***
Jason masih menggenggam tanganku, pandangan matanya mengarah lurus tepat di pintu seng yang sudah di buka paksa oleh beberapa siswa SMA Don Juan. Mereka semakin gencar untuk masuk kedalam halaman ini, teman-teman Jason sudah membuat beberapa pondasi dan siaga di barisan masing-masing. Tak berapa lama, muncul sosok laki-laki yang aku tak ingin melihatnya. Dia kembali!
Tanpa sadar, genggam tangan Jason mengerat di tanganku. Dapat ku rasakan nafasnya memburu cepat, dan sorot matanya menatap penuh kebencian.
Senyum mengejek tercetak jelas diwajahnya, sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Laki-laki itu berdiri ditempatnya untuk menantang kami semua. Dan ku lihat ia sempat melirik kepadaku dengan menjijikkan, bahkan ia sempat mengedipkan satu matanya padaku membuat Jason menggeram marah.
Aku berusaha menenangkan Jason dengan mengelus tangannya. Seketika Jason nampak sedikit rileks dan kembali ia menatap sosok rivalnya masih berdiri pongah.
"Apa kabar, Jason?" tanyanya dengan nada yang dibuat akrab. Namun Jason tak menjawab pertanyaan basi basi itu.
"Apa mau mu, Alex?" Jason bertanya to the point. Alex hanya tertawa kecil, "Oh, come on.. jangan berpura bodoh!" sentak nya membuat kami mengerut kening. Jason hanya memicingkan matanya sejenak, kembali ia berujar "Balas dendam itu yang kamu maksud." Alex tersenyum lebar kala mendengar perkataan itu, segera saja ia maju ke depan namun langkah nya terhenti saat pisau kecil mengacung di lehernya.
"Mundur!" seru salah satu dari mereka yang berada di barisan depan, tak ada nada gentar dari suaranya. "Rileks boy," ia berjalan mundur dua langkah sambil mengangkat kedua tangannya.
"SERANG!!!!" teriak Alex menggema hingga membuat suara langkah kaki dari arah pintu seng yang terbuka memunculkan beberapa orang yang membawa kayu dan celurit di kedua tangan mereka.
Jason berteriak dengan suara menggelar, "MAJU!!!!" ia menyuruh beberapa teman-temannya untuk berada di posisi yang ditentukan. Tanpa waktu lama, Jason membawaku kembali berlari menuju sekolah kami. Aku merasakan sesak di dada dan tak ku hiraukan rasa nyeri itu. Yang ku takutkan, keselamatan teman-teman Jason dan Jason sendiri. Kami menebus semak belukar yang menghalangi pandangan kami, disibaknya ilalang liar yang menerpa laju lari kami. Hingga bulir keringat menetes di dahi, merasa kami sudah sampai ditempat tujuan yang terdapat gerbang belakang sekolah. Aku melirik Jason sebentar, senyum merekah ia tampilkan dalam kondis seperti ini. Mengakibatkan diriku ikut tersenyum, kami sama-sama menuju kearah sana. Tinggal sedikit lagi, dan yah.. sedikit lagi kami dapat masuk ke sana. "Kalian tidak akan bisa lolos!" Deg...
Suara bariton Alex terdengar di telinga kami, sontak saja kami menoleh bersama ke belakang. Dapat kami lihat Alex berlari mengejar kami tanpa pengawalan dari teman-temannya. Ia semakin berlari cepat, cepat dan sangat cepat. Membuat kami seketika kembali berlari menuju gerbang yang terbuka sedikit. Ku lihat Jason semakin khawatir dan melirikku sekilas, entah apa yang ia pikirkan tentang ku.
Dengan sisa tenaga yang masih ada, namun aku sedikit kewalahan akibatnya aku jatuh terseok dengan lemah nya membuat genggam tangan Jason terlepas dan ia segera menghampiri ku dan membatu ku untuk berdiri.
"Bertahanlah, Amanda. Tinggal sedikit lagi!" ia menyemangati ku dan kami pun kembali berlari, jari tangan kami saling bertaut erat. Tak ingin lagi aku terjatuh seperti tadi.
Gerbang itu sudah dekat, namun... seseorang membalikkan tubuh Jason dan langsung memukulnya tepat di wajah. Tautan jari ku terlepas begitu saja, membuatku kehilangan sesuatu yang berharga. Alex kini berhasil menyusul kami, dan ia juga yang memukul Jason.