Chapter 16. Makhluk buas hutan terlarang
Vai dan Dustin berhadapan dengan seekor macan bergigi pedang. Ukuran tubuh mereka terlihat sangat kecil jika dibandingkan dengan makhluk tersebut.
'GRROOAAARR!!!' macan bergigi pedang itu melompat menerjang Vai.
'KIIKK!!!' Kiki berteriak dari atas pohon. Sepertinya Kiki juga tidak dapat membantu sama sekali. Ia hanya bisa memperhatikan mereka dari atas pohon.
Vai menghindari terjangan makhluk itu dengan mudah. Gerakannya terlihat sangat lambat di mata Vai.
'Slash!'
Sebuah sabetan dari belati di tangan Vai mengenai tubuh macan itu. Namun, sabetan tersebut terasa sangat berat di tangan Vai. Sepertinya kulitnya sangat tebal.
"Ukh!" Vai meringis.
Sabetan belati tersebut tidak menimbulkan luka di tubuh makhluk itu sama sekali. Macan bergigi pedang tersebut berbalik dengan cepat ke arah Dustin dan menggeretkan sebuah cakar besar ke arahnya.
'Scratch!!`
Dustin menangkis cakar tersebut dengan pedangnya.
'KHUUKK!!!'
Cakaran berat macan itu membuat Dustin terpental. Tidak terlihat tanda-tanda macan bergigi pedang tersebut merasa kesakitan. Padahal Dustin menangkis cakarnya dengan sebuah pedang tajam.
"Kamu tidak apa-apa?" Ujar Vai.
"Ya…" Dustin bangkit berdiri. "…makhluk itu kuat sekali."
"Kita harus melakukan sesuatu!" Usul Vai. "…pasti makhluk tersebut ada kelemahannya."
Dustin mengangguk setuju.
"…Tapi bagaimana caranya?" tanyanya.
"Aku akan mencoba mengalihkan perhatiannya!" Vai berlari ke arah macan tersebut.
Macan bergigi pedang tersebut terlihat marah. Vai kembali mencoba menancapkan belati ke tubuh makhluk itu. Tubuh makhluk buas itu terlalu keras. Belati tersebut tidak dapat menembus kulit tebalnya. Makhluk itu mencoba mengigit Vai dengan taring pedangnya. Vai kembali menghindar dari setiap gigitannya.
Dustin menyusul dan mencoba menyerang tubuh macan tersebut dengan pedangnya.
'CLANG!!' Tebasan pedang Dustin mental saat mengenai tubuh keras makhluk itu.
'GRROAARR!!!' Makhluk tersebut kembali menggeretkan cakarnya ke arah Dustin.
Dustin kembali terpental mundur. Tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, Vai menyerang leher makhluk itu.
'Slash!'
Berhasil! Goresan dari belati Vai menimbulkan luka di leher makhluk itu. Sepertinya kelemahan dari makhluk buas ini terletak pada lehernya.
'Grrrrr!!!' Macan bergigi pedang tersebut terlihat murka.
"RASAKAN INI!!" Dustin mengayunkan pedangnya ke arah makhluk tersebut. Sebuah gelombang kejut dihasilkan dari ayunan pedang Dustin.
'DAASH!!!!'
Serangan gelombang kejut Dustin meleset. Tidak, ternyata makhluk tersebut menghindar! Ia bergerak semakin cepat dan beringas. Di balik tubuh besarnya, makhluk buas tersebut juga lincah. Ia kembali melancarkan gigitan dan cakaran berat ke Vai.
Vai terus menghindar dari setiap cakaran dan gigitan dari macan bergigi pedang tersebut. Namun kecepatan makhluk itu terus bertambah. Vai semakin terdesak. Beberapa kali ia menangkis gigi pedang makhluk itu dengan belatinya.
'Bruk!!'
punggung Vai menabrak pohon. Ia terpojokkan.
'GROAARR!!' Makhluk buas itu mencoba menerkam Vai.
