Chapter 13. Dustin Morgan
"Hentikan, Dustin!" Bentak Howard.
Pria yang menyerang Vai tersebut tidak lain adalah Dustin Morgan. Sang kapten dari para perompak yang menyerang kapal yang ditumpangi Vai beberapa hari yang lalu.
"Ta..tapi guru…" protes Dustin. Sepertinya Dustin sangat menghormati Howard, gurunya. Sikapnya terlihat sangat berbeda dengan saat penyerangan di kapal beberapa hari lalu.
"..bocah keturunan Sarma ini masih belum sepenuhnya sadar.." Ujar Howard. "..tetapi kamu malah menyerangnya seperti pengecut.."
"Sarma?" Ujar Dustin heran. "..Bocah seperti ini merupakan keturunan Sarma?" Dustin menunjuk Vai dengan pedangnya. Sepertinya Dustin mengetahui sesuatu tentang keluarga Sarma. "..Aku tidak peduli dia keturunan Sarma atau bukan! Kenapa bocah ini bisa ada di tempat ini, Guru?"
"..Hei!!" Vai berseru tersinggung. "..Kenapa juga seorang kapten penguasa lautan sepertimu bisa berada di hutan ini?" Balas Vai.
"Kapten? Penguasa lautan?"
Howard menatap Dustin tajam penuh curiga. Sepertinya ia tidak tahu bahwa muridnya telah melakukan suatu perbuatan tak terpuji di lautan baru-baru ini.
"Dustin?" seru Howard.
"..ti..Tidak!! Ka..Kamu salah orang!!" Dustin menjadi gelalapan. "..A..Aku tidak pernah berlayar di lautan dan menjarah kapal manapun!!" Dustin berusaha menepis ucapan Vai.
"..Dan aku tidak pernah bilang kalau kamu menjarah kapal.." Ujar Vai. Vai tersenyum menyeringai. Sepertinya ia telah memenangkan perang verbal mereka.
"..Ukh..tapi.."
"DUSTIN MORGAN!" suara Howard meninggi. "..Jelaskan apa maksud semua ini!"
Dustin menunduk kesal. Ia tidak berdaya di hadapan gurunya.
"..A..aku..Aku hanya ingin menjadi penguasa lautan. Menguasai lautan adalah impianku." Dustin melunak. "..dengan menjadi seorang kapten dari para perompak di lautan, aku selangkah lebih maju mencapai mimpiku.."
"..Penguasa lautan? Dengan menjadi seorang perompak? HAHAHA…" Vai tidak dapat menahan tawanya. "..konyol sekali impianmu.."
"APA KAMU BILANG?!"
Dustin menatap Vai tajam. Vai tidak mau kalah, ia membalas tatapan Dustin tak kalah tajam. Tatapan tajam mereka bertemu seolah terlihat adanya percikan listrik yang beradu dari tatapan mereka.
'Bzzztt…bzzztt..'
"Dustin.. apapun yang telah kamu lakukan di lautan, Sepertinya merupakan tindakan yang kurang pantas.."
"..Guru..Kenapa bocah pengganggu ini bisa bersamamu?" Dustin menunjuk Vai kesal.
Howard menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"..Bocah Sarma ini bukan berasal dari kota Kalt. Ia berasal dari Kota Marini dan merupakan cucu dari sahabatku, Wan.. " Jelas Howard. "..Bocah Sarma sempat tersesat di hutan ini dan bahkan tanpa sengaja memakan jamur paralisis beracun. Untung saja Kiki menemukannya di saat yang tepat. Jika terlambat sedikit saja, mungkin nyawanya sudah tidak tertolong."
"..Jamur Paralisis? HAHAHA.." Dustin tertawa geli. "..orang bodoh macam apa yang bisa-bisanya memakan jamur paralisis beracun di tengah hutan seperti ini? "
"KIIIKK!!" Kiki berteriak kegirangan.
Vai menunduk malu. Sial. Dari begitu banyak manusia di muka bumi ini, kenapa harus Dustin yang berdiri di hadapannya dan menertawakannya?
"..Kamu juga seperti itu dulu.." Ujar Howard santai.
"..ukh.." maksud hati ingin meledek Vai, serangan verbalnya tersebut justru malah berbalik mengenai dirinya sendiri.
"..Dan saya juga tahu pasti maksud dari kedatangannya." Howard menatap Vai sambil tersenyum. "..Sudah waktunya bagimu untuk mempelajari Teknik ABSOKIDO.."
"..ABSO..apa??" ujar Vai kaget. "..tidak..tidak..aku diutus kemari oleh kakekku untuk mempelajari tentang sejarah keluarga Sarma dan hubungannya dengan fenomena-fenomena aneh yang terjadi belakangan ini.."
"Guru!!" seru Dustin. "..Bocah seperti dia tidak pantas mempelajari Teknik ABSOKIDO!!" protesnya.
"..Wan mengirimmu ke tempat ini pasti bukan hanya untuk mempelajari tentang sejarah keluarga Sarma saja." Ujar Howard. "..Dan apapun alasannya itu, saya tetap akan mengajarimu teknik Absokido. Mungkin lebih tepatnya, menyempurnakan teknik absokido dari dalam dirimu."
"GURU!" Dustin masih tidak terima.
"..Dustin.." Howard menatap Dustin. "..Besok kamu akan berduel dengannya.. kamu akan segera mengerti setelah berduel dengannya besok."
"..Maaf,Kek.." Ujar Vai. "..Aku tidak mengerti.. kenapa aku harus berlatih denganmu, Kek? Dan lagi, Kenapa aku harus berduel dengannya??"
Howard tersenyum hangat menatap Vai.
