Chereads / RE:VERSE / Chapter 14 - 3.IV Para Petualamg

Chapter 14 - 3.IV Para Petualamg

Almaria von Canaria berusaha bangkit berdiri dengan dua kaki mungilnya. Wajah putih dan rambut hitamnya telah basah oleh keringat dan darah yang menetes. Noda merah tercetak di hampir sekujur tubuhnya, menampilkan kesan bahwa dia telah bertarung mati-matian hingga titik darah penghabisan. Sosoknya terengah-engah, sedikit membungkuk akibat rasa sakit dan kelelahan yang dideritanya.

"Apa kau sudah menyerah?" Hellhound berbicara dengan suara yang mendengung, terdengar serak dan membawa hawa kematian.

"Tch!"

Alma meludah sebelum kembali melesat ke arah demon bersisik di hadapannya, menghantamkan belati hitam miliknya pada kulit demon itu dengan seluruh tenaga yang dia miliki. Namun, sisik-sisiknya yang terlampau keras sama sekali tak bisa dilukai.

Saat Alma terhuyung karena pengaruh dari hantaman luar biasa yang dia bebankan, cakar-cakar dari Hellhound mulai melesat menuju tubuh kurusnya, siap untuk mengoyak sosok Alma menjadi gumpalan daging hasil penjagalan. Namun, hanya sepersekian detik sebelum tubuhnya hancur oleh cakar-cakar tajam milik Hellhound, casting mantra dapat terdengar menggema di udara.

"Grimoire bab dua ayat ketiga : Barrier!"

Pola sihir dengan warna yang terang tiba-tiba muncul dari udara kosong di antara Alma dengan Hellhound, membuat kuku-kuku tajamnya gagal mengoyak tubuh Alma dan berakhir dengan benturan keras pada pola sihir tersebut. Sayangnya, ayunan dari tangan bersisiknya masih cukup kuat untuk menghempaskan barrier bersamaan dengan Alma.

Gadis berambut hitam itu kembali menabrak dinding kayu dengan begitu keras, membuatnya mengeluarkan pekikan kesakitan saat tulang-tulang keringnya terasa retak. Lalu, tubuh kecilnya jatuh tersungkur menghantam tanah. Dia terbatuk beberapa kali sementara darah segar kembali mengalir dari mulut dan hidungnya.

"Grimoire bab dua ayat pertama : Light Ball."

Seberkas cahaya berwarna putih melayang jauh di atas langit, seakan memancarkan sebuah harapan di tengah keputusasaan atas musuh yang mustahil untuk dikalahkan.

"Kau tidak apa, Nona?"

Masih dengan pandangan yang berkunang-kunang, Alma menatap pada sosok manusia terbalut jubah berwarna cokelat pudar. Tangan kanannya memegang sebuah staff sementara tangan kirinya menggenggam sebuah buku aneh yang terlihat kuno. Sekilas Alma langsung tahu bahwa seseorang yang berdiri di hadapannya adalah seorang Wizard.

Wizard merupakan kelas lanjutan dari Acolyte. Berbeda dengan Mage, mereka adalah orang suci yang banyak menghabiskan waktunya di kuil untuk mempelajari sihir suci dari surga. Kebanyakan Wizard memang menggenggam sebuah staff tapi bagi mereka yang sudah ahli, staff menjadi perlengkapan yang tidak perlu. Namun, sebuah buku yang disebut grimoire tetap harus mereka genggam karena itu adalah syarat penggunaan sihir suci.

"Hn." Alma mengangguk atas pertanyaan wizard tersebut seraya berusaha untuk kembali bangkit. "Terima kasih sudah menolongku."

"Jangan memaksakan diri. Aku sudah memberi sinyal pada para petualang. Sebentar lagi mereka pasti kemari." Wizard itu membelakanginya, memandang tajam pada Hellhound yang berdiri tidak terlalu jauh dari mereka.

Sebenarnya, posisi Alma dan wizard masih berada dalam jangkauan ma'ai dari Hellhound. Namun, untuk alasan yang tidak diketahui, makhluk itu sama sekali tidak menyerang.

"Akhirnya permainan akan bertambah menyenangkan. Aku akan memakan kalian berdua sebelum manusia lain datang kemari." Sang monster berbicara dengan nada merendahkan.