Vai menahan gigitan makhluk itu dengan belati. Gigi berbentuk pedang tersebut beradu dengan belati tentara di tangan Vai.
'UKHHH!!!' Vai meringis. Kekuatan rahang yang mengerikan. Vai berusaha menahan terkaman makhluk buas tersebut.
"HAH!!!" Dustin menebas leher makhluk buas tersebut sekuat tenaga.
'DHUAAK!!!'
Makhluk besar itu tidak bergeming. Ia masih berusaha menerkam Vai. Pedang Dustin hanya menempel di leher macan bertaring pedang tersebut. Sepertinya kulit makhluk itu sangat tebal. Pedang Dustin tidak dapat menembus leher makhluk itu.
'Grrrrr!!!!'
'UKHH!!!' Vai masih meringis menahan terkaman makhluk tersebut.
'KHAAHHHH!!!!' Dustin berteriak menambah tenaganya. Pedangnya bergetar. "…Aku tidak akan kalah dari makhluk sepertimu!!!!!" Bersamaan dengan teriakan Dustin, pedang di tangannya semakin menekan leher makhluk buas tersebut.
'SLASSH!!!!!'
Kepala macan bertaring pedang tersebut terpisah dari tubuhnya. Darah segar dari tubuh makhluk itu mengucur dengan deras.
'BRUK!!!'
Tubuh besar makhluk buas tersebut terjatuh lunglai ke tanah.
Mereka berhasil mengalahkan macan bertaring pedang tersebut.
'Hosh…Hosh…'
Dustin dan Vai ngos-ngosan. Vai dan Dustin merebahkan pantatnya ke atas tanah. Bertarung dengan makhluk itu membuat mereka kelelahan.
"Kita…berhasil!!!" Ujar Vai sembari mengatur nafasnya.
"Ya…" Jawab Dustin tertawa sembari mengatur nafasnya.
"HAHAHAHA!!!"
Entah apa yang lucu bagi mereka, Vai dan Dustin tertawa bersama. Sepertinya mereka merasa lega bisa memenangkan pertarungan berat ini.
Vai bangkit berdiri dan memungut kepala macan bergigi pedang tersebut.
"Hei, Dustin!" Ujarnya.
"…ya?"
"…Sepertinya taring makhluk ini sangat keras…" Ujar Vai. "…mungkin taring ini dapat berguna nantinya."
"…Biar kubantu!" Dustin bangkit berdiri. Ia mengambil belati milik Vai dan memotong pangkal dari taring tersebut. Taring tersebut terlepas dengan mudahnya dari kepala makhluk buas itu.
"Terima kasih, Dustin!" Ujar Vai sambil tersenyum.
"Sudah sepantasnya, Vai! " Jawab Dustin sambil menyerahkan kedua taring pedang macan tersebut pada Vai. Ini pertama kalinya Dustin memanggil Namanya dengan sebutan Vai, dan bukan bocah Sarma lagi.
Vai mendapatkan dua buah taring dari macan bergigi pedang.
--
-
"Aku akan mengenalkanmu pada teman-temanku nanti!" Ujar Dustin pada Vai. Mereka sedang dalam perjalanan kembali ke tempat Howard.
"Maksudmu, para perompak yang menyerang kapal kami waktu itu?" tanya Vai
"Ya!! Mereka sudah kuanggap sebagai keluargaku sendiri!" Dustin merangkul Vai. "…dan kamu juga sudah menjadi bagian dari keluargaku!!"
Vai tersenyum simpul. Padahal sebelumnya mereka selalu bertengkar bagaikan anjing dan kucing, kini mereka malah terlihat seperti saudara kandung.
"…Aku yakin Bard dan yang lainnya juga akan menyukaimu!" Ujar Dustin.
"Bard?"
"Ya! Bard!" Ujar Dustin. "…Bard merupakan wakil kapten dari kapalku! Meskipun tubuhnya gemuk dan suka mengeluarkan suara-suara aneh saat berbicara, Dia itu sangat kuat dan dapat diandalkan!" Dustin membangga-banggakan anggotanya.
