Gilbert van Guard terduduk merenung di dalam penjara bawah tanah dengan tubuh yang dipenuhi luka. Semua semangatnya untuk hidup kini telah terenggut sepenuhnya. Cita-citanya untuk menghancurkan setiap sudut dari kerajaan sudah pecah sejak dia berhasil lolos dari monster yang menyerupai manusia.
Lelaki itu berlari ke tengah hutan dengan sembarang, mengayunkan pedangnya tanpa tahu arah dan tujuan. Siang dan malam, hujan maupun terik, dia lalui tanpa pernah beristirahat. Gilbert meraung hampir gila dengan pengalaman penuh kengerian yang berhasil dia lalui beberapa hari lalu.
Sekitar lima hari ia lalui dengan berlari melewati hutan hingga akhirnya dia sampai pada suatu tempat terbuka yang ditumbuhi rerumputan. Jauh di hadapannya, sebuah benteng kokoh membentang sangat megah, memunculkan segaris senyuman tipis pada sudut bibir Gilbert yang menyedihkan.
Dia berlari pontang-panting, mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya pada kaki-kaki menyedihkan yang dipenuhi luka akibat sayatan dari rerumputan liar sepanjang jalan yang dia lalui. Secercah harapan mulai menerangi relung hatinya yang dipenuhi oleh kegelapan pekat.
Gilbert berteriak penuh semangat saat dua orang penjaga gerbang mulai menyadarinya.
Namun ...
Sudah tiga hari ini dia dijebloskan ke penjara bawah tanah sebagai seorang penjahat yang mengancam kedamaian kerajaan. Pedang kerajaan yang dibawa olehnya menuntun Gilbert pada sebuah musibah yang tak dapat dihindari. Mereka mengenalinya sebagai seorang penjahat yang sudah lama dicari oleh pihak kerajaan dan merupakan salah satu orang dengan harga kepala yang tinggi. Jadi, mereka memenjarakannya tanpa mau mendengarkan segala bentuk penjelasan atau alasan yang mendasari kenapa lelaki itu sampai datang kemari. Hal yang mereka pikirkan hanyalah uang.
Sejenak Gilbert terpikir akan istrinya di ibukota dan satu-satunya putra yang dia sayangi. Lelaki itu tahu bahwa dirinya akan diarak menuju ibukota dan dijatuhi hukuman mati di depan ribuan pasang mata. Bahkan istri dan anaknya mungkin akan menyaksikan orang menyedihkan ini dipenggal dan menanggung malu dari orang-orang untuk seumur hidup.
Memikirkan hal ini membuat Gilbert meneteskan air mata.
Kenapa orang sepertiku selalu mendapatkan nasib buruk?
Gilbert menggeretakan gigi-giginya di tengah rasa takut dan kecewa yang dia alami.
Aku harap suatu saat ada makhluk yang akan menghancurkan dunia menyedihkan ini.
Sekelebat bayangan dari seorang gadis bertopeng memenuhi kepalanya, membuat Gilbert kembali jatuh ke dalam keputusasaan.
Apapun makhluk itu, walau dia undead sekalipun, aku rela mencium dan menjilati kakinya jika tujuan dia memang untuk menghancurkan dunia.
Dalam keputusasaanya, Gilbert memohon sebuah harapan kecil sebelum dirinya mati. Dia ingin melihat seluruh makhluk jatuh dalam penderitaan yang sama dengan dirinya dan mati dalam keputusasaan. Keadilan yang tidak pernah datang padanya membuat Gilbert sangat membenci segalanya.
Lalu, sebuah pemikiran radikal tiba-tiba berkelebat memenuhi kepala pria menyedihkan itu.
Untuk apa menjadi budak seseorang jika diriku sendiri mampu melakukannya?
Di tengah penyesalan dan rasa takutnya, Gil merasakan sebuah sensasi aneh dan suara-suara yang begitu banyak.
Untuk apa dunia ini tetap ada jika orang-orang baik menderita?
Siapa yang harus disalahkan?
Dewa dan Dewi? Dunia ini?
