Chereads / I'm Vai - I just want to Live Peacefully / Chapter 18 - Chapter 18. Masa Lalu Sarma

Chapter 18 - Chapter 18. Masa Lalu Sarma

Chapter 18. Masa lalu Sarma

--

Malam ini merupakan malam terakhir Howard, Vai dan Dustin di berada hutan terlarang. Tidak ada penerangan lain selain sebuah api unggun di tengah-tengah mereka. Beberapa potong daging beruang hitam terlihat sedang dipanggang di atas api unggun. Malam ini, hutan Terlarang terasa begitu dingin dan gelap. Seminggu telah berlalu sejak Vai memasuki hutan ini dan mempelajari ilmu beladiri Absokido dari Howard Knut.

Di dalam hutan yang gelap seperti ini, seharusnya akan sangat berbahaya bagi manusia untuk menginjakkan kaki. Berbeda dengan Howard, Vai dan Dustin. Justru sebaliknya, akan sangat berbahaya bagi hewan buas apabila bertemu dengan mereka. Seandainya para makhluk buas mendekati mereka, mungkin nasib mereka juga akan sama seperti nasib salah satu makhluk terkuat di hutan ini. Menjadi santapan makan malam mereka.

Hanya terdengar suara api dan gemuruh udara yang menyelimuti dinginnya malam di hutan ini.

"Dulu saat saya dan Wan Sarma masih muda, kami sering sekali melakukan duel... " Ujar Howard memecah keheningan malam. "…Duel tersebut kami lakukan untuk meningkatkan ilmu bela diri kami. Kami terus berusaha mengembangkan ilmu bela diri Absokido bersama. Meskipun begitu, masih banyak sekali rahasia dari ilmu bela diri kuno tersebut yang belum berhasil kami pecahkan."

"Di antara guru dan beliau, siapa yang lebih kuat, Guru?" tanya Dustin sembari menggigit sepotong daging beruang yang alot di tangannya.

"…Kami berdua merupakan rival." Ujar Howard. "…Meskipun begitu, Wan Sarma hanya sedikit lebih lemah daripada saya."

"Berarti guru lebih kuat daripada beliau?" Ujar Dustin kagum. "…Apakah guru selalu menang saat duel melawannya?"

"Eh…Uhmm…" Howard sedikit gelagapan. Sepertinya ada suatu kebohongan dari pernyataannya tadi. Mungkin saja sebenarnya Wan Sarma lebih kuat darinya. Howard tiba-tiba tertawa lepas. "…HAHAHAHA… Tidak penting siapapun yang lebih kuat!" Ujar Howard mengalihkan. "…Yang terpenting adalah kami semakin kuat setiap harinya!"

"Kakekku kuat?" Ujar Vai tidak percaya. Kakek Vai yang menghabiskan waktunya sepanjang hari untuk mengurus tanaman di rumah itu ternyata sangat kuat. Vai memandangi api unggun di hadapannya. "…Absokido ya?" gumam Vai.

"…Sebenarnya Ilmu bela diri Absokido ditemukan Keluarga Sarma dan dan dikembangkan oleh Keluarga Knut." Jelas Howard. "…Saya dan Wan Sarma bertugas untuk terus mengembangkan ilmu bela diri ini dan mewariskannya ke anak cucu kami." Howard menatap Vai.

"Seharusnya ilmu beladiri Absokido diturunkan kepada Wong Sarma, Ayahmu." Lanjut Howard. "…tetapi karena kondisi tubuhnya yang lemah, Wong tidak dapat mendalami ilmu bela diri Absokido tersebut."

"…Kondisi tubuh yang lemah?" gumam Vai. Ia tidak pernah tahu tubuh ayahnya lemah.

"…Keluarga Sarma juga telah mengembangkan Absokido pada aliran lain…" Ujar Howard. "…Selain pada ilmu beladiri, Absokido keluarga Sarma dikembangkan juga pada aliran ilmu medis dan pengobatan. Dan Wong, Ayah Vai memusatkan kemampuan Absokidonya pada bidang itu."

Penjelasan Howard menjadi masuk akal di benak Vai. Selama ini ia tidak pernah melihat ayahnya berlatih bela diri. Namun ayahnya sangat mahir dalam pengobatan dan ilmu medis lainnya.

"Memangnya hal tersebut bisa terjadi?" Ujar Dustin heran. "…Absokido aliran medis?"

"Absokido tidak terbatas pada aliran beladiri saja. Masih banyak sekali rahasia-rahasia dari Ilmu Absokido yang belum terpecahkan." Jelas Howard. "…Terus terang saat itu kami berharap banyak pada seorang bocah jenius yang mampu menguasai ilmu beladiri absokido hanya dalam beberapa hari." Howard kembali menatap Vai.

"…bocah jenius? Maksud guru?"

"…sepuluh tahun yang lalu, saya pernah bertemu dengan seorang anak kecil yang sangat jenius. Ia mampu menguasai ilmu bela diri Absokido yang kami ajarkan dalam waktu singkat." Howard kembali menjelaskan. "…Vai Sarma! Tolong jawab saya! Kemana perginya bocah jenius yang saya maksud?"

