Chapter 56 - Dugaan Misaki

"Memang kau yakin bisa menang dariku? Kau?" ia mendengus jijik, tatapannya menghina Misaki dari ujung kaki ke ujung kepala, menyeringai jahat. "Siapa, ya, kira-kira yang mengajukan kontrak selama tiga puluh hari? Oi! Jangan-jangan, kau amnesia beneran? Aku tak butuh uangmu. Memang kau bakal dapat uang banyak dari mana? Jual diri? Jadi piaraan om-om?"

"Jangan bicara sembarangan, ya!" tangan Misaki melayang ke arah pipi lelaki itu, tapi ditangkap secepat mungkin.

"Masih juga sok suci. Daripada 'main' sama orang lain, bagaimana kalau denganku? Meski jelek dan bukan tipeku, kalau sekali saja, kurasa tak masalah. Mungkin di balik pakaian ini, tubuhmu...." Ia menimbang-nimbang, kedua bola matanya terlihat lapar, menjilat bibir mengamati tubuh Misaki, "... bolehlah. Kalau belum dicoba, mana kita tahu. Ya, kan?"

"KAU!" Misaki menggertakkan gigi, berusaha menarik tangannya, kembali ingin menampar lelaki itu, namun si playboy itu mencengkeram kuat pergelangannya.

Mulutnya itu! Geramnya dalam hati.

"Kalau tak sanggup, maka lupakan semua pikiran konyolmu itu. Aku tidak suka dipermainkan. Kau yang memulai, kau pula yang mengakhiri. Jangan berhenti di tengah jalan. Tidak bertanggungjawab sekali. Dasar pembuat masalah!" Keningnya bertaut kesal.

"Kubilang, aku akan membayar berapapun kerugian dan penaltinya! Darimana uangnya, bukan urusanmu!"

"Heeeee.... galak sekali." ia terkekeh santai. Pergelangan Misaki dipelintir pelan. "Aku bisa melaporkanmu sebagai kasus penipuan, kekerasan, pelecehan, pencurian, dan pencemaran nama baik jika kau masih ngotot. Jangan pernah mencoba memberontak padaku seperti ini untuk kedua kalinya!" Kilau matanya tiba-tiba memancarkan ancaman nyata, wajahnya berubah gelap sangat mengerikan. "Aku bahkan bisa memberimu penderitaan seumur hidup."

"Ya, sudah! penjarakan saja aku! Asal kontraknya batal, aku tak peduli!" Misaki kalap. Rahangnya mengeras, dada naik turun, sorot mata berkobar ke arah sang lelaki.

"Jangan membuatku kesal lebih jauh lagi!" Ia mempererat cengkramannya, membuat perempuan itu meringis kesakitan. "Lihat-lihat dulu orang yang ingin kau lawan. Uang dan pengaruh adalah kekuatan dan senjata. Sementara dirimu ini siapa? Tahu dirilah sedikit! Paham? Dasar siput! Bodoh sekali kau ini!"

Wataru melepas kasar cengkeramannya.

Sadako mini market itu menatapnya penuh amarah.

Jantungnya saat ini berdebar keras seperti genderang perang. Kedua tangannya yang dingin dan gemetar dikepalkan kuat-kuat.

Toshio Wataru memang lelaki berbahaya! Bukan hanya sekedar dugaan, paranoid berlebihan, atau teori gilanya semata!

Kemarin, dia seperti orang sinting lepas kendali. Sekarang, bisa-bisanya dia setenang itu mengancam seseorang?! Inikah sosok asli dewa bisnis yang ditakuti itu? Monster!

Penyesalan menerjang Misaki bagaikan tsunami, memporak-porandakan hati dan pikirannya.

Ia menggigit bibir kuat-kuat, menahan murka.

Logikanya bermain cepat mengumpulkan informasi acak. Mencoba menganalisis lelaki itu secara menyeluruh.

Tiba-tiba muncul di depan pintunya meminta bantuan dengan tawaran kontrak yang begitu menggoda dan menggiurkan, padahal menyapanya sekali saja tak pernah? Bahkan seolah ia jijik padanya!

Ada banyak perempuan di sekitarnya, kenapa malah memilihnya?

Sebagian besar poin kontrak cenderung hanya menguntungkannya di balik identitas rahasianya tanpa ia ketahui.

Alergi pada tipe dirinya, tapi masih mau dekat-dekat?

Tunangan palsu sebagai tameng?

Seorang playboy sadis bermuka dua?

Kini malah ingin mempertahankannya seperti orang gila kontrol???

Sejak awal, semuanya memang terasa janggal, namun ia terdesak situasi saat itu hingga tak memikirkannya secara logis, langsung menandatangani kontraknya tanpa memikirkan risikonya baik-baik.

Dipikir-pikir, semua runtutan kejadian dan fakta-fakta ini sungguh aneh!

Sebuah dugaan ngeri terlintas di benaknya, menggerogoti akal sehatnya.

Sekujur tubuhnya berubah dingin hanya dengan memikirkannya.

Mukanya memucat.

Tidak mungkin....