Gilbert mengepalkan jari-jarinya begitu kuat, berusaha mencapai sebuah kesimpulan yang memuaskan hasrat dan kebenciannya.
Tidak, Pencipta adalah satu-satunya yang patut untuk disalahkan.
Lalu, apa yang bisa aku perbuat untuk memperbaiki semua itu?
"Ambil ... ambil ... ambil ... "
Tubuh Gilbert gemetar saat kemurkaannya mulai tumbuh semakin kuat. Lelaki itu berbalik seraya memukul-mukulkan tangan kanannya pada dinding tanah di hadapannya. Semakin lama semakin kuat, menghancurkan dinding tanah bersamaan dengan tangan kanan Gil.
Daging-daging mulai terkoyak, meneteskan cairan kental berwarna merah yang mulai membasahi tangan kanan dan tempat dimana dia memukul. Tulang-tulang putih pucatnya sedikit menampakan diri, menonjol di antara serat-serat otot yang hancur akibat benturan secara berulang-ulang. Namun, Gil tampaknya tidak peduli akan hal itu.
"Ambil! Ambil! Ambil!" Dia mulai berteriak. "Ambil semuanya! Ambil apa pun yang bisa aku ambil! Semuanya akan menjadi milikku!"
Raungannya semakin kencang saat sebuah lingkaran sihir berwarna merah tiba-tiba bersinar terang tepat di bawah kakinya. Dia berteriak histeris, merasakan tubuhnya seakan terbakar oleh api yang tidak terlihat. Bola matanya hanya memperlihatkan warna putih saat cairan merah pekat mulai mengalir dari sudut-sudut mata itu.
Gilbert berguling di tanah seraya memegangi kepalanya, menjerit kesakitan atas penderitaan yang dia alami.
Pori-porinya mulai memerah saat butiran-butiran darah memaksa untuk keluar, membuat luka sayatan yang tak terhitung jumlahnya pada kulit cokelat itu. Gil semakin menjerit dan meronta saat segala sensasi yang lebih buruk dari kematian itu menyerang tubuhnya. Cairan berwarna merah pekat terus mengalir keluar, membuat tubuh itu layaknya tenggelam dalam darahnya sendiri.
Sekitar satu jam dia meraung di dalam penjara bawah tanah yang pengap itu tanpa ada seorang pun yang memedulikan. Segala macam kegaduhan yang dia timbulkan seakan tak dapat didengar oleh orang lain, membuat siapa pun tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam ruangan itu.
Raungannya perlahan melemah, menyisakan isak tangis dan sisa-sisa napas yang terdengar sangat berat akibat dari rusaknya tenggorokan Gil setelah meraung sekuat yang dia bisa. Mulutnya dipenuhi oleh darah yang mengering. Begitu pula dengan sekujur tubuh dan satu-satunya kain lusuh yang dia pakai.
Di tengah kesadarannya yang mulai memudar, suara tawa yang berat mulai dapat terdengar menggema. Lingkaran sihir yang tergambar di atas tanah kini mulai pecah menjadi butiran-butiran cahaya berwarna merah pekat sebelum akhirnya lenyap begitu saja.
"Niveli Tretë Magic," gumam Gil dengan susah payah di tengah penderitaanya, "Regenerate."
Seluruh luka yang dideritanya mulai menutup dengan sangat cepat hingga tak ada sedikit pun goresan yang tersisa. Kini hanya bercak-bercak darah mengering yang melumuri seluruh tubuhnya.
Gilbert sudah tak merasakan sakit lagi.
Lelaki itu mulai bangkit berdiri seraya menatap kedua telapak tangannya.
"Jadi inikah kekuatan penghancur yang sebenarnya? Pengetahuan tentang dunia dan seluruh metode efisien ini? Apa seluruhnya milikku?" Gilbert masih tak percaya dengan sensasi yang dirasakan olehnya.
Tangan kanannya menggenggam salah satu batang logam yang menjadi material penyusun jeruji besi di hadapannya. Lalu, tanpa sedikit pun menunjukan kesulitan, Gil menariknya hingga bengkok dan patah layaknya terbuat dari lilin. Tampaknya kekuatan yang tak terukur telah mengalir ke seluruh tubuhnya.
