Chereads / RE:VERSE / Chapter 7 - 2.I Jauh di Kedalaman Gua

Chapter 7 - 2.I Jauh di Kedalaman Gua

Alma berjalan dengan santai jauh ke dalam gua. Selama perjalanannya, dia sudah membunuh lebih dari dua puluh orang bandit. Kebanyakan dari mereka memang hanyalah jenis orang barbar yang menyerang tanpa martial art. Jadi, tidak heran jika dia dapat membunuhnya dengan mudah.

Sejauh ini, dia hanya melepaskan segel terlemah yang ada di dalam Demeter. Segel itu menghalangi ketajaman penglihatan dan kepekaan indra lainnya lalu mengonversikanya menjadi ketahanan senjata tersebut. Dengan mencabut Demeter dari sarung belatinya, seketika itu juga semua indra miliknya meningkat pada taraf yang sudah diatur. Dalam mode seperti ini, Alma bahkan sanggup menghindari sepuluh panah yang melesat ke arahnya sekaligus.

"Hati-hati, dia seorang Wanderer!" Tiga orang bandit menghalangi jalannya.

Berbeda dengan orang-orang barbar di mulut gua, mereka tampaknya sudah mendapatkan peringatan dari beberapa bandit yang berhasil lolos dan menerobos masuk untuk melapor pada basis utama.

Kelas dalam dunia manusia dibagi menjadi lima kelompok dasar yang berbeda. Karena akan menyusahkan jika dia hanya memilih salah satu kelas, akhirnya Alma memutuskan untuk mengambil kelas yang menyimpang. Itu adalah Wanderer.

Berbeda dengan lima kelas dasar yang lain, Wanderer tidak terikat oleh satu kemampuan. Tidak heran jika mereka mampu mengayunkan pedang dan menggunakan sihir sekaligus. Sayangnya, karena pelatihan tidak terfokus pada satu kelas, kemampuan para Wanderer biasanya jauh lebih lemah daripada orang-orang yang memfokuskan diri pada salah satu kelas. Setiap kelebihan memang selalu memiliki kekurangan.

"Yah, aku sedang malas bermain-main. Bisakah kalian membunuh diri kalian sendiri?" Nada yang keluar dari mulutnya begitu dingin.

"Jangan meremehkan kami, sialan!" Mereka mengacungkan pedang-pedang di tangannya. "Serang!"

Langkah yang buruk dan pusat keseimbangan yang tidak teratur membuat Alma tidak tertarik untuk meladeni. Dia hanya melangkah malas seraya memasang wajah yang mengantuk.

Berbeda dengan iblis lain, Alma tak begitu menyukai hal-hal melelahkan seperti membunuh secara perlahan. Tujuan hidupnya adalah mencapai posisi yang cukup untuk dapat bersantai dan menghabiskan waktu. Dengan memegang prinsip tersebut, usaha kerasnya di masa lalu membuat dia berhasil mencapai posisi yang ideal dan mulai memunculkan sifat malasnya.

Lebih dari sepuluh ribu tahun dia melayani penguasa Tartarus hingga mendapat gelar sebagai The Key dan Gatekeeper. Selama itu juga Alma hanya menghabiskan waktu untuk bersantai di salah satu ruangan khusus yang telah disediakan baginya. Segala tugas sederhana dia serahkan pada sepuluh Demon Lord di bawah kepemimpinannya. Dia tetap hidup dengan penuh kemewahan bahkan setelah Demon God tiba-tiba menghilang dari Tartarus.

Akibat dari hilangnya Demon God, Seven Deadly Sins memulai peperangan kembali untuk merebut yang tertinggi. Bahkan ketika perang besar tersebut pecah, Alma tetap memilih untuk bersantai dan tak memihak pada siapa pun. Anehnya, tidak ada yang berani mengganggu kediamannya dan berusaha untuk merebut senjata-senjata kuat di dalam orbis miliknya.

Alma bersyukur akan hal ini.

Memikirkan kembali saat-saat sebelum dia terpanggil ke dunia dan terikat pada tubuh seorang gadis muda, Alma mengerang dengan suara marah seraya mengayunkan Demeter dengan sabetan yang cepat dan tangkas, membelah salah satu bandit beserta dengan pedangnya sekaligus tanpa hambatan.

Hari itu, masa-masa damainya masih tetap berjalan sebagaimana mestinya. Namun, semuanya berakhir begitu saja ketika seseorang menarik paksa dirinya ke dunia manusia. Kehidupan yang damai telah hancur selamanya. Inilah salah satu sebab kenapa dia langsung menyerang Yehezkiel secara membabi buta sesaat setelah dia sadar bahwa Sihir Necromancy tingkat tinggi telah ditujukan padanya.

"Gadis ini setara dengan petualang peringkat Gold! Tidak, pasti Platinum!" Seorang bandit gemetar merasakan kengerian.

"A-apa kau bilang?" Salah satu dari mereka memandang ke arah rekannya. "Kenapa orang sekuat itu menyerang kita?!"

