Chapter 15. Keluarga
**
Vai terbangun dari tidurnya. Pandangannya tertuju pada langit-langit rumahnya. Ia memperhatikan sekelling. Vai sedang berada di rumahnya.
"Mi..Mimpi?" gumam Vai.
Vai bangkit berdiri sembari merenggangkan badannya.
'Krek!!'
'Krek!'
"Makan malam, Vai sayang!" Teriak Ibu Vai dari lantai bawah.
Makan malam?
Seketika Vai menoleh ke arah jendela kamarnya. Langit di luar terlihat gelap. Sudah malam? Bagaimana bisa? Apakah aku ketiduran sampai malam? pikir Vai.
"Vai sayang!!"
"...i…iyaaa, Bu!"
--
Vai menikmati makan malam bersama keluarga. Ia menjalani rutinitas makan malam seperti biasa di rumah. Televisi di ruang makan pun menyiarkan berita.
"...bagaimana sekolahmu, Vai?" Tanya Wong, ayah Vai.
"…Sekolah?" ujar Vai. "…Baik-baik saja, Yah."
Ibu Vai tersenyum simpul sambil menaruh makanan ke piring Vai. Sepintas Vai teringat akan mimpi anehnya. Ia diharuskan untuk pergi ke kota lain dan menemui teman kakeknya. Ditambah lagi dengan fenomena-fenomena aneh terjadi di hadapannya. Mimpi yang aneh, pikir Vai. Makan malam bersama keluarga yang telah menjadi rutinitas setiap hari membuatnya tersenyum senang.
"Apa semua baik-baik saja, Vai?" Tanya Wan tiba-tiba. Ia menatap Vai serius.
"Oh iya, Kek. Aku baru saja bermimpi aneh…" Ujar Vai sambil tertawa. "…Aku bermimpi kakek mengirimku pergi ke kota lain untuk bertemu teman kakek…"
"Maksudmu bertemu dengan Howard Knut?" Tanya Wan lagi.
"Bagaimana kakek bisa tahu?" Ujar Vai heran. Tunggu dulu, sepertinya ada yang aneh.
Tiba-tiba kakek nenek Vai dan kedua orang tuanya menatap Vai serius.
"Ke...kenapa kalian menatapku seperti itu?" Tanya Vai canggung.
"…LIMA BATU!!!" Teriak Dokter Jack dari belakang Vai. Vai menoleh ke belakang. Dokter Jack adalah seorang psikiater yang ditemui Vai dulu.
"…Do…Dokter?" Ujar Vai kaget. Bagaimana mungkin Dokter Jack bisa berada di rumahnya? Dan lagi, mereka sedang makan malam keluarga. Bagaimana caranya Dokter Jack masuk?
Tiba-tiba tubuh Dokter Jack mengeluarkan cahaya yang sangat terang.
"..Empat…puluh…Dua…" Ujar Dokter Jack dari balik cahaya yang keluar dari tubuhnya tersebut. Cahaya tersebut menimbulkan retakan-retakan pada tubuh Dokter Jack. "…Lima…Batu!!" Ulang Dokter Jack dengan tenaga terakhirnya.
'FLASSHH!!!!' Tubuh Dokter Jack hilang ditelan cahaya.
"…A…ada apa ini?"
**
'PLAKKK!!!!'
'AUUCCHH!!'
Punggung Vai dipukul dengan sebatang rotan.
"JANGAN TIDUR!!!" Bentak Howard. "…Fokuskan pikiran kalian saat bermeditasi!!! Jangan biarkan rasa kantuk mengambil alih kesadaran kalian!!"
"Mi…Mimpi??" gumam Vai.
Ia baru saja bermimpi sedang makan malam bersama keluarganya.
Keluarga ya? Mungkin karena terpisah jauh dari keluarganya, Vai merasa kangen dan memimpikan mereka. Apa kabarnya mereka ya? Pikir Vai.
'PLAK!!!!'
'AUUCCHH!!' Dustin berteriak.
Howard memukul punggung Dustin dengan rotan.
"…JANGAN TIDUR!!!" Bentak Howard lagi.
Sepertinya Dustin juga ketiduran. Latihan dari Howard tidak ada belas kasihan. Ia tidak akan segan-segan memukul muridnya saat melakukan kesalahan.
Dua hari telah berlalu sejak kedatangan Vai ke hutan ini. Vai memutuskan untuk berlatih pada Howard Knut. Ia akan menyempurnakan ilmu bela diri Absokido yang dipelajari dari kakeknya dulu.
"Cukup!" Howard menyuruh Vai dan Dustin menyudahi meditasi mereka. "…Sekarang kalian berdua, pergilah mencari bahan makanan untuk makan siang kita!" Perintah Howard.
Dustin tersenyum menyeringai dan bangkit berdiri.
"…Baiklah!!" Ujarnya. "…Mencari bahan makanan di hutan ini merupakan bagian dari latihan yang paling kusukai!"
Vai pun bangkit berdiri.
