Sudah sekitar satu minggu yang lalu penyerangan kami berakhir dengan sukses. Selama itu pula aku, Alma, dan Isabelle dituduh sebagai dalang dari rusaknya kota ini oleh iblis. Yah, jika aku pikirkan dengan matang, alasan mereka memang cukup masuk akal. Oleh karena itu, aku tak punya satu pun metode untuk meyakinkan mereka bahwa kami tidak terlibat apapun.
Mereka menuduh kami bukan karena orang-orang itu mengetahui tentang mantra necromancy yang aku rapalkan semalam sebelum penyerangan terjadi, melainkan karena senjata-senjata dan sihir kegelapan yang digunakan oleh Alma.
Saat mengetahui bahwa mantra kegelapan adalah tabu, aku sedikit banyak mulai tahu bahwa masalah rumit akan segera menimpa kami dan terus seperti itu selama Alma tidak mendapatkan lisensi yang seharusnya. Tampaknya kami harus mengajukan diri ke ordo untuk mendapatkan lisensi tersebut agar memudahkan pergerakan kami selama melakukan tugas di dunia ini. Namun, menghadap ke orang berbahaya seperti Demigod adalah pilihan yang terlalu berisiko.
Alma dituduh sebagai pemicu serangan iblis itu karena kami datang tepat saat serangan berlangsung. Selain itu, mereka juga mengetahui bahwa asal-usul kami tidak begitu jelas dan tujuan kita bertiga untuk datang kemari itu tak memiliki arah yang pasti. Hal ini tentu saja meningkatkan kecurigaan mereka terhadap kami. Apalagi di saat mereka tahu bahwa peralatan yang dibawa Alma bukanlah Demoniac Weapons yang biasa.
Mengingat segala macam hal yang menimpaku selama satu minggu ini, tampaknya masalah yang sedang kami hadapi merupakan imbas dari rencanaku yang kurang matang. Informasi tentang dunia yang minim membuat kami jatuh dalam situasi yang tidak menguntungkan.
Aku harus berhati-hati mulai saat ini.
Kami ditempatkan di dalam penjara kota sampai perwakilan dari ordo dan kerajaan datang kemari untuk menjatuhkan sanksi. Selama itu pula Alma banyak menceritakan tentang sosok misterius yang tiba-tiba datang dan merusak rencanaku. Dia menjelaskan seberapa terkenalnya sosok lelaki yang dianggap pahlawan oleh seluruh dunia. Gadis itu bahkan memberi tahuku berbagai macam kemampuan lelaki tersebut berdasarkan informasi yang sudah Almaria ketahui sebelumnya.
Apa yang akan kami hadapi merupakan ritual keagamaan yang sakral. Oleh karenanya, aku tak bisa begitu saja memprotes kegiatan suci semacam ini. Bisa-bisa mereka menganggapku sebagai seorang pendosa dan menjatuhi hukuman mati terhadap kami.
Setelah perwakilan yang dimaksud datang tepat satu minggu sesudah berakhirnya penyerangan, kami dibawa ke suatu tempat untuk mengikuti ritual keagamaan yang baru saja aku jelaskan. Mereka akan memutuskan apakah kami adalah musuh dari umat manusia sehingga memenggal kita bertiga merupakan sebuah keharusan ataukah mereka akan memberikan kesempatan kedua bagi kami untuk memperbaiki diri. Semua itu tergantung pada argumen kita bertiga saat ini.
Aku berlutut di hadapan lima orang berjubah yang duduk rapi menghadap meja. Alma dan Isabelle berada di sampingku. Masing-masing dari kami diikat pada sebuah tiang besi di tengah ruangan. Mereka benar-benar tidak sopan dalam memperlakukanku sehingga membuatku sedikit marah. Namun, sebisa mungkin aku menahannya.
Sebenarnya posisi kami berdua sangat tidak diuntungkan di sini. Tempat yang kami datangi adalah sebuah kuil yang memiliki aura cukup menyesakkan. Lalu, dua dari lima manusia berjubah di hadapanku benar-benar memancarkan aura yang terasa membakar. Kurasa Alma juga merasakannya. Maka dari itu aku memberinya perintah untuk diam dan menyerahkan semua negosiasi padaku seorang. Aku khawatir dia tak akan sanggup menahannya dan berakhir dengan terbongkarnya identitas kami berdua.