"Jangan harap kau dapat melakukannya dengan mudah!" Lelaki berjubah itu membalas tanpa kenal takut.

Alma beberapa kali terbatuk sebelum akhirnya dapat mengeluarkan suaranya.

"Berhati-hatilah, dia sangat kuat."

Sang Wizard mengacungkan staff miliknya dan mulai kembali membaca tulisan-tulisan yang terukir di dalam bukunya.

"Grimoire bab tiga ayat pertama : Barrier!"

Berbeda dengan mantra yang dia gunakan untuk melindungi Alma, mantranya kali ini menghasilkan lima pola sihir berwarna putih menyilaukan yang masing-masing tercipta di sekitar tubuh Hellhound. Barrier-nya membentuk sebuah bangun kubus dimana Hellhound berada di dalamnya. Makhluk itu layaknya seekor anjing yang tengah terkurung.

"Apa kau pikir dapat menangkapku dengan mantra lemah semacam ini?"

Wizard sedikit menyunggingkan senyum atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Hellhound.

"Tentu saja tidak." Dia kembali membuka grimoire-nya, membalik beberapa halaman dan mulai membaca tulisan-tulisan yang terkandung di dalamnya. "Grimoire bab empat ayat pertama : Spear of Light!"

Puluhan tombak cahaya yang tercipta dari ruang kosong mulai melesat menuju barrier dengan kecepatan yang sulit untuk dilihat oleh mata telanjang. Tombak-tombak cahaya itu menembus barrier alih-alih menghantamnya lalu mulai merobek kulit keras Hellhound dan menusuknya di beberapa bagian tubuh bersisik itu.

Demon mengerikan meraung penuh murka saat tombak-tombak cahaya berhasil melukai dirinya. Kulit bersisiknya kini hancur di beberapa bagian, meninggalkan luka terbuka yang mengoyak dagingnya. Cairan berwarna hitam pekat mengalir dari sela-sela luka yang dialaminya, menyebarkan bau yang teramat busuk ke segala penjuru kota. Namun, dia masih belum meregang nyawa.

"Beraninya makhluk rendahan sepertimu melukai tubuhku!" Hellhound menggeram penuh murka, menatap wizard di hadapannya.

Beberapa saat setelahnya, orang-orang mulai bermuculan ke daerah tersebut. Sebagian besar menggenggam sebilah pedang. Namun, ada juga yang membawa peralatan tempur lain seperti kapak, belati, panah, dan lain sebagainya. Hampir semua orang mengenakan armor kulit di luar pakaiannya, fokus menatap pada monster yang terluka di jalanan.

Mereka adalah apa yang orang bilang sebagai para petualang. Sebuah jenis pekerjaan mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan popularitas dan kekayaan.

"Whoa lihat itu! Sepertinya anjing manis ini sudah hampir mati."

Salah satu petualang mulai mengejek pada Hellhound yang terluka. Setelah itu, ejekan-ejekan lain mulai meramaikan suasana kota yang masih terbakar.

"Tch! Bau sekali." Beberapa orang tampak mengemukakan persetujuannya atas pernyataan salah satu dari mereka.

Menyadari bahwa posisinya sudah tidak menguntungkan, Hellhound mengucapkan kalimat-kalimat yang kemungkinan besar adalah mantra para iblis.

"Kutukan dari sabit penyucian dosa membawa Sang Pendosa kembali ke dalam jurang penyiksaan. Penyiksaan abadi membakar dosa-dosa dalam panasnya api neraka. Niveli Dytë Magic : Regenerate."

Mantra iblis adalah mantra yang masih sering dianggap tabu oleh pihak kuil karena sifatnya yang berlawanan dengan sihir suci. Sementara sihir suci bertujuan untuk melindungi, mantra para iblis justru sebaliknya, tujuan dari mantra itu tidak lain adalah untuk menyiksa makhluk hidup.

Luka-luka di tubuh Hellhound mulai menyusut dengan cepat hingga hanya menyisakan bekas luka sayatan. Tubuhnya kembali bugar seakan tak pernah mengalami serangan sama sekali.

"Hei apa-apaan itu? Dia bisa menggunakan sihir penyembuh?"

