"Misaki, apa susahnya melepas topengmu itu lalu kita 'bersenang-senang' sedikit? Jika kau membuatku puas, mungkin aku akan meringankan sedikit penderitaanmu. Playboy dan playgirl saling bermain. Bukankah itu menarik?"
"Kau benar-benar sakit jiwa, Toshio Wataru! " Misaki memasang tampang jijik, nada suaranya menggeram penuh kebencian.
Sudut bibirnya tertarik, dingin dan licik, ekspresi yang selalu ia pasang ketika menaklukan lawan-lawannya selama ini.
"Ini uangnya, Wataru-kun! Susahnya ketemu~ Kalian bertengkar gara-gara uangnya lama, ya?" Mika menyodorkan uang pada Wataru, pelipisnya dipijit-pijit.
"Tidak. Hanya salah paham, kok." tangannya mengelus lembut puncak kepala Mika. "Ini. Uangmu. Ambil saja kembaliannya." Ia menjatuhkan uang itu dengan sengaja ke lantai samping.
KURANG AJAR! Umpatnya dalam hati.
"Wataru~ kau tidak kasihan sama pembawa makanannya? Dia memang aneh, tapi jangan kasar-kasar, dong. Mika-chan jadi risih sama dia." Tangan perempuan itu meraih leher Wataru, membuat lelaki itu merendahkan kepalanya.
"Tak apa. Dia juga suka, kok, diperlakukan begitu." Wataru tersenyum cerah pada Mika, tangannya menarik pintu untuk ditutup.
SUKA KEPALAMU! Misaki berusaha mengendalikan diri, tak mau terekspos punya hubungan dengan lelaki kasar macam dia.
"Terima kasih uangnya." Ia bergegas memungutnya, ingin pergi dari tempat itu secepat mungkin, harga dirinya sudah hancur lebur saat ini. Matanya terasa panas, ingin menangis karena amarah, kekecewaan, rasa malu luar biasa, frustasi, dan kesedihan yang dipelintir jadi satu.
TAK!
Wataru menangkap pergelangan kirinya, menahannya begitu kokoh hingga tubuh Misaki tersentak oleh gerakan tiba-tiba itu, tote bag dan uangnya jatuh ke lantai.
Geram, ia berbalik hendak berteriak marah, tapi cepat-cepat membuang muka.
Dari balik celah pintu yang terbuka sedikit, Lelaki tak tahu malu itu sedang 'gelud bibir' dengan perempuan itu dengan cara yang menjijikkan.
Misaki membuat gerakan muntah membelakangi mereka.
Benar-benar menjijikkan! Perutnya mual seketika. Kepalanya juga pusing setelah melihat hal tak pantas itu.
Tangannya coba ditarik sekuat mungkin tanpa melihat ke belakang, tapi Wataru menahannya dengan kekuatan penuh.
"BAJ*NGAN!" bisiknya seraya menggigit bibir.
Daun pintu apartemen bergerak-gerak pelan oleh perang tarik tangan yang diam-diam terjadi antara Misaki dan Sang Playboy rupawan nan genius itu.
"Lepaskan!" suaranya dibuat serendah mungkin agar Mika tak mendengarnya.
Bukannya melepas tangan Misaki, Wataru malah menyentak kuat tangannya dan menyelipkan cepat jari-jarinya pada jari-jari Misaki.
DEG!
LELAKI INI! Muka Misaki memerah, antara marah, terhina, jijik, dan malu setengah mati.
Walau terluka, remasan tangannya begitu kuat dan intim, jika saja ia bukan playboy sadis yang mencapnya sebagai mainan seru dan budak, mungkin Misaki bakal salah mengira tindakan itu seperti pria yang takut kehilangan wanita yang sangat dicintainya untuk selamanya.
Tapi, ini, kan, Toshio Wataru! Seorang homme fatale alias womanizer alias Casanova berbahaya! Jari-jari Misaki gemetar dingin tak berdaya oleh remasan lelaki itu.
Entah ia berhalusinasi atau tangannya gemetar terlalu kuat, tangan lelaki itu juga seolah ikut gemetar sesaat, lalu tiba-tiba jemarinya disisipkan semakin dalam dan intense, gerakan itu membuat jantung Misaki serasa berhenti berdetak, mukanya memerah oleh perasaan campur aduk.
Wataru meremas kuat tangannya cukup lama, selama ia 'gelud bibir' dengan perempuan itu.
Sepanjang detik itu pula Misaki hanya bisa membelakangi pintu, pasrah dengan situasi super memalukan dan menghina harga dirinya yang tersisa saat ini, kepalanya tertunduk seperti orang bodoh.
Setelah puas 'gelud bibir', sang playboy kemudian menyentaknya lagi dan mendorongnya merapat ke dinding dekat pintu, terhindar dari pandangan Mika.
"Pergi makan sana." Ujarnya datar.