"Saya rasa saya tidak perlu menjelaskan lebih detil.." Ujarnya "..Kalian berdua istirahatlah malam ini. Duel kalian akan berlangsung besok pagi.."
Dustin langsung mengarahkan pedangnya ke leher Vai.
"Aku akan menebas kepalamu dengan pedang ini besok!" Ujar Dustin. "..Jangan sampai kamu mati di hutan ini sebelum aku menebasmu!"
"Oh iya.. Duel kalian akan dilakukan dengan tangan kosong.." Ujar Howard santai sambil menyeruput semangkok sop hangat di tangannya.
"CIIH!" Dustin menurunkan kembali pedangnya.
Vai menatap Dustin tajam. Ucapan Dustin membuatnya tertantang. Tanpa sadar ia tersenyum menyeringai.
"..Kalau bertarung dengan tangan kosong sih, aku tidak akan kalah dari bocah yang terlalu mengandalkan pedang sepertimu.." Tantang Vai.
"APA KAMU BILANG!!?" Dustin dan Vai kembali saling bertatap tajam. Seolah terlihat ada percikan listrik dari mata mereka.
"Sudah..sudah.." Howard menengahi. "..duel kalian akan berlangsung besok pagi. Sekarang kalian berdua istirahatlah!"
"KIIIKKK!!!!"
"HUH!!"
Vai yang tidak suka terlibat dalam konflik selama ini kini harus berduel dengan Dustin. Vai merasakan rasa berdebar di jantungnya. Ia tersenyum menyeringai. Sepertinya perlahan-lahan, terjadi perubahan dalam diri Vai. Sama seperti kejadian saat penyerangan di kapal dan kasus seorang oknum tentara yang menyerang wanita di Kota Kalt.
Akhir-akhir ini Vai sering terlibat dalam konflik dan masalah orang lain. Tanpa ia sadari, perasaan senang menyelimuti hatinya. Dinding pembatas yang menghalanginya untuk peduli pada orang lain kini mulai runtuh. Terlibat dalam konflik dan masalah? Sepertinya itu bukan sesuatu yang besar.
--
-
Cahaya matahari pagi menembus tebalnya pepohonan di hutan ini hingga ke tanah. Angin dingin dari kegelapan hutan berderu dan berhembus dengan kencang menerpa wajah Howard, Vai dan Dustin.
Vai dan Dustin akan melakukan duel tangan kosong. Vai dan Dustin saling bertatapan. Jarak antara mereka berdiri kurang lebih lima meter. Di tengah-tengah mereka, Howard berdiri santai sambil menyilangkan kedua tangannya di balik punggungnya.
".. Hei,bocah Sarma.." Ujar Dustin. "Kuharap kau tidak mati dalam sekali pukul.."
"..Kuharap otot besarmu bukan cuman pajangan saja.." Ledek Vai tidak mau kalah. "..aku akan serius menghadapimu kali ini.."
Howard menghela nafas sambil tersenyum.
"..Kerahkan seluruh kemampuan kalian dalam duel ini!" Ujarnya. "..Kalian akan terus berduel sampai akhirnya saya menyuruh kalian berhenti. Duel kalian hanya boleh dilakukan dengan tangan kosong. Kalian mengerti?"
"Baik, Guru!" Ujar Dustin.
"Baik,Kek.." Ujar Vai.
Kiki berdiri di pundak Howard. Ia mengangkat tangan kanannya ke arah langit pertanda pertarungan akan segera dimulai.
"KIIIKKKK!!!"
Teriakan Kiki menandakan pertarungan telah dimulai.
"RASAKAN INI!!!" Dustin langsung menerjang Vai. Sebuah pukulan dilayangkan ke wajah Vai.
'Whuuusssh!!!'
Vai berhasil menghindar dari serangan yang nyaris telak ke wajahnya. Pukulan Dustin hanya mengenai udara kosong. Angin kencang yang dihasilkan pukulan Dustin mengenai wajahnya. Vai bergidik. Jika pukulan tersebut mengenai wajahnya, mungkin ia bisa saja terkapar dalam sekali pukulan.
Dustin tidak hanya kuat dengan pedangnya. Otot besar di lengannya juga ternyata bukan cuman hiasan saja.
Dustin menatap Vai dari ujung matanya dan menyeringai. Tubuhnya berputar dengan cepat bersamaan dengan sebuah pukulan dari tangan kanan dilancarkan ke arah tubuh Vai.
'BUK!!!!' Pukulan tersebut mengenai lengan Vai. Vai secara refleks menangkis serangan Dustin.
'BRAKKK!!'
Vai terlempar akibat pukulan Dustin hingga menabrak pohon dan terjatuh ke tanah.
'UHUK!'
"Dustin merupakan muridku yang paling kuat. Sampai saat ini belum seorangpun di kota Kalt yang bisa menyaingi kekuatan fisiknya." Ujar Howard.
Vai bangkit berdiri dengan lunglai. Walaupun ia berhasil menangkis pukulan dari Dustin, Tangan kirinya seolah mati rasa akibat pukulan Dustin tersebut.
"Apa boleh buat.." gumam Vai. Vai pun memejamkan matanya. Ia mengatur ritme pernafasannya secara perlahan.
'Fiuh..'
Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, Dustin berlari ke arah Vai dan bersiap melancarkan serangan berikutnya. Pertarungan belum berakhir. Howard mengatakan kalau duel akan terus berlanjut hingga akhirnya ia mengatakan berhenti.
Vai membuka matanya perlahan. Gerakan Dustin terlihat sangat lambat di mata Vai.
"Ho?" Gumam Howard.
To be continued..