Chapter 12. Howard Knut
**
Vai memperhatikan sekelilingnya. Ia sedang berada di suatu taman bunga yang sangat luas tanpa ujung. Anehnya, tempat ini sangat tenang. Tidak..lebih tepatnya sangat hening. Tidak ada suara di tempat ini bahkan suara angin sekalipun.
Di hadapan Vai, berdiri seorang wanita tua. Ia mengenakan pakaian yang berbahan kain halus berwarna gelap dan terlihat sedikit kebesaran di tubuhnya. Jarak Vai berdiri dengan wanita tua tersebut kurang lebih sepuluh meter.
Mulut wanita tua itu bergerak komat kamit seolah mengatakan sesuatu yang penting pada Vai. Namun tidak ada suara yang terdengar sama sekali. Hanya keheningan yang terdengar.
"A..apa?" ujar Vai bingung.
Wanita tua tersebut terus menerus menggerakkan bibirnya tanpa suara seolah berbicara pada Vai. Vai berjalan mendekati wanita tua tersebut berharap dapat mendengar apa yang dikatakannya.
"..Nek..apa yang nenek katakan? Aku tidak dapat mendengar dengan jelas.." Ujar Vai.
Lima buah batu berwarna warni tiba-tiba melayang-layang dan berputar perlahan mengelilingi wanita tua tersebut. Batu tersebut terus berputar dan berputar mengelilinginya.
Hei, sepertinya aku pernah melihat batu sejenis yang mirip dengan batu-batu itu. Pikir Vai. Tapi dimana? Kelima batu tersebut memiliki warna yang berbeda-beda.
Vai kini berada di hadapan wanita tua tersebut. Wanita tua tersebut kembali menggerakkan bibirnya.
"..iiiK.." Ujar Wanita tua tersebut.
".iik?"
"KIIK! KIIIIIKKK!!!" Wanita tua itu kembali bersuara.
"Hah?"
"KIIIKKKK!!!!" Teriakan dari wanita tua itu semakin keras. Dan secara perlahan wajah wanita tua tersebut berubah menjadi wajah seekor monyet.
**
"KIIK!! KIIK!! KIIKK!!" Monyet berekor dua sedang berdiri di atas tubuh Vai. Monyet ini merupakan monyet yang sama dengan monyet yang merebut senternya tadi.
Vai membuka mata perlahan. Monyet berekor dua itu pun segera beranjak dari atas tubuh Vai saat menyadari Vai telah bangun.
'uukkkhh..'
Vai memegang kepalanya. Ia masih merasakan pusing dan berat di kepalanya. Langit pun sudah terlihat gelap. Sepertinya sudah malam.
"..dimana aku?" gumam Vai. "..sudah berapa lama aku tertidur?"
Vai mendapati dirinya tertidur dengan sebuah handuk di kepalanya. Sebuah api unggun menyala di dekatnya.
"..Akhirnya kamu sudah sadar.." Ujar seorang pria tua dari balik api unggun tersebut.
Vai tertegun melihat pria tua tersebut. Apa ini mimpi lagi? Vai seolah tidak mempercayai pengelihatannya. Ia melihat seorang pria tua sedang memasak di atas ketel besi yang dipanasi di atas api unggun. Dan lagi, pria tersebut terlihat dengan sangat santai mengaduk-aduk isi ketel dengan sendok masaknya. Bagaimana mungkin seorang pria tua bisa masuk ke dalam hutan terlarang seperti ini?
Pria tua tersebut mengenakan pakaian yang terbuat dari kain tebal berwarna abu-abu lengkap dengan sabuk kain tebal berwarna hitam yang membalut pinggangnya. Dengan perawakannya yang tua dan pakaiannya tersebut, Pria tua ini terlihat seperti seorang pertapa tua.
"..anu.." ujar Vai. "..Maaf..anda siapa?" Vai berusaha duduk.
Pria tua tersebut mengambil sebuah mangkok yang sepertinya terbuat dari batok kelapa dan mengisinya dengan sop yang dimasaknya. Ia menyodorkan semangkok sop tersebut pada Vai.
"..Minumlah ini.." ujar Pria tersebut. "..jangan terlalu memaksakan dirimu dulu,nak."
Tubuh Vai masih terasa lemas. Untungnya rasa kesemutan di seluruh tubuhnya sudah mulai hilang. Vai menerima sop tersebut dari tangan pria itu.