"Ok! Wataru-kun!" Mika mengedip cepat dan bersenandung riang masuk ke ruangan, jalannya oleng tidak karuan.
"Lepas!" bisik Misaki setengah mengancam.
Sebelah mata Wataru mengintipnya dari balik celah pintu yang terbuka, senyumnya begitu dingin, begitu licik.
"Mukamu merah sekali. Marah? Cemburu?" ledeknya.
"Enak saja!" pekik Misaki tertahan, bibirnya digigit keras menahan perasaan meledak-ledak di dadanya.
Wataru mendengus meremehkan, ia mengamati bibir Misaki yang digigit begitu kuat sampai terlihat berdarah (ini luka semalam, tapi lelaki itu mengiranya baru terjadi gara-gara lukanya pecah).
Untuk kesekian kalinya, ia menyentak tubuh Misaki, kali ini ke arahnya hingga jarak wajah mereka sangat dekat.
"Bibirmu digigit sampai berdarah begini masih saja menyangkal tak merasakan apa-apa?" tangan satunya menyentuh bibir Misaki.
Perempuan itu membuang muka. "Kau buta, ya? Ini luka kemarin. Bukan karena kau mencium perempuan itu! Geer sekali kau!"
"Hmmm.... begitu. Mainanku bisa marah juga karena hal sepele? Matamu juga bengkak gara-gara itu? Apa bahkan air matamu itu tulus atau sandiwara belaka?"
"Sepele? Kau beneran sinting, ya?! Narsis akut!" Misaki melotot tajam.
Lelaki itu mendengus geli.
Ia meraih belakang kepala Misaki, berusaha mendaratkan ciuman padanya, tapi dengan cepat tangan bebas sang wanita menutupi bibirnya sendiri, mencegat aksi sang playboy.
Bibir dingin dan basah Sang Casanova melekat pada punggung tangan Misaki.
Kedua bola mata lelaki itu membesar, terkejut sekaligus bingung.
Kemudian ia terbahak keras.
Begitu senang, begitu puas, sangat riang layaknya anak kecil yang berhasil mendapat tangkapan dari mesin capit boneka setelah berkali-kali gagal.
MANUSIA SAMPAH! bathin Misaki.
"Kau ini mainnya benar-benar keras, ya? Profesional memang beda." senyumnya mengejek.
"Ngomong apa, sih! Dasar mes*m gila! Lepaskan aku!" Misaki mencoba menarik kembali tangannya, tapi gagal.
"Ah! Hampir lupa! Besok bawa kontrak lamanya, juga."
"Apa?"
"Apa aku kurang jelas? Bukan hanya kontrak baru saja yang perlu diberi hanko, tapi kontrak lama juga perlu supaya jadi 'formal', kan?" sindirnya licik, sejurus kemudian suaranya terdengar jenaka menyebalkan. "Mungkin kita satukan saja kontraknya biar mudah. Aku akan memberimu sedikit keuntungan. Bagaimana?"
"Tidak mau! Kau menjebakku sejak awal! Aku akan menuntutmu dengan tuduhan penipuan, pelecehan, dan eksploitasi perempuan!"
"Berhenti bersikap bodoh!" Remasan tangannya diperkuat. Lagi, Misaki meringis kesakitan.
"Bukankah kau suka uang? Aku kaya, genius, dambaan banyak wanita, sukses, juga tampan. Kenapa masih pura-pura protes? Jangan menguji batas kesabaranku lebih jauh, Misaki. Sangat tidak bijak." senyum licik dan menghina lelaki itu membuat hati Misaki teriris.
Lelaki ini benar-benar tidak waras! Batinnya, kecewa bertubi-tubi.
"Apa susahnya menaruh hanko pada kontrak lama kita? ya, kan? 'Tak!' beres. Masalah selesai!" tangan kirinya memperagakan pemberian hanko pada udara kosong dengan begitu santainya. "Atau menggabungnya jadi kontrak tunggal. Jangan banyak drama, tidak baik untuk kesehatan."
"AKU BILANG TIDAK MAU!"
"Kenapa? Ini kesempatan emas bagimu. Lagi pula, mau bagaimanapun bentuk kontraknya, aku tetap bisa menekanmu dengan berbagai cara sampai kau bersedia jadi budakku seutuhnya. Berburu adalah hal yang memicu adrenalinku. Kau bakalan jatuh bangun menghadapiku, Misaki. Jangan melakukan hal yang sia-sia. Jadi, mari buat ini mudah bagi kita berdua."
Misaki berpikir sejenak, akal sehatnya kembali perlahan. Perkataannya memang benar. Lelaki sinting itu adalah seorang dewa bisnis seasia timur bertipe sadis yang disegani, melawannya sama saja sebagai aksi bunuh diri! Apa ia bisa percaya omongannya saat ini? Apa ini benar-benar kesempatannya agar tak lagi diperlakukan semena-mena?
Misaki benar-benar terdesak.
Tidak melawan, salah.
Melawannya, lebih-lebih salah!