Bard merupakan anggota perompak Dustin yang memiliki tubuh gemuk besar. Sebuah tato berbentuk babi hutan menghiasi lengannya. Vai teringat kembali momen dimana Bard tergantung terbalik oleh jebakan tali tambang yang dibuatnya dulu.
"Pasti menyenangkan bisa bertemu lagi dengan mereka!" Ujar Vai.
Dustin dan Vai tersenyum lebar.
Keluarga? Kenapa Dustin menganggap teman-teman perompaknya sebagai keluarga? Bukankah seharusnya dia juga punya keluarga? Ah! Mungkin sebaiknya ia tidak menanyakan hal itu. Selain hal tersebut merepotkan baginya, ia juga tidak mau membuat Dustin tersinggung.
--
-
"Kita akan kembali ke kota Kalt minggu depan..." Ujar Howard. "…Saya baru bisa memberikan jawaban untuk semua pertanyaanmu saat kembali ke kota Kalt nanti."
Vai baru saja menanyakan tentang fenomena-fenomena aneh yang terjadi di seluruh dunia belakangan ini pada Howard.
"…gulungan berisikan tentang sejarah yang berhubungan dengan fenomena-fenomena aneh tersebut tersimpan dalam ruanganku di Kastil!" Lanjut Howard. "…Sebelum kembali ke kota, saya harap kalian berdua sudah semakin menguasai Teknik Absokido!"
"Baik,Guru!" Ujar Vai. Kini Vai memanggil Howard dengan sebutan guru.
"Dustin!" Panggil Howard. "…kurasa tidak ada salahnya kamu berbagi ilmu tentang penguasaan Teknik pertahanan dan kekuatan pada Vai! Begitu juga sebaliknya, Vai! Mungkin kamu juga bisa berbagi ilmu pada Dustin!"
Vai dan Dustin saling bertatapan dan tersenyum menyeringai.
"Dengan kejeniusanmu, kamu pasti akan dapat dengan mudah menguasai teknik pertahanan dan kekuatan!" Puji Dustin.
"Tidak-tidak!!" Bantah Vai. "…kurasa kamu akan lebih cepat menguasai Teknik kecepatan dariku! Kamu telah menguasai Teknik pertahanan dan kekuatan terlebih dahulu. Seharusnya tidak akan sulit bagimu untuk menguasai Teknik kecepatan!"
Howard tersenyum melihat kedua muridnya yang semakin akur. Dengan bekerja sama, mereka berdua akan lebih cepat menguasai Teknik Absolut dari Absokido.
Kecepatan Absolut, Pertahanan Absolut dan Kekuatan Absolut. Tiga ilmu dasar Absokido ini berasal dari ilmu bela diri kuno jaman dulu. Belum ada seorangpun di dunia ini yang berhasil menguasai Teknik Absokido dengan benar-benar sempurna. Termasuk Wan Sarma dan Howard Knut.
--
-
Seminggu berlalu. Vai dan Dustin kembali mengitari hutan terlarang untuk berburu. Mereka akan kembali ke kota Kalt keesokan harinya.
Vai mengenakan baju tanpa lengan. Tidak, lebih tepatnya lengan baju tersebut telah dirobek hingga terlihat seperti baju tanpa lengan. Otot di lengannya kini terlihat berbentuk dan lebih kekar daripada sebelumnya. Yah, walaupun masih terlihat lebih kecil apabila dibandingkan dengan otot Dustin. Paling tidak, tubuh Vai kini terlihat lebih gagah daripada sebelumnya.
"Hei,Dustin! Hewan apa yang akan kita buru siang ini?" Tanya Vai. "Kelinci bertanduk? Babi hutan? Rusa?"
"…Aku tidak peduli hewan apapun itu, selama kamu yang memasak, aku jamin rasanya pasti akan enak!" Jawab Dustin sambil tertawa.
