Aku terduduk di atas sebuah pohon yang telah tumbang, menghadap tepat pada mayat gadis kecil yang isi perutnya telah berjatuhan ke tanah. Sel-sel otakku seakan diperas untuk memikirkan akan apa yang sebenarnya terjadi.
Tubuh dan kepala manusiaku kini telah tersambung kembali berkat sihir penyembuh yang aku gunakan. Walau menyambungkan kepala dan leher itu sangat mudah dan tak membutuhkan banyak waktu, sebenarnya mustahil untuk menghidupkan orang yang sudah mati ketika leher mereka telah terpenggal. Seharusnya aku tetap dalam keadaan mati walaupun semua lukaku telah sembuh. Namun, bukan itu masalahnya.
Kenapa aku menjadi manusia?
Memasukan jiwa iblis ke dalam mayat memang sangat mungkin untuk dilakukan. Namun, mantra itu hanya dapat digunakan pada iblis yang masih berada di Tartarus. Karena aku sudah terpanggil seutuhnya ke dunia fana ini, seharusnya hal semacam itu tidak mungkin menimpaku.
Aku berusaha mengingat setiap detail yang aku alami tepat sebelum terjebak dalam tubuh manusia ini. Hal terakhir yang aku ingat adalah Sang Pahlawan mengucapkan mantra ilusi. Hanya itu. Lalu, bagaimana mungkin hal seperti ini bisa terjadi hanya karena sebuah sihir ilusi?
Aku menyerah.
Tidak ada gunanya memikirkan hal seperti itu sekarang. Jika ini memang sebuah sihir ilusi yang ditujukan untukku, pasti ada suatu cara untuk membatalkan sihirnya. Hal yang harus aku lakukan hanyalah mengikuti alurnya dan berhati-hati pada setiap tindakan yang aku ambil.
Sebagai langkah awal, aku harus memastikan sesuatu terlebih dahulu.
[Wahai Seven Deadly Sins, apa kalian mendengarku?]
Aku menggunakan sihir telepati pada setiap raja iblis untuk melihat apakah mereka terjebak juga atau tidak. Jika diriku --yang berada pada tingkatan God Level Organism-- dapat terkena sihir ini, maka kemungkinan besar seluruh anak buahku juga mengalaminya. Namun, sama sekali tak ada jawaban dari siapa pun.
[Sekali lagi, aku perintahkan kau untuk membalas ucapanku!]
Karena tak ada yang menjawab, aku mencoba untuk menggertak.
Selama ini tak ada satu pun iblis yang berani menentang perkataanku. Bahkan Seven Deadly Sins yang dikenal sebagai tujuh raja iblis terkuat di dunia tak pernah sekali pun menentang kehendakku. Tentu saja ada sedikit masalah dengan Greed yang memang terkenal tamak dan sulit untuk dikendalikan. Seharusnya gertakan seperti tadi sudah cukup untuk memaksa salah satu dari mereka merespon. Namun, seperti yang aku duga, tak ada jawaban sama sekali. Ini membuktikan bahwa hanya aku yang terjebak dalam sihir ilusi tersebut.
Berbeda dengan sihir lain, sihir ilusi dapat menjebak beberapa orang sekaligus jika si perapal menginginkannya. Namun, sebagai konsekuensi, seluruh orang yang terjebak akan ditempatkan dalam dunia yang sama. Dengan kata lain, mereka dapat berinteraksi satu sama lain layaknya di dunia nyata.
Mengetahui bahwa tidak ada yang merespon membuatku yakin bahwa tak ada seorang pun yang terjebak kecuali diriku. Aku menghirup napas lega akan hal ini. Setidaknya mereka sudah lebih dari cukup untuk melawan Sang Pahlawan dan memikirkan cara untuk membawaku keluar dari sini.
Jenis sihir ilusi biasanya akan dibatalkan ketika si perapal menemui ajalnya. Namun, sebagian kecil sihir ilusi tingkat tinggi tidak bekerja seperti itu. Beberapa tipe dari sihir ini tak bisa dibatalkan walau si perapal telah mati. Selain itu, ada juga tipe sihir ilusi yang hanya bisa dibatalkan dari dalam. Sayangnya, aku tak tahu jenis sihir ilusi yang digunakan oleh Sang Pahlawan.
Jika sihir ini tak bisa dibatalkan oleh anak buahku, tampaknya aku harus mencari cara untuk membatalkannya dari sini sebagai rencana kedua. Karena bakat ras iblis yang memiliki resistensi mutlak terhadap mantra ilusi, aku jadi menganggap bahwa sihir ini sangat lemah dan tidak mau repot-repot mempelajarinya sebagai langkah pencegahan. Bagaimana pun juga ini adalah salahku sendiri sehingga membuatku tak memiliki cukup pengetahuan mengenai mantra yang satu ini.
