Chereads / Sekenario Cinta / Chapter 41 - bila kita

Chapter 41 - bila kita

Tama bersandar di sebuah bingkai jendela yang terdesain rapi dan bersih, wajah tampannya membentuk sketsa yang indah bagaikan sebuah lukisan pria tampan yang kesepian. matanya kosong menatap luas keluar jendela di sebuah gedung itu. perasaan pilu yang entah datang dari mana telah menyelimuti hatinya, namun seseorang yang membuatnya merasakan itu semua tiada pernah merasakannya.

sebuah memori masa lalu itu berputar bagaikan sebuah film layar lebar yang sudah lama yang diputar kembali.

sebuah perjodohan, sebuah pertemuan dan yang telah berlalu.

seolah-olah ia ingin berkata bagaimana bisa aku begitu menginginkanmu. kenapa aku tak bisa menahan mu. sebentar saja hanya sebentar di sisiku. apakah keinginaku ini hanya sebuah hayalan semata. apakah perasaan ini hanya sebuah omong kosong.

sebuah kenangan masa lalu itu terasa sangat menyedihkan tetapi entah mengapa terasa sangat membahagiakanpula baginya.

sebuah senyum terbentuk seketika ketika ia memikirkan semua itu.

"tuan, ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda". seorang gadis memberikan sebuah informasi padanya.

"baiklah, suruh dia masuk". wajah tampan nan rupawan itu mulai terpancar bagaikan sesosok pria yang keluar dari sebuah kanvas, ia mulai berjalan dan duduk di kursinya. kesan seksualitas di usianya yang sangat matang akan membius semua wanita yang melihatnya.

di asrama di kota K, ketika dia membuka pintu asrama itu, ia melihat sesosok pria tampan yang sangat ia kenali.

"kenapa kau ada disini?" Zia bertanya dengan rasa senang yang meluap, ia tak bisa menahan senyumnya yang semakin lama semakin mengembang.

"untuk menjemput istriku?" dengan wajah tenang nan tampannya ia mulai masuk ke asrama dan duduk di kursi tamu di ruang itu.

"oke, baiklah tunggu sebentar aku akan bersiap". ia mulai berlari ke kamarnya.

bagaikan sebuah sihir yang menyeruap dari setiap kata-kata yang keluar dari mulut pria itu. tanpa basa-basi seolah-olah kesanggupan harus dilaksanakan tanpa sebuah perdebatan.

"apakah kau lapar ?" zia bertanya sambil mengemasi barang-barangnya.

"tidak, aku hanya sedikit haus". Fian menimpali.

"apa kau mau teh atau kopi?"

"teh saja"

"baiklah, ku fikir di dapur ada teh yang ku bawa minggu kemarin." ia meninggalkan aktifitasnya dan berlari ke dapur.

sihir cinta itu yang membuatnya menuruti apa yang dikatakan oleh suaminya ini, bahkan apa mungkin bila ia memintanya untuk membunuh dirinya sendiri ia akan menyanggupinya tanpa sebuah syarat.

"aku membawakanmu beberapa makanan ringan."

"benarkah? aku akan memberikannya pada teman-temanku di asrama"

"ambilah, semua ada di dalam mobil"

"okey" Zia menaruh cangkir tehnya dan meraih kunci mobil dan keluar. ia mengangkat semua bungkusan yang ada di dalam mobil itu sendiri dan memberikannya pada teman-temannya.

cinta adalah sebuah program yang akan bekerja dan mengatur tubuh kita agar dapat mengejar sebuah kesenangan, kebahagiaan yang bagaikan sebuah fatamorgana tanpa memikirkan sebuah resiko dan realita yang ada.

"apakah ada sebuah korek? aku lupa membawanya."

"sepertinya ada, akan kucarikan di dapur sebentar." ia berlari kedapur lagi.

"tidak ada,"

"yasudahlah"

" di sebelah asrama ada sebuah toko aku akan membelikannya untukmu". Zia menawarkan diri.

"baiklah" fian mengiyakan.

mereka kembali ke apartemen yang sempit itu, meluapkan rasa rindu mereka dan melebur menjadi satu.

"aku diterima kerja di salah satu rumah sakit milik pemerintah di kota P" sambil mereleks kan tubuhnya.

"baguslah", zia menimpali

Fian mencium kening istrinya.

"tapi kau tau gaji di rumah sakit pemerintah itu lebih sedikit, berbeda dengan rumah sakit swasta"

"em, tidak apa-apa mungkin kau bisa diangkat menjadi ASN seperti kakakmu" Zia menyemangati suaminya itu.

"baiklah kalau kau berkata seperti itu" Fian melanjutkan aktifitasnya melumat bibir yang mungil itu sampai habis.

"bibirmu sempit enak sekali untuk di lumat"

mereka melanjutkan ronde kedua mereka hingga petang menjelang.

di sebuah restoran cepat saji.

"apakah kau yakin akan bekerja ?" fian bertanya dengan perasaan risau.

"ya, bukankah aku sudah katakan sebelumnya, aku tidak akan bergantung padamu." Zia melumat makanannya sambil berbicara, ia menaruh garpu dan sendoknya dan mulai mencodongkan kepalanya ke arah suaminya itu.

"untuk mempersiapkan diri bila seandainya kita berpisah nanti" zia mengucapkan semua kalimat itu di telinga Fian. dan membenarkan duduknya ke posisi semula dan melahap makanannya lagi.

"aku sudah mengirimkan lamaran di beberapa perusahaan dan sudah mendapatkan panggilan interview. walaupun bukan perusahaan besar dan bukan jabatan yang tinggi tapi gaji yang diberikan lumayan tinggi untuk menunjang kebutuhan kita sehari-hari. bukankah itu bagus?"

"hm" menunjukan wajah datarnya yang dingin.

*ASN : sama dengan pegawai negri sipil