Sepertinya bakat memasak dari ibu Vai menurun pada Vai. Selama beberapa hari belakangan ini, Vai lah yang bertugas untuk memasak makan siang dan malam. Dan lagi, Howard dan Dustin juga sangat menyukai masakan Vai. Tidak terkecuali Kiki, monyet berekor dua yang akhir-akhir ini selalu menempel di Pundak Vai.
"Kiiikkk!! Kiiikk!!!" Kiki bersorak kegirangan.
Mereka terus berjalan menelusuri hutan dan berharap segera menemukan hewan buruan untuk makan siang mereka. Menemukan hewan di tengah hutan seperti ini tidaklah mudah. Hewan buruan biasanya akan mencari tempat yang aman untuk bersembunyi.
'Srak-srak..'
Terdengar suara dedaunan yang bergesekan di dekat mereka.
"Ssst!!!" Dustin menyuruh Kiki diam. "…kamu dengar itu,Vai?"
'Grrrrrr…..'
Sepertinya suara geraman itu tidak asing. Suara geraman itu berasal dari balik semak di dekat mereka.
"Geraman itu…" Vai berbisik. "…sepertinya tidak asing!"
Vai dan Dustin mengintip dari balik semak. Mereka menggeser semak tersebut perlahan.
Hei!!! Mereka melihat seekor macan bergigi pedang dari balik semak tersebut. Ukuran macan tersebut kurang lebih sama dengan macan bergigi pedang yang mereka kalahkan beberapa hari yang lalu. Ternyata macan bergigi pedang di hutan ini tidak hanya seekor. Di sisi lain dari hutan ini juga terdapat hewan buas sejenis.
Jarak mereka dengan makhluk tersebut kurang lebih lima meter. Vai dan Dustin masih bersembunyi dari balik semak. Sepertinya kehadiran mereka di balik semak tersebut belum disadari makhluk tersebut.
'Grrrrr….' Geramnya lagi.
Vai dan Dustin saling bertatapan. Ini saat yang tepat bagi mereka untuk menguji hasil latihan selama seminggu ini. Vai dan Dustin sudah jauh lebih kuat dari sebelumnya. Melawan seekor macan bergigi pedang seperti waktu itu seharusnya tidak akan sulit. Pikir mereka.
Vai segera mengeluarkan belati tentara dari tas pinggangnya dan Dustin melepaskan sarung pedangnya. Kedua remaja pria ini bersiap untuk menyerang makhluk buas tersebut.
Hei, Makhluk itu menggeram ke arah lain. Ia membelakangi Vai dan Dustin. Kemana makhluk tersebut menggeram? Dan kenapa??
'GROAAARRR!!!' Macan bergigi pedang tersebut melompat menyerang ke arah yang digeraminya.
'DHUARRR!!!!!'
Sebuah hepasan berat dari telapak tangan seekor makhluk besar membuat macan tersebut terpental dengan sangat kuat. Macan bergigi pedang tersebut terlempar ke arah Vai dan Dustin bersembunyi.
"AWAS!!!" Dustin memperingati. Dustin dan Vai melompat menghindar dari macan bergigi pedang yang terlempar tersebut.
'BRUK!!'
Macan bergigi pedang tersebut terkapar. Dan…HEI!! Makhluk tersebut tewas seketika!!
Hempasan pukulan macam apa yang bisa membuat Makhluk buas dan besar seperti itu tewas dalam sekali pukul?
Vai dan Dustin menoleh ke arah asal pukulan.
"GRRRROOOAAARRRRR!!!!!"
Terdengar suara teriakan dari Makhluk buas lain yang lebih besar dari macan bergigi pedang.
"Ti…tidak mungkin!!!" Guman Dustin syok. "…Bagaimana mungkin makhluk itu bisa ada di sini? Daerah ini bukan daerah kekuasaannya!!"
"…Makhluk apa itu??!!" Vai terbelalak kaget dan tidak kalah syok.
"KiiikK!!" Kiki berteriak ketakutan.
To be continued…