Chereads / RE:VERSE / Chapter 10 - 3. Cygnus Kingdom

Chapter 10 - 3. Cygnus Kingdom

Isabelle von Cromwell adalah putri ketiga dari Baron Cromwell. Wilayah yang dikuasai olehnya merupakan kedudukan milik Viscount Eurellia. Oleh karena itu, mereka wajib membayar pajak setiap satu bulan. Hal ini tentu saja memberatkan bagi seorang Baron dengan wilayah yang kecil.

Kakak tertua Isabelle adalah seorang perempuan cantik yang banyak menjadi incaran para bangsawan. Jadi, wajar jika dia sudah bertunangan dan siap untuk menikah tidak lama lagi. Hanya saja, usia mereka terpaut sekitar 25 tahunan. Lebih cocok jika disebut sebagai ayah dan anak daripada sepasang tunangan. Namun, fenomena seperti ini sudah wajar terjadi di kalangan para aristokrat.

Anak kedua Baron Cromwell adalah penerus yang sah. Ayah dan ibunya mempersiapkan dia dengan sangat matang dan mulai menerjunkannya ke dalam dunia politik sejak menginjak usia 13 tahun. Selain itu, di usianya yang tergolong belia, dia ditunjuk sebagai wakil komandan Orde Cromwell dan bertugas untuk melindungi wilayah kekuasaan keluarganya hingga saat ini.

Melihat dari situasi dan jauhnya bahaya dari keturunan-keturunan Sang Baron, Isabelle hanya ditempatkan sebagai cadangan. Sebenarnya dia juga dilatih untuk menjadi seorang bangsawan pada umumnya. Namun, ayah dan ibunya tidak begitu berharap banyak pada gadis itu.

Kenyataan ini membuat Isabelle kecil tumbuh dengan penuh tekanan dan kurang perhatian dari orangtuanya.

Sekitar dua tahun yang lalu, saat Marquis Canaria mengunjungi wilayah kekuasaan milik Earl Garcia karena sebuah urusan, dia mendatangi wilayah kedudukan Baron Cromwell dan bermaksud untuk beristirahat di mansion milik keluarga itu sebelum melanjutkan perjalanan pulangnya yang memakan waktu sekitar tiga hari. Walaupun kunjungan ini tidak memiliki kepentingan apa pun, didatangi oleh seorang Marquis tentu saja membuat Baron Cromwell senang dan mempersiapkan segalanya dengan baik.

Sehari sebelum kedatangan Marquis Canaria, mansion itu disibukan dengan segala persiapan dan pelatihan anak-anak dalam menyambut kedatangan tamu terhormat mereka. Tidak terkecuali dengan Isabelle yang sejak kecil dikucilkan di dalam keluarga. Mereka bahkan menghabiskan biaya yang tidak sedikit untuk mempersiapkan segalanya.

Singkat cerita, acara perjamuan berjalan dengan baik dan tanpa hambatan. Marquis Canaria tampak senang dengan kunjungannya dan akan menjalin hubungan baik dengan Baron Cromwell di kemudian hari.

Lalu, sebagai sumpah atas hubungan baik yang akan terjalin di antara keduanya, Marquis Canaria berbicara, "aku akan menjadikan putri ketiga Anda sebagai pelayan di kediamanku."

Sudah menjadi rahasia umum bahwa keturunan ketiga dari seorang bangsawan biasanya tak memiliki masa depan yang bagus. Apalagi keturunan ketiga dari seorang baron. Maka dari itu, mendapat tawaran seperti ini adalah sebuah kesempatan emas yang jarang sekali terjadi.

Pada saat itu usia Isabelle baru menginjak sepuluh tahun. Namun, pelatihan yang dijalaninya tentang kehidupan aristokrasi membuatnya tahu bahwa maksud dari kata-kata tersebut adalah untuk mengklaim dirinya sebagai barang kepemilikan. Hal ini sama saja dengan menjadikan dirinya sebagai budak pribadi dari seorang penguasa.

"Ah, terima kasih banyak atas tawarannya. Anda boleh membawanya sekarang juga jika Anda berkenan."