"Jangan biarkan dia lolos, serang!"

Teriakan peperangan mulai menggema di langit. Para petualang yang sadar bahwa ini adalah kesempatan terbaik untuk menyerang mulai berlarian ke jalanan, masuk ke dalam ma'ai Hellhound dan siap untuk mencabik-cabik tubuh monster itu. Namun, casting mantra dapat kembali terdengar beberapa langkah sebelum mereka sampai pada tubuh demon yang masih terjebak di dalam barrier.

"Api penyucian dosa menyala dengan abadi, membakar jiwa-jiwa yang tersesat hingga tiga dunia menggenapi sumpah. Hellfire."

Sebuah lingkaran sihir berwarna merah pekat terbentuk di antara keempat kakinya, sedikit mengeluarkan kilatan listrik berwarna merah. Lalu, semburan api memancar bagaikan darah yang mendidih, mengisi setiap bagian dalam barrier milik Sang Wizard hingga suhu ruangannya naik dengan pesat.

"Argh! Panas!"

Semua petualang reflek melangkah mundur akibat badai panas yang menyambar kulit-kulit mereka. Cahaya merah darah menyilaukan bidang pandang, seakan mengamuk di hadapan orang-orang. Lalu, retakan-retakan pada dinding sihir milik Sang Wizard membuat gelombang panas semakin menyengat.

"Gawat, sihirku ... semuanya, menjauh dari sana!" Wizard memberi perintah saat menyadari bahwa barrier-nya tak sanggup menahan amukan api dari mantra para iblis.

Kepulan uap panas seakan melelehkan barrier yang tercipta, siap untuk meledak kapan saja. Retakan semakin membesar, menyemburkan api berwarna merah darah dari sela-sela retakan itu. Lalu, ledakan besar diikuti semburan api ke segala arah menghempaskan semua orang yang berdiri di dekatnya, menghancurkan tubuh beberapa orang hingga bentuk yang tak bisa dikenali.

Alma terhempas cukup jauh, menabrak bangunan kayu yang terbakar hingga tubuhnya terselip ke dalam salah satu ruangan. Beberapa potongan kayu menancap di perut dan tangan kirinya, mengoyak daging halusnya yang mulai mengalirkan sejumlah darah dan langsung mengotori lantai kayu itu.

"Dasar makhluk bodoh." Alma mendecakkan lidah karena kesal seraya mencabut benda-benda tajam yang mengoyak tubuhnya. Sosok kecilnya menyandar di dinding bangunan tersebut. Dia seakan tak peduli dengan luka terbuka di tangan kirinya yang membuat sedikit tulang putihnya bersentuhan dengan udara.

Majikannya menginginkan agar Alma mendapatkan pesona yang baik saat mereka tiba di kota. Hal ini bertujuan agar Alma bisa cepat naik peringkat saat mendaftarkan diri di guild petualang dan mendapat prioritas jika ada informasi penting tentang dunia ini. Jadi, mereka memutuskan untuk menunjukan sedikit aksi antara dirinya dengan iblis yang merusak kota guna meraih gelar pahlawan penyelamat dan mengukir namanya di dalam sejarah kota ini.

"Jika semua orang mati, siapa yang akan menjadi saksi?!" Lagi-lagi Alma mengerang marah. "Monster itu bahkan merusak pakaian manis yang sudah susah payah aku pilih."

Alma memandangi kemeja hitamnya yang sedikit robek dan sangat kotor. Dia memilih pakaian itu saat dirinya berada di dalam gua para bandit. Menurutnya, ini adalah pakaian manusia terbaik dan sangat nyaman ketika dipakai. Oleh sebab itu, dia sangat mencintai pakaiannya.

Alma mulai bangkit berdiri tanpa mengalami kesulitan yang berarti. Rasa sakit yang dideritanya merupakan hal yang biasa bagi para iblis. Jadi, sejak awal sebenarnya dia sama sekali tidak terlalu kesakitan walaupun menurut sudut pandang manusia, gadis itu sudah bertarung mati-matian dan hampir meregang nyawa.

"Yah, aku harap ada penjahit yang masih hidup di kota ini." Dia bergumam dengan nada sedikit berharap kemudian melangkah keluar dari bangunan tua itu.