sikapku. Namun, aku tidak membiarkan pemikiranku bocor dan menyembunyikannya dari Alma untuk sekarang. Suatu saat mungkin akan ada hasil yang bagus tentang ini. Aku akan menunggu sampai hari itu tiba.

"Tidak ada. Pagi sekali kita akan memulai rencananya, mengerti?"

Dia mengangguk dengan pasti, mengusap kepala gadis di pangkuannya, lalu terpejam untuk mengistirahatkan diri. Aku menyandar di salah satu pohon dan mulai terlelap.