Vai terdiam. Ia menatap api unggun di hadapannya. Ingatan masa lalu terlintas dalam benaknya. Sebuah momen yang ingin dilupakan dan dikubur dengan sangat dalam pada memorinya.

//

"LEPASKAN GADIS ITU!!!" Teriak Vai.

"TI..TIDAK!!" Jawab pria tersebut gemetar. Wajah pria tersebut terlihat bagaikan siluet hitam. Vai tidak dapat mengingat dengan jelas wajah pria itu. Pria itu membekap seorang gadis kecil di tangannya.

"…Va…Vai…" ujar gadis kecil itu pelan. Gadis itu tampak sangat ketakutan. "To…tolooong.… aku…takuuut…" Gadis kecil itu menangis.

"Aku tidak akan memaafkanmu jika kamu menyakitinya!!!" Vai melangkah maju dengan marah. "…Segera lepaskan dia atau kau akan menerima akibatnya!!"

"Mu..MUNDUUURR!!!" Padahal lawan yang dihadapi pria tersebut hanyalah seorang bocah berumur enam tahun. Tetapi rasa takutnya sepertinya agak berlebihan.

Mereka sedang berada di dalam sebuah bangunan tua. Tunggu dulu, di belakang Vai terlihat belasan bahkan puluhan pria tumbang dan berlumuran darah. Apa mungkin Vai yang melakukannya? Dari kepalan tangan Vai terlihat lumuran darah yang masih menetes dan sepertinya itu bukan darah Vai.

Pria itu mengambil sebuah celurit dan menempelkan celurit tersebut pada leher gadis kecil tersebut.

"…Ka…kalau kamu mendekat, A…aku akan me..membunuh gadis ini!!" Ujar pria tersebut.

"UKH!" Vai menghentikan langkahnya.

Gadis kecil tersebut terlihat semakin ketakutan dan menangis.

"…Uhhh…Vai…."

Pria itu berlari keluar Gedung dan membawa gadis kecil tersebut sebagai sandera.

"JA…JANGAN KEJAR AKU!!!" teriaknya sambil berlari.

"LEPASKAN DIA!!" Teriak Vai sambil terus mengejarnya.

--

Vai berlari mengejar pria tersebut dan memojokkannya hingga ke pinggir sebuah tebing.

"A…Aku akan membunuh gadis ini!!!" Ancam pria tersebut sambil gemetar. Mata celurit di tangannya menempel di leher gadis itu. "…mu..munduurrr!!!!" Perintahnya.

"…Lepaskan dia!!! Kau akan menyesal jika kau tidak melepaskan gadis itu!!" Teriak Vai marah sambil terus melangkah maju mendekati pria itu.

"…Ti…TINGGALKAN AKU SENDIRI!!" Mata celurit tersebut semakin menekan leher gadis itu. Darah segar gadis itu mengalir pada mata celurit tersebut dan menetes ke tanah.

"AAAAHHHHH!!!" Gadis kecil itu meringis dan berteriak kesakitan.

"…TIDAAAKKKK!!!" Vai berteriak.

Semuanya menjadi gelap. Vai tidak dapat mengingat apapun yang terjadi pada pria itu dan apa yang ia lakukan. Yang ia ingat adalah saat membuka mata, pria yang memegang celurit tadi telah terjatuh dari tebing dan tewas seketika.

Tatapan Vai terlihat syok. Ia tidak mempercayai pengelihatannya. Vai pun menatap tangan kecilnya tersebut. Kedua tangannya berlumuran darah. Ia tidak dapat mengendalikan dirinya. Ia telah menghajar puluhan orang hingga terluka parah dan bahkan membunuh pria itu. Ia adalah seorang pembunuh.

//

"…aku adalah seorang pembunuh!" Ujar Vai menyelesaikan ceritanya. "…Aku terlalu naif saat itu!"

Vai menceritakan pada Howard dan Dustin tentang masa lalunya. Ia belum pernah menceritakan hal ini pada orang lain sebelumnya. Mungkin karena kedekatannya pada Howard dan Dustin selama seminggu ini membuatnya dapat menceritakan tentang masa lalunya dengan leluasa.

Dustin tercengang mendengar cerita Vai. Howard menghela nafas sambil tersenyum. Sepertinya mereka tidak menyangka Vai akan menceritakan tentang masa lalu kelamnya tersebut.

"…Kekuatan dimiliki dengan tujuan untuk melindungi…" Ujar Howard. "…Janganlah terlalu tenggelam pada kesalahan masa lalu. Hidupmu masih Panjang. Tebuslah kesalahan masa lalumu dengan melindungi orang lain."

"…tapi, Guru!" Ujar Vai lirih. "…aku tidak dapat mengendalikan diriku saat itu! Aku takut tidak dapat mengendalikan diriku lagi ke depannya…"

"Vai!" Dustin bangkit berdiri sambil tersenyum lebar. "…Aku lebih kuat darimu! Aku akan memperingatimu jika kamu tanpa sadar telah menyalahgunakan kekuatanmu!"

"…Aku malah menjadi semakin tidak yakin saat mendengar kata-kata itu keluar dari mulut orang yang menyalahgunakan kekuatannya untuk membajak kapal." Sindir Vai.

"Aduh…tolong jangan ingatkan aku lagi tentang hal itu!" Dustin menunduk malu.

To be continued…