"Sebuah mantra kegelapan dan senjata-senjata dari dunia para iblis. Sudah pasti terpanggilnya Hellhound kemari adalah dampak dari hal ini. Dunia selalu berusaha untuk menyeimbangkan diri, sudah seperti itu sejak masa penciptaan." Salah satu dari mereka terus saja mengoceh tidak karuan.
Sudah sekitar satu jam kami meladeni mereka dan masih belum berhasil untuk meyakinkan satu pun yang menjadi perwakilan dari ordo. Berbeda halnya dengan tiga orang di antara mereka yang belakangan aku ketahui berasal dari kerajaan, masing-masing dari mereka menilai bahwa tindakan kami sudah lebih dari cukup untuk meyakinkan pemerintahan mengenai hal ini. Namun, orang dari ordo bersikeras dengan pendirian mereka.
Ordo Cahaya Suci merupakan sebuah komunitas keagamaan dengan pengikut yang luar biasa banyak terlepas dari suku, ras, dan kewarganegaraan mereka. Setiap kerajaan bahkan mendukung penuh komunitas keagamaan ini dan mendeklarasikannya sebagai sebuah organisasi resmi yang menjunjung tinggi nilai ketuhanan. Begitulah detail informasi yang aku dapatkan dari seorang Wizard menyedihkan yang sekarang sudah menjadi mayat.
Bisa dibilang bahwa secara tidak langsung Ordo Cahaya Suci adalah sebuah kekaisaran yang memimpin seluruh kerajaan dari balik layar dan mengendalikan mereka dengan firman-firman dari grimoire yang diturunkan oleh Heaven God terkuat, Hestia Sang Dewi Cahaya. Jadi, tiga orang dari kerajaan tidak benar-benar memiliki hak atau wewenang untuk menentukan nasib kami. Sejauh yang aku pahami, mereka hanyalah sebuah formalitas.
Tampaknya meyakinkan dua orang perwakilan dari ordo adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari masalah kami saat ini. Namun, meyakinkan seseorang yang sangat fanatik dengan agama bukanlah perkara yang mudah. Mereka seakan buta dengan kenyataan, mengamini segala macam hal yang dikatakan oleh orang yang memiliki status di atasnya, dan terkesan tidak toleran terhadap orang di luar komunitasnya. Pada dasarnya mereka yang terlalu fanatik terhadap sesuatu cenderung memiliki pola pikir radikal.
Posisi kami bertiga benar-benar sangat tidak diuntungkan.
"Tapi kami menggunakannya untuk bertahan hidup. Apa pun itu, jika digunakan dengan baik dan oleh orang yang tepat, saya yakin tidak akan ada keburukan yang menyertainya." Aku mengeluarkan argumenku setelah lama berpikir.
Sebenarnya aku tidak terlalu yakin bahwa kami akan lolos melalui semua ini. Oleh karena itu, sebuah rencana alternatif telah aku buat untuk dapat lolos dengan menggunakan kekuatan. Namun, masalah-masalah akan bermunculan semakin banyak. Ordo mungkin mendeklarasikan kami sebagai bagian dari iblis dan menyebarkan informasi ini pada setiap penduduk. Lalu, kami akan menjadi buronan di seluruh negeri secara tidak resmi mengingat komunitas ini merupakan organisasi terbesar lintas kerajaan.
Tentu saja semua itu akan menyulitkan pergerakanku selama di dunia. Belum lagi seseorang seperti Demigod akan menganggapku sebagai musuh umat manusia. Bukan hal yang mustahil jika suatu saat Hestia akan turun tangan untuk membereskanku ketika dia mengetahui kekuatan sejati yang aku miliki. Oleh karena itu, lolos dari sini merupakan pilihan yang lebih baik. Sayangnya, hal ini hampir mustahil untuk dilakukan.
P
"Sama sekali tidak ada berkah dalam senjata-senjata itu! Kata-katamu merupakan penistaan terhadap firman-firman Sang Dewi!" Orang itu menggebrak meja dengan kencang seraya mengungkapkan kemarahannya.
"Beraninya bocah ingusan sepertimu mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan kitab suci!" Orang di sebelahnya menunjukku dengan jari jempol, telunjuk, dan jentik. Aku mengenalinya sebagai lambang untuk menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk adalah makhluk yang ingkar.
Sejujurnya aku tidak keberatan ditunjuk dengan lambang seperti itu karena pada dasarnya kekuatan sejatiku memang melambangkan keingkaran terhadap perintah ketuhanan. Jadi, tuduhan yang dia lakukan memang sesuai dengan kenyataan. Namun, permasalahan yang kami hadapi bukanlah tentang hal itu.
