***
Malam kian larut suasana yang dingin dan beku ini mulai merasuki tubuh, tanpa sadar air mata ku tumpah tak terbendung menyisakan ingatan kelam beberapa jam, menit, bahkan detik.
Aku menatap nanar sesosok tubuh itu yang hanya duduk terdiam, tak ada satu pun suara yang terdengar diantara kita. Hanya kebisuan yang menemani sepi nya malam. Menyelami pikiran kami masing-masing atas apa yang sudah terjadi, tak bisa di ulang kembali.
"Apa yang sudah kamu lakukan?!" seorang wanita yang berusia sekitar 40 tahun datang menghampiri kami. Matanya mengarah pada Jason yang terduduk diseberang depan ku. Jason menutup wajahnya yang tampan dengan kedua tangannya. Dapat ku rasakan ia terpuruk dengan masalah ini.
"Jawab mama, Jason!" wanita itu geram dengan tingkah laku Jason yang hanya diam mematung. Jason menghela nafasnya pelan dan menatap mata milik wanita yang masih berdiri didepannya dengan sorot terluka.
"Beri aku waktu." tandasnya tepat membuat pias wajah wanita itu.
"Vader mu akan kesini."¹ ucap wanita itu dan mulai duduk disebelah Jason.
"Untuk apa?" tanya Jason tak suka.
"Menghadapi semua masalah yang dibuat anaknya." Jawab wanita itu tenang. Jason menatap kearah lain, sedang wanita yang duduk disebelah Jason menatap kearah ku.
"Maaf saya tidak lihat kamu, oh ya kamu siapanya Jason?" wanita itu bertanya pada ku dengan kening berkerut. Aku tersenyum simpul kearah nya, "Aku Amanda, Tante. Teman sekolah Jason." wanita itu mengangguk kepala pelan dan tak lama ia kembali bertanya pada ku.
"Ada apa dengan leher mu yang di perban itu." wanita itu segera menghampiri ku dan duduk disebelah ku. Ia menatap lekat dileher ku yang sudah tertutup kasa dan plester.
"Ini....." Aku menunjuk kearah leher ku namun tiba-tiba saja Jason menyela ucapan ku. "Itu karena b*j*ng*n yang sedang berada di Rumah sakit ini." mata Jason menyiratkan penyesalan dan amarah. Sedangkan wanita itu terkejut dengan yang ia dengar.
"Apa kamu baik-baik saja, sekarang?" tanya wanita itu hati-hati. Aku meringis dan menganggukan kepala, "Ya, walaupun masih terasa nyeri sedikit."
***
Pagi hari ini, aku masih berada di rumah sakit. Bersama dengan Jason dan ibunya. Kami masih di depan ruang yang bertuliskan ICU, tempat dimana Alex masih tertidur pulas dengan dipasang berbagai alat medis. Kesadaran Alex menurun, menyebabkan ia dirawat intensif. Luka di dada sebelah kanannya akibat tusukan pisau lipat yang Jason arahkan langsung tepat di ulu hatinya. Keadaan inilah yang menyebabkan Alex kritis dan ia harus segera dipasang chest tube oleh dokter. Namun syukur aku panjatkan doa, Alex dapat melewati masa kritis nya. Kembali aku melirik Jason yang diam membisu, ibunya sedang pergi untuk sarapan di kantin bergantian dengan ku dan Jason. Dapat ku rasakan aura yang mencekam dari kedua mata biru indahnya. Mengatakan padanya bahwa semua akan baik-baik saja. Namun,,, harapan tinggal di sanubari ku tak berani bersuara mengatakan hal itu padanya. Sesosok pria dengan wajah khas Eropa datang menghampiri ku dan Jason. Wajah Jason dengan pria bule ini mirip, membuatku mengkerut kan alis.
"Ik wil je naar huis brengen, Jason!"² kata pria itu dengan sorot mata penuh amarah pada Jason yang terdiam membeku menatap balik mata biru indah seperti miliknya.
NB:
vader¹: ayah (dalam bahasa Belanda)
Ik wil je naar huis brengen, Jason²: aku ingin membawamu pulang, Jason (dalam bahasa Belanda)