Gilbert tertawa dengan keras layaknya orang yang sudah kehilangan kewarasannya.
"Tidak salah lagi! Inilah jawaban atas busuknya dunia ini. Ambil! Ambil! Ambil! Ambil semua yang bisa aku ambil! Dunia ini adalah milikku seorang!"
Tangan kanannya terangkat ke arah langit-langit sesaat sebelum dia kembali mengucapkan sebuah mantra tingkat tinggi.
"Niveli Tretë Magic : Razrusheny!"
Mantra yang dipakai olehnya merupakan mantra tingkat legenda jenis kegelapan. Mantra tersebut memiliki tiga tingkatan dasar dan apa yang dia rapalkan merupakan tingkat tertinggi yang tidak semua makhluk dapat menggunakannya. Sebuah mantra yang berada pada tingkat sembilan dari total sepuluh tingkatan mantra. Salah satu kemampuan yang seharusnya tidak dapat dicapai oleh seorang manusia.
Mantra Razrusheny berarti sebuah kehancuran mutlak. Siapa pun yang merapalkannya akan memiliki wewenang untuk mengubah konsentrasi mana yang dimilikinnya untuk memicu sebuah kompresi pada udara hingga tekanan yang sangat kuat lalu menyuntikkan sejumlah mana tepat di pusat kompresi sehingga menciptakan daya ledak yang luar biasa kuat hingga radius lima kilometer.
Sebuah mantra yang memiliki daya rusak luar biasa dan sanggup membunuh ribuan makhluk sekaligus.
Pola sihir yang terukir di dinding langit-langit mulai berputar dengan sangat cepat seraya mengecil hingga membentuk sebuah titik merah yang menyala. Lalu, tanpa ada jeda dari aktivasi mana yang cukup kental itu, sebuah ledakan mengerikan menggema dengan suara yang bahkan sampai ke kedalaman hutan hingga membuat burung-burung mengepakan sayap untuk menjauh.
Bangunan-bangunan kayu terpental ke langit, menghempaskan seluruh manusia yang berada di dalamnya. Tidak peduli apakah itu orang tua, wanita, maupun anak-anak, tubuh mereka terkoyak dan hancur menjadi butiran-butiran kecil karena tak sanggup untuk menahan daya ledak dari mantra tingkat sembilan. Segalanya terhempas layaknya debu di hadapan kekuatan luar biasa yang dipancarkan oleh mantra razrusheny.
Gilbert mendapati dirinya berdiri di pusat kawah yang dia ciptakan. Bola matanya memandang ke segala arah, menatap puing-puing dari bangunan rusak yang bercampur dengan potongan-potongan daging manusia berserakan di sekitar kawah ledakan.
Beberapa potong kepala yang hancur, tangan, jari-jari kaki, dan tulang-tulang dari penduduk kota sama sekali tak membuat Gilbert merasakan penyesalan. Sebaliknya, pria itu malah tertawa senang dengan apa yang sudah dia perbuat.
Gil menghentakkan kakinya dengan kuat, melompat begitu tinggi hanya dengan kekuatan dari kaki-kaki kurusnya. Kedua bola matanya memandang seluruh penduduk yang tengah berlarian menuju gerbang kota. Sebagian kecil dari mereka mengalami luka terbuka yang cukup parah, berusaha tetap berlari untuk menyelamatkan diri. Bahkan lelaki itu mendapati seorang anak kecil yang sudah kehilangan kaki dan tangan kanannya tengah menangis histeris di tengah jalanan sementara orang-orang tak sengaja menginjaknya karena panik.
"Benar-benar orang barbar yang menyedihkan." Lelaki itu merasa sedikit kesal atas berbagai macam kelakuan dari para penduduk yang panik.
Gil kembali melompat sesaat setelah kakinya menginjak tanah. Namun, arah lompatannya kali ini membuat lelaki itu memperpendek jarak menuju sekelompok penduduk yang berlarian menjauhinya. Dia menggenggam tangan salah satu dari mereka dengan cengkraman yang lebih dari cukup untuk menghancurkan tulang-tulang tangan itu, lalu menghempaskannya menuju bangunan kayu yang berdiri kokoh sepanjang jalan.
