Segera setelah Arlan dan Mamanya mengantar Elvira kembali ke kamarnya, mereka berdua mulai berjalan kembali ke kamar mereka.
Setelah Elvira mendengar suara seseorang menutup pintu, dia mulai berjalan menuju jendela kamarnya dengan dibantu oleh sebuah tongkat sebagai penunjuk arah.
Elvira duduk termenung di samping jendela dan menatap keluar meskipun dia tahu bahwa dia hanya bisa melihat kegelapan.
Dia membayangkan betapa kerennya sosok Arlan dalam Angannya, dia tersenyum dan sesekali mengingat hal membahagiakan itu.
"Hai, sayang, ngapain kamu duduk disitu, nih papa dan mama beliin kamu makanan, makan dulu yuk." Papa dan Mama Elvira datang dan membuyarkan lamunan Elvira.
Meskipun papa dan mama nya terlihat sangat menyayanginya, namun, sebenarnya Elvira tidak merasakan hal yang sama, papa dan mamanya lebih mementingkan pekerjaan mereka, apalagi setelah sang mama mengandung anak kedua mereka.
Elvira merasa sangat sedih, dia ingin sekali di manja, bahkan dia ingin sekali merasakan kasih sayang orang tua.
**************
"Hei, El, bangun woy, udah jam berapa nih, masih tidur aja, nih aku bawain makanan." Arlan menarik selimut Elvira yang terlihat masih tertidur.
"Ahhhh........ bentar lagi Napa sih, gangguin mimpi indah orang aja." Elvira berteriak sewot, dia berusaha duduk sambil masih sesekali menguap.
"Lagian kamu sih, udah jam segini masih tidur aja." Arlan menjawab dengan nada yang agak kesal.
"Ah..... ok ok aku bangun." Elvira segera bangun dan mendengar ada suara dari samping tempat tidurnya.
"Lagian kamu mimpi apa sih, kayak serius amat." Arlan bertanya penasaran.
"Aku tuh lagi mimpi ketemu sama pangeran dan aku jadi putrinya." Elvira menjawab sambil berkhayal, sedangkan Arlan mendengar sambil menaruh makanan yang dibawanya tadi.
"Pasti pangerannya aku kan?" Arlan berkata ke geeran membuat Elvira menjadi geli sendiri.
"Hah? kamu? pangeran? mimpi dulu." Elvira dengan nadanya yang mengejek membuat Arlan memanyunkan bibirnya.
"Heh, siapa tau kan." Arlan masih bisa menyombongkan diri.
Arlan menarik kursi mendekat sambil melihat Elvira yang sedang memakan Snack yang dibawakannya tadi.
Saat Arlan akan duduk di kursi itu tiba tiba,"Gubraaakkkkk........." Arlan terjatuh dari kursi.
Karena terkejut Arlan segera menarik apapun yang ada di dekatnya dan sialnya lagi yang dia tarik adalah sebuah buku besar milik Elvira yang terletak di meja samping tempat tidurnya.
"Aduhh......" Teriak Arlan kesakitan karena jatuh dan tertimpa buku.
"Hahahaha......... makannya jadi orang tuh jangan ke geeran, tau sendiri kan akibatnya." Elvira yang dari tadi hanya mendengar akhirnya tertawa juga.
"Heh, kamu! ada temen jatuh nggak ditolongin atau di tanyain sakit apa nggak atau apa gitu kek, malah di ketawain." Arlan segera berdiri dan berteriak sewot, membuat tawa Elvira semakin pecah.
"Hahahaha........ ya salah kamu sendiri lah ke geeran sampai nggak tau arah, jadi gitu kan akibatnya." Elvira tertawa lepas dan hal itu membuat Arlan tersenyum.
"Hah..... ya udah deh, lanjutin dulu makannya gih." Arlan menarik kembali kursi tadi dan segera duduk di atasnya.
Setelah beberapa menit mereka berdua saling diam, hingga akhirnya Arlan membuka mulut.
"El, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Arlan terlihat serius sementara Elvira masih sibuk menikmati Snack nya.
"Ya udah ngomong aja." Elvira sambil masih memakan Snack nya.
"Tapi taruh dulu dong Snack nya." Arlan segera berteriak sewot dan Elvira segera menuruti apa kata Arlan.
"Udah nih, jadi ada apa?" Elvira terlihat tidak sabar, sedangkan Arlan terlihat gugup.
"Tapi, aku nggak tau harus mulai dari mana?" Arlan terlihat bingung sekaligus gugup.
"Udah mulai dari mana aja." Elvira terdengar sudah tidak sabar lagi.
"Jadi gini El, kayaknya aku udah mau keluar dari rumah sakit nih, jadi kayaknya kita bakalan lama nggak ketemu, dan aku sebenernya udah suka sama kamu sejak aku pertama bertemu denganmu, aku merasa kamu berbeda, jadi jika suatu saat nanti takdir mempertemukan kita kembali saat dewasa, maka kita akan menikah ya." Arlan berkata serius dan Elvira terlihat terkejut.
Elvira tidak tahu harus senang atau sedih, apakah dia harus senang karena Arlan mengakui perasaannya kepadanya, ataukah dia harus sedih karena Arlan akan segera keluar dari rumah sakit? Perasaan itu membuat Elvira menjadi bimbang dan tidak bisa menjawabnya.