"…Hei, Bocah Sarma!" Panggil Dustin. "…Ayo kita pergi!!!" ajaknya sembari melangkahkan kakinya pergi.
Vai mengangguk setuju dan menyusul Dustin.
--
-
Vai dan Dustin berjalan mengitari hutan.
"…Hei, Dustin!" Panggil Vai. "…kemana kita akan mencari bahan makanan?"
"Di hutan ini, banyak sekali binatang yang bisa diburu…" Jawab Dustin. "…Tetapi kita harus berhati-hati. Terkadang hewan yang terlihat lemah sekalipun bisa saja berbahaya."
Ucapan Dustin mengingatkan Vai pada kelinci bertanduk yang dilihatnya dua hari yang lalu. Ia belum pernah melihat kelinci bertanduk sebelumnya. Oh iya, Di hutan ini juga terdapat hewan yang sangat buas. Seekor macan bertaring pedang yang ukuran tubuhnya mencapai empat kali lebih besar dari tubuh Vai.
'Glup!'
Vai menelan ludah. Apapun yang terjadi, ia harus berhati-hati agar tidak bertemu dengan macan bertaring pedang tersebut.
"Ngomon-ngomong, kenapa hutan ini disebut sebagai Hutan Terlarang?"
"…Hutan ini dikuasai oleh Keluarga Kerajaan Kota Kalt!" Ujar Dustin. "…Hanya anggota keluarga kerajaan dan penasehatnya yang diperbolehkan untuk masuk ke dalam Hutan Terlarang."
"…Kenapa begitu?"
"…Di hutan ini terdapat banyak sekali jenis spesies langka yang tidak dapat ditemukan di belahan bumi manapun." Jelas Dustin. "…Dulu, banyak sekali pemburu liar masuk ke dalam hutan ini dan menangkap hewan langka dari hutan untuk dijual. Tentu saja dengan harga yang sangat tinggi. Para pemburu yang semakin haus akan uang tersebut terus menerus kembali ke hutan ini dan membawa semakin banyak temannya. Akibatnya, ekosistem dari hewan-hewan eksotis dan langka di hutan ini semakin terancam."
"…Oh begitu…" gumam Vai sembari merenung.
Akhirnya Vai mengerti mengapa hutan ini dikelilingi oleh pagar kawat yang cukup tinggi. Tunggu dulu, Sepertinya ada yang ganjil dari ucapan Dustin.
"…Dustin!!" Panggil Vai
"Hm?"
"…tadi kamu bilang, hanya anggota keluarga kerajaan dan penasehatnya saja yang diperbolehkan masuk ke dalam hutan ini kan?"
"…iya? Kena…." Dustin tersadar akan keganjilan dari kata-katanya. "…EHH!! AAH!! Anu..Hei, Bocah Sarma!!! Bagaimana kalau kita bertanding!" Dustin berusaha mengalihkan.
"…Bertanding?"
"…Ya, bertanding! Kita akan berburu secara terpisah lalu masing-masing dari kita harus kembali ke tempat ini dalam waktu satu jam dan membawa hasil buruan!" Jelas Dustin dengan semangat. "…Hasil buruan yang lebih besar akan menjadi pemenang!"
"Tidak!" Jawab Vai santai.
"HAH?" Dustin tidak menyangka Vai akan langsung menolak usulnya.
"…Aku tidak mau mempertandingkan sesuatu yang bodoh tanpa tujuan!" Ujar Vai santai.
"Kenapa? Kamu takut?" Dustin memprovokasi. "…Yaah, aku akan memaklumi hal itu! Bocah yang terbiasa hidup di kota sepertimu mana mungkin berani menerima tantanganku!" Ledek Dustin.
"HEI!!" suara Vai meninggi. Ia terprovokasi. "…Baiklah kalau begitu! Siapapun dari kita yang kalah harus menuruti permintaan yang menang!!" Usul Vai.
"DEAL!!" Ujar Dustin.
Vai dan Dustin pun berpencar.
--
-
Vai bersembunyi di balik semak-semak. Seekor rusa hutan berdiri di balik semak di seberangnya. Ada yang berbeda dengan rusa tersebut. Kedua tanduk rusa itu panjang dan…berdaun? Rusa itu terlihat seperti membawa dua buah pohon kecil di kepalanya. Terlihat juga corak hitam putih pada kakinya. Sepertinya rusa tersebut merupakan perpaduan antara rusa dan zebra.
Rusa itu terlihat cukup besar. Mungkin aku bisa menang dari Dustin jika berhasil memburunya, pikir Vai.
"Baiklah.." Vai mengeluarkan belati tentara dari dalam tas pinggangnya. Ia menggenggam belati tersebut kuat.
Vai memperhitungkan jaraknya dengan rusa tersebut. Ia berencana untuk menikam leher rusa itu dengan belati di tangannya. Seharusnya tidak sulit untuk menghabisi rusa itu. Pikir Vai.
'SRAKK!!'
Vai melompat dari balik semak dan menyerang rusa tersebut.
'Slash!!'