Apa Toshio sengaja merencanakan ini semua agar bisa memanfaatkannya sepuas hati?

Imajinasinya pasti terlalu tinggi!

Dia, kan, penulis!

Benar!

Pasti begitu!

Misaki menggeleng cepat.

Ia berusaha menguasai diri, tersenyum kikuk, tenggorokannya seolah tersumbat sesuatu.

"A-anggap saja aku tak berkata apa-apa tadi, tanda tangan saja sudah cukup, kok. Tanda tangan saja, ok? Aku tidak akan macam-macam." Ia terlihat patuh, buru-buru memperbaiki ucapannya. Keringat dingin tak henti-hentinya menyelimuti tubuhnya.

"Hanko. Jitsuin." ujar Wataru penuh tekanan, dingin dan mengancam. Kepalanya mendongak miring, begitu gelap, begitu mengerikan.

"Aku tidak akan macam-macam! Aku janji! Kontraknya pake tanda tangan semua saja, ya? Aku tidak akan mangkir lagi dan bikin masalah, kok. Jepang, kan, juga sudah lebih modern, sudah bisa terima tanda tangan pada surat perjanjian tertentu seperti katamu waktu itu." Ia tersenyum kikuk.

"Hanko. Jitsuin." Ulangnya dengan ekspresi yang sama.

Misaki tertawa garing, kepalan tangannya ditumbukkan pada telapak tangan satunya. "Ah~ aku punya solusi! Karena Toshio-san tidak suka hutang budi. Bagaimana kalau uang kontrakku dipotong jadi dua puluh lima juta yen saja sebagai kompensasi pembatalan kontrak kurang dari tiga puluh hari? Dengan begitu, bukankah akan adil? Masalah kerugian dan penalti, aku akan membayarnya dengan bayaran uang kontrakku itu, dan untuk menutupi kekurangannya, aku akan menyicilnya seumur hidup sampai lunas. Jangan khawatir, aku pasti punya uangnya! Hanya saja, tolong beri aku waktu. Ba-Bagaimana? Solusi cerdas, kan?"

"TIDAK TERTARIK." Ekspresi lelaki itu semakin mengerikan. "Aku ingin hanko jitsuin! Bagian mana dari kata-kataku sebelumnya yang tak kau mengerti, hah?"

Mendengar itu, entah kenapa di lehernya sekarang seolah terasa dipasangi sebuah tali kalung hewan peliharaan dari lelaki itu.

Pada mulanya, sang playboy tak mempermasalahkan hanko (stempel) pada kontrak sebelumnya. Malah ia sendiri tak sabaran agar Misaki segera menandatanganinya saat itu juga dengan alasan takut Misaki berubah pikiran, berkata bahwa selama kontrak itu autentik pada dirinya, maka tak masalah sama sekali, Jepang juga sudah mulai menerima 'sain' (signature/tanda tangan) pada dokumen tertentu. Ia tak keberatan asal ia setuju membantunya, dan percaya sepenuhnya pada Misaki.

Tapi, apa sekarang ini? Tiba-tiba menuntut kontrak baru dan hanko jitsuin dengan alasan yang menyudutkannya. Kasar pula caranya!

"Ta-tapi, itu, kan sudah adil? Toshio-san juga akan terbebas dari hutang budi! Kerugian dan penaltinya, aku yang akan tanggung, kan? Aku akan jamin dengan surat hutang dan mencicil bayarannya tanpa telat sedikitpun sampai aku mati! Apa masalahnya sekarang?"

"Hooo.... Jadi benar, kau akan jual diri?" matanya memicing, jijik dan muak.

"Berhenti berpikir begitu! Aku tidak akan jual diri! Status uang pembayaran itu akan dijamin di surat hutangnya! Aku akan kerja rodi sampai mimisan dan tubuhku hancur hanya untuk membayarmu! Jadi, jangan khawatirkan dari mana uangnya! Aku tidak akan membayarmu dengan uang kotor sepeser pun!"

"Percaya diri sekali." sang playboy tersenyum kecil. "Bagaimana, ya? Di awal-awal, aku sudah bilang, kan? Aku ingin tubuhmu, bukan uangmu!"

"A-APAAA?"

Wataru mendecakkan lidah, keningnya mengernyit kesal. "Aku tak kekurangan uang. Bayar dengan tubuhmu sebagai budak."

"KENAPA? AKU TIDAK MENGERTI!"

"Kau yang menawariku sejak awal, kan? Idemu itu lebih menarik daripada uang. Buuuu. Daaaak."

"KAU! UGH! SIALAN! KALAU BEGITU, AKU MAU KE PENGADILAN SAJA!"

Wataru terbahak keras. "Kau ini benar-benar bodoh, ya? Lain kali rekam atau catat perkataanku. Kau tak akan pernah menang melawanku. Sadari statusmu saat ini. Kau masih budak, dan aku majikan. Kau ini, seperti hewan liar saja! Hobi sekali mengarahkan cakarnya padaku!"

"CUKUP! Aku lebih baik masuk penjara daripada jadi budakmu! Ya! Masukkan saja aku ke penjara!"