Jawaban yang diucapkan oleh ayahnya memiliki nada yang pasti dan penuh kegembiraan. Mereka sama sekali tidak keberatan untuk mengorbankan putri ketiganya hanya demi uang dan kekuasaan. Orang-orang yang dia percayai lebih dari siapa pun telah tega menjualnya.

Ketika dia membereskan pakaian yang akan dibawa olehnya di dalam salah satu kamar mansion, Sang Ayah tiba-tiba datang menghampiri dirinya. Gadis itu hanya bisa terdiam merenung dengan tatapan kosong. Menyadari bahwa putrinya tertekan, bukannya menghibur dia, Sang Baron malah mengucapkan kata-kata yang menodai hati bersihnya hingga sekarang.

"Marquis Canaria memiliki seorang anak laki-laki. Kau harus menggodanya sampai dia jatuh cinta padamu. Bila perlu, paksa dia agar tidur bersama denganmu. Setelah itu, ayah jamin hidupmu akan bahagia. Ingat itu baik-baik jika kau ingin hidup mewah di kemudian hari."

Gadis itu tersentak untuk beberapa saat, merasa bahwa harga dirinya sebagai putri bangsawan telah direndahkan oleh ayahnya sendiri. Rasa sakit yang diterimanya seakan menusuk hatinya, mulai berubah menjadi rasa dendam yang tumbuh semakin kuat seiring berjalannya waktu.

Isabelle melangkah pasrah menuju kereta saat barang-barangnya selesai dikemas. Dia menatap keluarganya untuk terakhir kali sebelum masuk ke dalam kereta dengan rasa kecewa dan sakit hati. Mulai hari itu, gadis kecil keturunan Baron Cromwell mengubah namanya menjadi Isabelle --membuang status kebangsawanan-- dan tidak berhak atas darah bangsawan yang mengalir di dalam nadinya.

***

Berbeda dengan apa yang ada di dalam pemikirannya, Marquis Canaria ternyata adalah orang yang baik. Selain itu, sambutan dari butler dan maid lain sangat ramah sehingga membuat Isabelle sedikit melupakan keluarganya. Putri kedua Marquis Canaria bahkan memperlakukan Isabelle layaknya seorang teman daripada seorang pelayan.

Tempat ini lebih nyaman daripada rumah. Aku rela menghabiskan seluruh hidupku hanya untuk melayani Putri. Isabelle mengucap syukur.

Dua tahun bekerja sebagai pelayan di kediaman Marquis Canaria dia lalui tanpa hambatan. Semuanya berjalan lancar seiring semakin eratnya hubungan pertemanan antara dirinya dengan Almaria von Canaria. Masing-masing tumbuh menjadi gadis yang cantik dan disenangi oleh penduduk kota.

Suatu hari, Alma yang tengah duduk di depan meja rias membuka topik pembicaraan pada Isabelle yang terlihat sibuk menata rambut hitam gadis itu.

"Besok kami harus menuju ke Kota Mobra untuk menemui seorang baron."

"Hm?" Isabelle tetap merapikan rambut hitam Almaria. Dia memakai seragam pelayan miliknya seperti biasa.

"Malas sekali aku ikut acara membosankan seperti itu." Almaria cemberut.

"Bukankah biasanya Tuan yang pergi?"

"Itu dia masalahnya. Ayahanda bilang ada panggilan mendadak dari istana. Jadi, beliau menyuruh Ibunda, Kakak, dan aku untuk mewakili pertemuan dengan baron."

Hal yang wajar jika Marquis Canaria lebih mementingkan untuk bertemu dengan keluarga kerajaan dibanding bangsawan rendah. Jadi, bukan hal yang aneh jika anggota keluarga yang lain diutus untuk mendatangi sebuah pertemuan bersama para bangsawan yang kelasnya lebih rendah di samping tidak memungkinkan untuk menunda pertemuan yang telah disepakati.

"Anda hanya ikut saja, bukan? Saya yakin tidak akan ada hal yang merepotkan." Almaria benci dengan hal-hal yang membuatnya bosan dan kerepotan, Isabelle sudah tahu betul akan sifat tuannya.

"Sebenarnya ... " Almaria sedikit menoleh, memandang bola mata cokelat milik seorang gadis bergaya rambut twin tail di belakangnya.

"Ada apa, Putri?"