Tidak seperti yang diharapkan Vai, Belati di tangannya hanya mengenai paha depan rusa tersebut.
'Iiikk!!' Rusa tersebut mengerang kesakitan dan langsung berlari kabur meninggalkan Vai.
"Heii!! Jangan kabur!" teriak Vai.
Sabetan belati dari Vai kurang dalam. Rusa tersebut masih bisa kabur. Darah dari paha rusa tersebut menetes ke tanah.
"Aku akan mengejarnya!!" Ujar Vai sembari mengikuti jejak tetesan darah tersebut.
--
'hosh…hosh...'
Vai terus berlari mengejar rusa yang telah dilukainya tersebut. Tetesan darah di tanah menjadi jejak petunjuk Vai mengejarnya.
"Seharusnya ia ada di sekitar sini!" Vai berhenti dan memegang lututnya sembari mengatur nafasnya.
'hosh…hosh...'
Stamina yang buruk.
"KIIIKKKKKK!!!!" Terdengar pekikan Kiki dari pepohonan. Vai menoleh ke arah asal suara.
Ia melihat Kiki sedang menunjuk ke arah belakangnya.
"KIIIKKKK!!!" pekik Kikik lagi.
Vai menoleh ke arah yang ditunjuk Kiki.
'Grrrrr…'
Terdengar geraman dari makhluk yang paling ingin dihindari Vai. Macan bergigi pedang.
Darah segar mengalir dari gigi macan itu. Di bawah kakinya, terlihat mayat rusa yang diserang Vai tadi. Sepertinya rusa malang itu berlari ke arah yang salah. Rusa itu malah bertemu dengan seekor macan bergigi pedang.
Macan bergigi pedang tersebut menatap Vai dengan tatapan marah.
'Grrrrr….'
Geraman makhluk besar itu membuat Vai bergidik. Berbeda dengan situasi sebelumnya, kali ini tubuh Vai tidak tertutup oleh semak. Tubuh kecilnya terlihat dengan jelas di hadapan makhluk itu.
"Oh tidak..." gumamnya.
Ekor dari macan bergigi pedang tersebut diayun-ayunkan perlahan. Tatapannya tidak terlepas dari Vai. Ia terlihat siap menyerang Vai kapan saja.
'Glup!'
Vai menelan ludah. Ia melangkahkan kakinya mundur perlahan. Sebilah belati di tangannya tidak lebih besar dari gigi macan itu.
'Krek…' Vai menginjak dahan kering di tanah.
Bersamaan dengan patahnya dahan kering tersebut, macan bergigi pedang tersebut melompat menerjang ke arah Vai.
'GRROOAAARR!!' geram makhluk itu.
'TRINGGG!!!'
Vai menahan serangan gigitan makhluk itu dengan belati di tangannya. Gigi pedang macan itu beradu dengan sebilah belati.
"UKH!!"
Kekuatan terjangan yang berat. Vai terlempar mundur beberapa meter ke belakang. Untung saja ia dapat menangkis serangan macan itu dengan sebilah belati. Ia tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya bila ia menghadapi makhluk itu dengan tangan kosong.
Nafas Vai mulai memburu. Ia terlihat panik.
"KIIIKKK!!! KIIIKKK!!" Kiki berteriak dari atas pohon.
"Aku tahu, Kiki!!!" ujar Vai. "…aku harus kabur!!" Vai tahu ia tidak akan menang melawan macan bergigi pedang ini. Ia harus mencari cara untuk kabur. Tapi…bagaimana caranya? Tidak akan mudah untuk kabur dari makhluk buas seperti ini. Pikir Vai.
Macan itu kembali menerjang Vai.
'GRRRROAAARRR!!!!'
"JANGAN GANGGU KELUARGAKU!!!!" Teriak Dustin sembari melompat dari atas pohon dan Ia mengayunkan pedangnya ke tanah sekuat tenaga.
"Dustin?"
'DHUAARR!!!!'
Tebasan Dustin menimbulkan retakan pada tanah di hadapan Vai. Macan bergigi pedang tersebut tersentak mundur. Ia pun menatap mereka marah.
Dustin berdiri di hadapan Vai.
"Kamu tidak apa-apa, Bocah Sarma?" Ujarnya Dustin.
"…Keluarga?" Tanya Vai.
Dustin menyeringai.
"Kita belajar dari satu guru!" Ujar Dustin. "…artinya kamu adalah keluargaku juga!"
Vai terdiam selama beberapa saat. Ia pun tersenyum. Rasa takut dan paniknya hilang seketika.
'Grrrrr….'
Macan bergigi pedang tersebut kembali mengayun-ayunkan ekornya dan bersiap menerjang.
"Macan bergigi pedang ini mengganggumu ya?" Ujar Dustin sambil menunjuk macan tersebut dengan pedangnya. "…ayo kita habisi dia!!"
Vai mengangguk. Ia pun memejamkan mata dan mengatur ritme pernafasannya.
'Fiuh!'
"Baik!!" Ujarnya sambil berjalan ke sebelah Dustin.
To be continued…