"..Te..terima kasih,kek.." Ujar Vai. "..sebenarnya apa yang terjadi padaku? Dan..dan siapa anda?" Vai terlihat linglung. Begitu banyak pertanyaan dalam benak Vai.
"..Sepertinya kamu baru saja memakan jamur beracun.." Jawab pria itu sembari mengisi mangkok dari batok kelapa lainnya. ".Jamur yang kamu makan dapat menyebabkan efek paralis dan apabila tidak segera ditolong, bisa menyebabkan gagal jantung bahkan kematian" Jelas Pria tua tersebut. "..untung saja monyet peliharaanku, Kiki menemukanmu tepat waktu.."
Monyet berekor dua tersebut ternyata bernama Kiki. Kiki menatap Vai sembari memiringkan kepalanya.
Vai dan Kiki saling bertatapan. Kiki merupakan monyet yang telah merebut senter miliknya dan menamparnya berkali-kali tadi siang. Tetapi Kiki jugalah yang menyelamatkannya saat keracunan tadi. Vai tidak tahu entah harus berterima kasih pada Kiki atau menghajarnya. Ia menghela nafas panjang.
"..jadi namamu Kiki ya?" ujar Vai.
"..Ngomong-ngomong, apa tujuanmu masuk ke dalam hutan ini,nak?" Ujar Pria tua tersebut. "..tidak sembarang orang bisa memasuki hutan ini.."
"..I..iya.. aku sedang mencari orang bernama Howard Knut di hutan ini.." Vai menyeruput sop di tangannya.
"..Saya Howard Knut.." Ujar Pria tua tersebut sembari menyeruput sop dari tangannya.
'PFFFFFTTTT!!!'
Vai memuncratkan sop dari mulutnya sangking kagetnya. Muncratan sop tersebut mengenai wajah Kiki hingga basah kuyup. Vai tidak menyangka ternyata orang yang dicarinya sedang duduk santai di hadapannya sambil menikmati semangkok sop hangat. Pria tua tersebut adalah Howard Knut.
'KIIKKK!!!'
'PLAK!!'
Kiki kesal dan menampar Vai dengan tangan kecilnya. Muncratan sop dari mulut Vai membasahi wajah dan bulu-bulunya. Kiki langsung melompat ke arah Howard sambil menatap Vai kesal.
"ADUUH!" Vai memegang pipinya yang ditampar.
"Kenapa kamu mencariku,nak?" Ujar Howard.
"..Anda Howard Knut??" Ujar Vai tidak percaya. Orang yang dicarinya dengan susah payah seharian ini kini telah duduk di hadapannya. Rasa senang dan haru bercampur menjadi satu. Vai seolah hendak menangis. "..ak..akhirnya aku bertemu dengan teman kakek.."
"..Teman kakek?" Ujar Howard heran.
"..Iya..Kakekku, Wan Sarma mengirimku kemari untuk mempelajari tentang sejarah dunia dari temannya yang bernama Howard Knut.." Jelas Vai.
"OH? Wan Sarma ya?" Howard tertawa. "..berarti kamu adalah Vai Sarma.." tebak Howard.
"..Bagaimana anda bisa tahu?" Vai terlihat kaget karena tebakan Howard tepat.
Howard menjawab dengan senyum hangat sambil menatap Vai.
"..Saya pernah bertemu denganmu saat kamu masih kecil dulu.." Jelas Howard. "..Oh iya, Bukankah kamu selalu bersama dengan gadis kecil itu? Apa kabarnya gadis itu?"
"Gadis?" tanya Vai bingung.
"Ya..gadis yang selalu bersamamu saat…" Ucapan Howard terpotong oleh suara yang sepertinya tidak asing oleh Vai.
"..Saya kembali,guru!!"
Seorang pria muncul dari balik semak dan berjalan mendekati mereka. Sebuah pedang besar menempel di pinggangnya.
Suara pria tersebut terdengar tidak asing di telinga Vai. Ia menoleh ke arah asal suara. Vai dan pria tersebut saling bertatapan. Mata Vai terbelalak kaget saat melihatnya.
"KAMU??!!!" teriak Vai dan pria tersebut bersamaan.
'BRAK!!!'
Pria tersebut segera melancarkan sebuah tebasan kuat dengan pedangnya. Tebasannya mengenai batang pohon tempat Vai duduk. Vai refleks menghindar dengan cepat.
"Kenapa kamu ada di sini??" teriak Vai.
"..Hei!! Itu pertanyaanku!!" Balas pria tersebut. "..Kenapa kamu ada di sini???"
To be continued..