"Kota Mobra hanya setengah hari perjalanan dari kediaman Baron Cromwell. Kurasa kami bisa singgah sebentar di sana jika kamu ingin. Ibunda juga pasti akan setuju. Kalau kakak, aku yakin dia tak akan peduli."

Isabelle tersenyum.

"Tidak, tidak. Nama lengkap saya hanyalah Isabelle. Saya bukan seorang baron lagi. Rumah saya adalah di sini bersama Anda sekeluarga. Terima kasih atas kebaikan Anda, Putri." Mendengar jawaban Isabelle, Almaria sedikit menunjukan wajah cemberut.

Menarik salah seorang pelayan untuk ikut bersama rombongan memang tidak akan begitu berpengaruh, tapi rasa iri di antara para pelayan mungkin akan membahayakan posisi Isabelle. Jadi, Almaria tidak terlalu memprotes keputusan yang diambil oleh pelayan pribadinya ketika dia mempertimbangan hal-hal semacam itu. Namun, Almaria tetap penasaran akan sesuatu.

"Apa kamu tidak rindu pada mereka?"

Isabelle hanya tersenyum tulus seraya menggelengkan kepala.

"Begitu. Mereka pasti merindukanmu, Belle."

Mustahil!

Jauh di dalam hatinya, rasa sakit atas pengkhiatan keluarganya tak bisa dia maafkan hingga sekarang. Isabelle membenci keluarganya lebih dari apa pun di dunia ini.

***

Pagi-pagi sekali, seluruh tuan rumah di kediaman Marquis Canaria berangkat menuju tujuannya masing-masing, meninggalkan Isabelle dan maid lainnya untuk menjaga mansion. Tidak lupa, penjagaan di setiap karavan dan mansion diperketat hingga batas maksimal guna mencegah hal-hal buruk yang mungkin akan menimpa mereka.

Isabelle adalah pelayan pribadi Almaria. Dengan perginya Almaria dari mansion, itu berarti dirinya tak memiliki banyak pekerjaan yang harus dia lakukan. Jadi, hari itu dia habiskan dengan membantu pekerjaan dari pelayan lainnya hingga malam tiba.

Seperti biasanya, gadis itu selalu terbangun tengah malam untuk buang air kecil. Karena kamarnya tak menyediakan fasilitas kamar kecil, dia berjalan melewati lorong menuju kamar kecil yang dikhususkan untuk para pekerja. Setelah selesai dengan urusannya, Isabelle kembali berjalan melewati lorong gelap. Namun, sebuah suara samar tiba-tiba terdengar olehnya.

Dia mendekati sumber suara seraya bersembunyi di balik dinding.

Pencuri? pikirnya khawatir.

"Sepuluh orang prajurit ditambah satu komandan. Tujuh dari mereka adalah orang-orangku. Kurasa semuanya akan berjalan sesuai kehendak."

Walaupun sangat samar, Isabelle dapat mendengar suara itu dengan cukup jelas. Suara tersebut terdengar sangat familier baginya. Hanya satu orang yang terlintas di pikiran Isabelle saat ini. Komandan Orde Canaria sendirilah yang memiliki suara seperti itu.

"Jangan sampai ada kegagalan, mengerti?"

"Mereka adalah pasukan yang kuat ditambah beberapa orang assassin yang akan ikut menyergap, membunuh bangsawan sudah menjadi pekerjaan sehari-hari."

Isabelle menelan ludah, keringat dingin mulai mengalir membasahi pakaian tidurnya.

"Mereka seharusnya sudah mati, 'kan?"

Mati?!

Kedua tangan Isabelle menutupi mulutnya. Tubuhnya gemetar merasakan ketakutan. Air matanya mulai mengalir di tengah rasa khawatir yang menyelimutinya.

Pasukan berjumlah sebelas orang adalah yang menjaga karavan Almaria, gadis itu langsung sadar siapa yang menjadi target mereka hanya dengan menyebut jumlah penjaga yang dimaksud.

Tuan Putri sudah mati?!

"Tidak. Penyergapan dilakukan di dinding luar Kota Mobra. Besok malam adalah waktu yang ditentukan."