Mengabaikan pertanyaan yang dilontarkan, rekan di sampingnya malah berbalik seraya berlari menjauh. Dia berteriak layaknya anak kecil yang takut dengan bayangannya sendiri. Sungguh pemandangan yang memalukam.

Saat reflek tubuh membuat bandit satunya mengalihkan pandangan menuju rekannya yang berlari menjauh, sebuah belati hitam pekat menancap di punggungnya hingga menembus sampai ke bagian dada. Rasa sakit yang menjalar terasa sangat panas seakan membakar luka terbuka yang deras mengalirkan darah.

Lelaki itu berteriak, menggema di dalam lorong gua yang hanya diterangi oleh cahaya obor di sepanjang jalan. Tubuhnya meronta, berusaha lepas dari penderitaan yang dialaminya. Namun, sejumlah kekuatan besar terasa seperti mencekik, membuat dia tak dapat berbuat banyak hingga kematian datang untuk menjemputnya.

"Bukankah mengejutkan mendapati sumber keributan ini hanyalah seorang gadis kecil dengan sebuah pisau mainan?"

Alma mencabut belati miliknya, memandang pada dua orang lelaki yang kini berdiri tak jauh darinya. Masing-masing dari mereka menggenggam sebuah pedang sihir yang dilengkapi dengan beberapa Magic Stone dalam gagang pedangnya.

Ada yang sedikit berbeda dari mereka jika dibandingkan dengan bandit-bandit yang sudah dia hadapi. Kedua orang itu memiliki postur tubuh, keseimbangan, kuda-kuda, dan otot-otot yang terlatih. Tampaknya mereka berdua adalah orang terkuat di markas ini. Menyadari hal itu, Alma akhirnya menyeringai gembira.

***

Suara rintihan seorang gadis menggema di salah satu sudut ruangan yang ditutupi sehelai kain. Tumpukan peti-peti hasil jarahan dari para pedagang tertata rapi memenuhi ruangan remang tersebut. Tiga orang menunduk ketakutan, menghadap pada seorang pria yang berdiri kokoh menatap ketiganya.

"Penyusup itu benar-benar berbahaya. Dia menggunakan demoniac weapon dan dapat menggunakan sihir!" Salah satu dari bandit menyampaikan informasi.

Lelaki itu memicingkan mata, samar-samar mendengar sebuah laporan unik yang tumpang tindih dengan suara rintihan gadis dan makian seorang pria lain dari dalam ruangan yang berbeda.

Di dalam Kerajaan, para prajurit dibedakan menjadi beberapa golongan. Prajurit kerajaan disebut sebagai Knight dan prajurit bangsawan disebut sebagai Orde. Selain itu, masih ada beberapa jenis prajurit lainnya.

Gilbert van Guard adalah anak kedua dari keluarga Viscount Guard. Dia telah berlatih gaya pedang kerajaan sejak usia dini dan mengabdikan separuh hidupnya pada kerajaan. Sayangnya, perpecahan antarfaksi kerajaan dengan faksi pedagang membuat dirinya menjadi korban. Lelaki itu dihukum sebagai pengkhianat dan dipenjara sekitar lima tahun lamanya. Karena alasan inilah, pria ini berakhir menjadi wakil kelompok penjahat. Dia berdiri di hadapan para bandit dan bertujuan untuk menghancurkan kerajaan.

Gil berjalan menuju ruangan tempat sumber keributan berasal. Tanpa ragu, dia membuka helaian kain yang menutupi ruangan tersebut, menampakan seorang gadis muda yang terbaring telanjang dengan tubuh dipenuhi noda darah. Bekas memar di sekujur tubuhnya sungguh mengerikan.

"Sudah berapa kali kukatakan untuk menunggu hingga aku selesai!" Bersamaan dengan kata-katanya, seorang pria penuh otot itu memukul Sang Gadis tepat di wajahnya, membuatnya menjerit dengan suara tertahan sementara beberapa giginya terlihat patah.

"Maafkan aku, Daniel." Gil menunduk hormat. Di matanya sudah tak ada lagi rasa simpati. Baginya, kerajaan dan rakyat di tempat kelahirannya adalah sampah busuk yang harus dimusnahkan. "Penyusup telah melangkah jauh ke dalam."

"Ah, jadi begitu." Tangan kirinya mencekik leher gadis telanjang yang kini hampir meregang nyawa. Namun, sekuat apa pun cengkramannya, gadis itu sudah kehilangan tenaga untuk melawan. "Aku dengar dia hanyalah seorang gadis, benar?"

Gil mengangguk sebagai jawaban.

Pria itu melepaskan cengkramannya dan berbalik untuk mengambil pakaian yang berserakan di tanah. Dia memakai pakaiannya sendiri sebelum mengambil sebuah pedang kebanggaanya yang sejak tadi bersandar di salah satu sudut ruangan.

"Yah, apa boleh buat. Lagipula aku memang membutuhkan sebuah mainan baru." Dengan kalimatnya, mereka berdua meninggalkan gadis sekarat itu begitu saja.