Semua orang menjerit histeris atas kejadian singkat yang terjadi di depan mata kepala mereka seraya semakin merangsek berusaha menjauhi sosok Gil yang dinilai sangat berbahaya.
"Kalian milikku! Kalian milikku!"
Lelaki itu melesat dengan sangat cepat, mencengkram setiap orang yang ada didekatnya lalu membanting tubuh mereka pada penduduk yang lain hingga hancur berlumuran darah. Dia bahkan tidak peduli apakah targetnya adalah perempuan atau anak-anak. Semuanya sama di mata Gil.
Tangan kanannya beberapa kali melakukan pukulan yang diperkuat oleh konsentrasi mana, membuat hantaman dari ayunan tangan kanannya menembus setiap tubuh penduduk kota di sekitarnya. Tidak sedikit juga tendangan dan cengkraman kuatnya mengoyak siapa saja tanpa pandang bulu.
Gilbert tertawa gembira bermandikan darah dan daging dari penduduk kota seraya terus melakukan pembantaian secara membabi buta. Bahkan prajurit dengan armor full plate tidak sanggup menahan serangan tangan kosong darinya. Logam-logam yang melindungi mereka ikut terkoyak dengan mudah.
Casting mantra dari para mage sama sekali tidak mempan terhadapnya. Segala jenis elemen yang dilancarkan pada dirinya tidak ada satu pun yang mampu untuk menggores tubuh itu. Sebaliknya, Gilbert meremas, memukul, dan menendang para mage hingga tubuh-tubuh itu hancur tak berbentuk.
Setelah puas membantai para penduduk kota, Gil berdiri mematung di tengah alun-alun yang sepi. Dia terus mengalihkan pandangan menatap mayat-mayat yang hancur bergelimpangan mengotori jalan seraya tersenyum puas akan apa yang sudah dia lakukan terhadap kota itu.
"Akhirnya ... " Gilbert mengepalkan kedua tangannya. "Akhirnya semua orang akan merasakan penderitaan yang sama denganku!"
Dia meraung penuh sukacita.
"Jangan harap kalian bisa lolos! Tak satu pun dari penduduk kota ini yang akan pergi hidup-hidup!"
Gilbert mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi ke arah langit dan kembali memulai ritual casting mantra.
"Aku, jelmaan dari kematian, memerintahkan-Mu untuk merobek gerbang takdir dari kematian."
Sebuah lingkaran sihir berwarna merah darah tercipta di atas langit, semakin melebar hingga menelan seluruh kota dalam warna merah pekat yang mengerikan. Pancaran dari kilat berwarna merah beberapa kali menyambar setiap sudut kota sebagai efek dari aktivasi mana yang begitu pekat. Gemuruh dari petir-petir itu terdengar ke seluruh penjuru kota, membuat penduduk yang masih bertahan jatuh ke dalam ketakutan yang luar biasa.
"Membuka Gerbang Kegelapan Sembilan Belas," Gil menyeringai lebar saat ritualnya akan mencapai tahap akhir. "E Jithë Jeta Eshtë Vdekja!"
Pola sihir yang tercipta mulai pecah layaknya terbuat dari kaca. Butiran-butirannya jatuh ke kota seakan tempat itu tengah mengalami fenomena hujan darah. Sisa-sisa dari efek sihirnya mulai lenyap seiring dengan lenyapnya nyawa setiap penduduk yang berada dalam jangkauan sihirnya. Bahkan makhluk hidup --termasuk tumbuhan-- di dalam hutan juga ikut terkena imbas dari sihir tingkat tinggi yang dirapalkan oleh Gil. Tidak ada satu pun kehidupan yang tersisa kecuali dirinya sendiri. Jasad-jasad yang tidak rusak sama sekali mulai jatuh bergelimpangan hingga hutan di pinggiran kota.
Tepat pada saat itu, kota tersebut berubah status menjadi kota mati.