Kota Mobra butuh dua hari perjalanan dari mansion. Jadi, jika para assassin menunggu di dekat kota, mereka tak bisa melakukannya sebelum karavan sampai pada lokasi penyergapan. Dengan kata lain, Almaria dan keluarganya masih dapat diselamatkan.

Isabelle mengucap syukur dan segera pergi dari lorong menuju halaman belakang. Dengan masih menangis, dia berlari menuju kandang kuda dan berusaha melepaskan tali kekang dari salah satu kuda. Suara berisik dari kuda-kuda membuat malam itu menjadi sedikit gaduh.

"Hei! Siapa itu?!" Salah seorang prajurit mengacungkan tombaknya ke arah Isabelle. Namun, dia tak memedulikannya.

Setelah memandang cukup lama, prajurit itu akhirnya mengenali sosok yang sedang kesusahan melepaskan tali kekang.

"Isabelle, apa yang kau lakukan?"

Isabelle berbalik, menampakan wajah sedihnya pada prajurit yang berdiri kaku di hadapannya.

"Kapten mengkudeta!" Suaranya serak sedikit berbisik.

Kemungkinan bahwa prajurit itu adalah bagian dari kudeta sangatlah besar. Namun, Isabelle tak tahu harus berbuat apa dan harus mengadu pada siapa. Dia melakukannya tanpa pikir panjang.

"Apa kau bilang?!"

Sebelum Isabelle sempat menjawab, prajurit lainnya mulai berdatangan ke lokasi mereka.

"Ada apa ini?!"

"Ah, tidak ada." Prajurit itu berpikir keras sebelum melanjutkan kata-katanya. "Dia pelayan pribadi Tuan Putri. Tampaknya sedang sakit dan aku bermaksud untuk mengantarnya ke tabib kota."

Semuanya terdiam memandangi mereka berdua. Hal ini membuat Isabelle dan Sang Prajurit merasakan tekanan kekhawatiran yang semakin memuncak. Namun, salah satu dari mereka akhirnya membalas.

"Kalau begitu, cepat antar dia sebelum bertambah parah. Aku akan menggantikanmu untuk melapor."

Para prajurit mulai kembali ke pos penjagaanya masing-masing.

Tanpa membuang banyak waktu, prajurit itu menarik Isabelle untuk naik ke atas pelana kuda dan segera pergi menuju gerbang keluar. Beberapa kali mereka dihadang, tapi akhirnya dapat lolos dengan dalih yang sama dan melewati pemeriksaan-pemeriksaan ketat sebelum akhirnya dapat keluar.

"Apa kau benar-benar yakin?" Sang Prajurit angkat suara seraya tetap fokus ke jalanan di depan, memeluk Isabelle dari belakang sementara tangannya menggenggam tali kemudi.

"Aku mendengarnya sendiri. Mereka akan membunuh anggota Keluarga Canaria tepat sebelum sampai Kota Mobra." Isabelle masih terus menangis.

"Kalau memang benar, kita harus cepat menyusul untuk memberi peringatan!"

"Bukankah mengejar sendirian sangat berbahaya? Lebih baik cari bantuan terlebih dahulu dan--"

"Itu ide buruk. Sementara menyewa petualang itu mustahil, kita juga tak tahu siapa saja prajurit yang berkhianat."

Menyewa petualang setidaknya membutuhkan waktu pemrosesan satu hari. Jadi, mereka tidak akan sempat tepat waktu. Sementara itu, melaporkan pengkhianatan Sang Kapten pada orang yang salah akan membuat mereka dalam bahaya. Lagipula tidak ada bukti spesifik yang dapat dipercaya. Sebuah keajaiban mendapati bahwa orang pertama yang ditemui oleh Isabelle adalah seorang prajurit yang setia pada Marquis Canaria. Jika tidak, Isabelle mungkin sudah disiksa sampai mati sekarang ini.

"Setidaknya kita akan menyusul rombongan mereka sekitar sebelum matahari tenggelam. Pegangan yang erat!"

Isabelle memperkuat cengkraman tangannya pada pelana seiring dengan bertambah cepatnya kuda yang mereka tumpangi.

----

02 September 2018

Riwayat penyuntingan :

• Kamis, 27 Desember 2018

• Minggu, 06 Januari 2019