Ah, aku hampir melupakan sesuatu.
Dalam sihir ilusi tingkat tinggi biasanya ada kondisi-kondisi tertentu yang membuatmu terbunuh secara instan hanya dengan melanggarnya. Sebuah mantra yang mengerikan, bukan?Walau kondisi yang ditempatkan memiliki batas sangat minim, aku tak mau mengambil risiko dan bertindak ceroboh. Kecerobohanku yang terakhir membuatku terjebak di dunia yang menyusahkan ini.
Tampaknya aku harus mengumpulkan informasi tentang dunia ini terlebih dahulu. Selain diriku, ada penghuni manusia lain di dunia ini, apa aku salah? Mereka baru saja membunuh seseorang di sini dan mengatakan sesuatu tentang Marquis Canaria. Berdasarkan hal itu, seharusnya ada sebuah kerajaan manusia di sekitar sini.
Baiklah, aku mulai dari membaur dengan manusia.
Saat aku akan melangkah pergi, mayat gadis kecil yang terikat di pohon menyita perhatianku kembali. Tubuhnya yang membiru karena kehabisan darah mulai mendatangkan bau amis yang semakin pekat. Dia tak bergerak sama sekali, sudah dipastikan bahwa gadis itu telah mati sejak tadi.
Ah, bukankah ini bagus?
Sebuah ide tiba-tiba muncul di kepalaku. Tanpa pikir panjang, aku melepas ikatan tangan dan kaki gadis itu lalu membuka ikatan di mulutnya. Setelah itu, aku melemparkan mayat itu ke atas hamparan rumput di hadapanku. Dengan malas aku mulai menggunakan mantra penyembuh pada tubuhnya.
"Niveli Dytë Magic : Regenerate!"
Organ-organ dalamnya mulai kembali memasuki perut yang robek itu, meregenerasi setiap sel yang rusak hingga tak ada sedikit pun goresan pada kulit perut kecilnya. Setiap sel darah merahnya membelah diri, mengisi kekosongan di sela-sela ototnya yang mulai membiru karena kehabisan darah. Jantungnya kini kembali berdenyut dan memompa sel-sel darah yang telah pulih sekaligus mengembalikan warna kulitnya menjadi putih kemerahan.
Walaupun tubuhnya telah kembali seperti semula layaknya seorang gadis yang tengah tertidur lelap, dia sama sekali tak membuka matanya.
"Seperti yang aku duga."
Sejak awal aku memang tidak mengharapkan dia akan kembali terbangun. Walau bagaimanapun, membangkitkan orang mati adalah hal yang mustahil bahkan bagi Heaven God sekalipun. Terserahlah, lagipula yang aku butuhkan hanyalah tubuhnya.
Beberapa Mage terdahulu melakukan sebuah praktik terlarang yang dinamakan sebagai Necromancy. Praktik tersebut merupakan aktivitas dimana para Mage memanggil kami --para iblis-- ke dunia fana untuk menjalin kontrak. Apa yang mereka inginkan adalah pengetahuan tentang sihir kegelapan. Sebagai imbalannya, kami diberi kebebasan dan mulai tumbuh dengan sangat pesat karena berbagai macam emosi negatif milik setiap makhluk hidup.
Para iblis yang cukup kuat mulai melakukan necromancy untuk memanggil yang lainnya. Mereka tumbuh semakin kuat, membentuk kerajaan iblis, dan berusaha untuk menaklukan dunia. Begitulah asal-usul bagaimana aku --yang telah terkurung dan dibuang sejak awal penciptaan dunia-- dipanggil ke dunia fana dan mulai menginvasi untuk merebut Takhta Ketuhanan.
Lalu, apa hubungannya kisah tersebut dengan situasi sekarang ini?
Necromancy, aku akan melakukannya untuk memanggil iblis lain. Walau kemungkinannya sangat kecil, tidak ada salahnya aku mencoba suatu hal yang tak merugikan sama sekali. Kalaupun gagal, aku hanya akan kehilangan seperdelapan dari mana dan akan kembali pulih setelah sekitar dua hari berlalu. Sebaliknya, jika berhasil, ini akan menjadi langkah yang bagus untukku.
Mage manusia melakukan sihir necromancy dengan menggunakan sihir tingkat lima. Itu sebabnya iblis yang datang ke dunia pada awalnya hanyalah iblis-iblis rendahan. Bahkan mereka tak memiliki rumah di Tartarus --dunia asal para iblis--. Bisa dikatakan bahwa mereka hanyalah gelandangan bodoh yang bermimpi untuk mendapatkan gelar bangsawan iblis karena telah berjasa untuk memanggil para iblis yang lebih kuat.