Sudah jelas bahwa orang-orang ini terlalu fanatik dan akan sulit untuk diajak bernegosiasi. Benar-benar makhluk yang menyusahkan.
"Bukan maksud saya untuk mengingkari firman yang telah tertulis dalam kitab suci. Namun, kenyataan bahwa kami sudah berusaha keras dan mempertaruhkan nyawa ketika melawan Hellhound adalah bukti bahwa kami berpihak pada ordo."
"Ordo tak akan pernah menerima kekuatan iblis tanpa tanda!" Mereka kembali membentakku.
"Kalian adalah pendusta yang sudah mengingkari kitab suci. Lebih baik kita bakar mereka bertiga di tiang pancang!"
"Tolong tunggu sebentar." Akhirnya salah satu perwakilan dari kerajaan angkat bicara setelah sekian lama terdiam membisu. "Menjatuhi hukuman mati pada anak di bawah umur adalah ilegal. Anda tidak dapat melakukan hal itu."
Batas kedewasaan di dunia ini adalah lima belas tahun. Mengingat hal itu membuatku sedikit mengerutkan dahi. Dilihat dari usiaku saat ini, seharusnya aku sudah tidak dianggap sebagai anak di bawah umur lagi. Yah, mungkin orang ini menilai kami berdasarkan usia Alma dan Isabelle yang memang belum genap lima belas tahun.
"Apa kau menentang firman dari Dewi dan menempatkan aturan duniawi yang jelas-jelas ditulis oleh manusia sebagai prioritas? Pola pikir seperti inilah yang menjadi penyebab para iblis mulai menyerang dunia, tahu!" Ocehan itu tampaknya membuat perwakilan dari kerajaan merasa khawatir.
Padahal, perbuatan mereka sendirilah yang menuntun kami kemari. Bukan serta-merta karena melanggar aturan dari seorang dewi. Mengkambing hitamkan sesuatu karena kesalahanmu adalah bentuk dari keingkaran itu sendiri. Mereka benar-benar makhluk bodoh yang menyedihkan.
Yah, tentu saja. Sebagai seseorang yang mengimani salah satu makhluk yang berada dalam God Level Organism, mereka tak mau makhluk yang disembahnya benci terhadap diri mereka. Pola pikir seperti ini merupakan hal yang lumrah terjadi. Bahkan sampai pada tahap dimana mereka melupakan aturan dari Sang Pencipta dan menuntun dunia pada ketidak seimbangan.
Setelah saling menyangkal argumen cukup lama, seseorang tiba-tiba menerobos masuk ke dalam ruangan kuil yang kami pakai untuk menentukan sanksi. Orang itu memakai full plate armor ditambah dengan sebilah pedang yang menggantung di pinggangnya. Tanpa ragu dia berjalan ke tengah ruangan seraya menunduk hormat pada lima orang berjubah di hadapanku.
Cara dia memasuki ruangan adalah tindakan yang sungguh tidak sopan. Apalagi status orang yang melaksanakan sidang tertutup ini adalah perwakilan dari dua komunitas besar. Mereka berlima pastilah bukan orang yang sembarangan. Masing-masing dari kelima orang ini harusnya seorang bangsawan. Jadi, adab dan kesopanan tetap harus diberlakukan walaupun pendatang baru ini memiliki kedudukan yang tinggi.
Seharusnya dia menyampaikan pesan terlebih dahulu kepada ksatria yang menjaga gerbang. Kemudian, Sang Ksatria melakukan konfirmasi terhadap lima orang perwakilan ini. Lalu, setelah mendapatkan izin, barulah dia masuk ke dalam dan melakukan penghormatan. Namun, melihatnya mengabaikan prosedur dasar semacam itu membuatku berpikir bahwa pastilah ada sesuatu yang harus segera disampaikan tanpa membuang waktu.
Menilai dari apa yang terjadi sampai sekarang, ada dua dari beberapa kemungkinan yang memiliki persentase cukup tinggi. Pertama, perintah langsung untuk membereskan kami hari ini juga. Kedua, perintah untuk membebaskan kami sebelum lima perwakilan memutuskan untuk mengeksekusi. Selain dari dua kemungkinan tersebut, beberapa hal penting lainnya yang tidak berhubungan dengan kami bisa saja menjadi pemicu ksatria tersebut terburu-buru.
Entah apa pun itu, semoga saja semuanya berpihak pada kami.