Berbeda dengan necromancy rendahan seperti itu, diriku yang sekarang dapat menggunakan sihir necromancy yang jauh lebih kuat. Sihir yang memungkinkanku untuk memilih siapa saja yang ingin aku panggil tanpa batasan apapun. Ini adalah sebuah sihir yang bahkan sanggup untuk memanggil salah satu dari Seven Deadly Sins. Namun, aku tak akan memanggil salah satu dari mereka karena secara teknis mereka telah berada di dunia ini. Yah, sihir ini hanya bekerja pada iblis yang masih berada di Tartarus.
"Kira-kira siapa yang cocok untuk misi berbaur dengan manusia?"
Kebanyakan para iblis memiliki sifat yang brutal dan sangat kontras dengan perilaku ras lain. Hal ini sangat wajar mengingat kami hanya memiliki nafsu. Aku tak bisa menyalahkan para iblis karena takdir yang sudah dibuat. Sebagai gantinya, aku harus mendapatkan iblis yang cocok dengan penampilan mayat gadis ini dan dia juga harus dapat berbaur dengan baik.
Setelah lama memikirkannya, ada satu kandidat yang terlintas di kepalaku. Salah satu dari sekian banyak Acient Demon di bawah kekuasaanku yang juga merupakan iblis dengan pangkat tertinggi di bawah Seven Deadly Sins. Sayangnya, dia adalah tipe yang sedikit bodoh, pemalas, polos, tidak punya pendirian, dan sangat ceroboh. Masih terngiang di kepalaku bagaimana dia memintaku untuk mengembalikannya ke Tartarus hanya karena salah satu Demon Lord menantangnya untuk bertarung. Jadi, aku kembalikan dia ke dunia asal para iblis dan memintanya untuk menjaga kastil milikku. Yah, walaupun loyalitasnya tidak diragukan lagi, dia adalah iblis yang tidak mau direpotkan dan memilih bermain aman. Namun, karena sifatnya itulah aku memilihnya untuk saat seperti ini.
"Baiklah, sudah aku putuskan."
Aku meletakkan kedua tanganku pada kepala mayat gadis tersebut dan mulai mengucapkan mantra.
"Wahai penjaga gerbang yang menggenggam takdir tiga dunia. Aku, Sang Pendosa yang menantang pintu takdir, memerintahkan-Mu untuk membuka gerbang dunia bawah. Membuka Gerbang Kegelapan Tujuh Belas, Niveli Tretë Magic : Necromancy!"
Sebuah lingkaran sihir berwarna merah darah mulai menerangi tempatku hingga radius sepuluh meter. Gemuruh petir dan awan hitam tiba-tiba berputar tepat di atasku sebagai akibat dari aktivasi mana yang begitu besar. Seluruh burung yang tertidur di atas pohon kini terbang menjauh saat menyadari sesuatu yang tidak beres sedang terjadi.
"Sihirnya benar-benar bekerja!"
Tanpa sadar aku menyeringai karena rasa gembira. Tidak kusangka semuanya akan berjalan sesuai rencana. Namun, sesaat kemudian aku mulai melompat mundur untuk memberikan jarak antara diriku dengan mayat itu. Aku mulai mempertajam seluruh indra, bersiap akan hal yang tak terduga.
"Sial! Bagaimana aku bisa lupa?!"
Beberapa waktu yang lalu aku telah mengingat hal-hal yang cukup penting tentang sihir ilusi. Salah satunya adalah sebuah kondisi yang akan membuatku terbunuh secara instan jika memenuhi segala syarat. Untungnya, kondisi tersebut tampaknya belum terpenuhi mendapati diriku yang masih hidup sampai sekarang. Namun, aku tak boleh lengah sampai sihirnya selesai dengan sukses. Tak akan kubiarkan kesalahan fatal kembali menimpaku hanya karena kecerobohanku.
Lalu, setelah segalanya kembali normal layaknya tak terjadi apa-apa, gadis kecil itu mulai membuka matanya perlahan. Setelah dirinya memastikan keberadaanku yang berdiri beberapa meter tak jauh darinya tanpa menurunkan kewaspadaan, dia melompat mundur seraya mengeluarkan sebuah sabit hitam dengan tiga mata pisau dari magic storage miliknya. Tanpa pikir panjang, dirinya melesat ke arahku dengan kecepatan yang sangat luar biasa.
"Apa-apaan ini?!" Serangan tiba-tibanya membuatku panik setengah mati.