dia melamun di ruang kerja yang sepi itu, dengan sebuah meja kerja yang besar nan kaku, setumpukan berkas yang tertata rapi.
sebuah bayangan, seorang gadis muncul di sebuah bingkai kaca jendela bagaikan sepotong cuplikan film yang di putar kembali..
seorang gadis yang tersenyum manis dengan sebuah lesung pipit di pipi kanannya dan mata yang menyipit
"zia...."
sebuah seruan yang membangunkannya dari segala lamunan. sebuah seruan yang sebenarnya tidak pernah ada...
"ah..." ia mendengus dengan kesal dan mulai menepis semua bayangan itu dengan sebuah tersenyum.
dan ia mulai memandangi kaca itu lagi... menatap wajah tampan seorang pria yang menawan dengan senyuman.lnya.
'kenapa aku bisa sesenang ini ketika memikiran gadis bodoh itu' gumamnya.
'aku ingin tau sedang apa dia sekarang, sudah lama sekali aku tidak melihatnya. bagaimana keadaanya sekarang. apa dia masih sembrono dan keras kepala'
sebuah lamunan dan gumaman 'ia begitu imut ketika marah padaku...', sebuah bayangan ketika ia dengan sengaja berkunjung ke rumahnya
'aku penasaran apakah benar gadis bodoh ini bekerja di perusahaan ini'. gumamnya dalam hati. perasaan itu bagaikan sebuah magnet yang besar yang menarik-narik tubuhnya. ia sangat ingin sekali memuaskan rasa ingin tahunya.
"siapkan mobil.... kita akan pergi ke perusahaan Art Jaya".
"baik tuan"
---------
di sebuah apartemen,
"oh, sial sekali kenapa dia tidak mengangkat telponnya dan bahkan tidak membaca pesan, sesibuk itukah dia. sayang aku hanya membawa uang receh jd tidak bisa naik taxi. "sial ... mobil sialan... mobil keparat... bisa-bisanya mogok... ah sudahlah aku harus membuangnya." Herry
-------
Tama sampai di sebuah gedung yang tidak terlalu mewah, gedung itu sederhana tapi dengan desain yang menarik.
"ada yang bisa saya bantu tuan, ?" tanya reseptionis.
"tuan saya ingin bertemu dengan pemimpin perusahaan ini" jawab sekertarisnya.
"apakah sudah ada janji?" tanya reseptionis lagi.
"belum,... " jawab sekertaris.
"katakan padanya TAMA SANJAYA ingin bertemu". jawab tama dengan gagah tapi masih menunjukan sifat ramahnya.
"baik tuan, tunggulah sebentar" jawab reseptionis.
di ruang kerjanya sang presdir sedang sibuk dengan dokumennya dan seketika ia berlari keluar ketika mengetahui bahwa investor yang diharapkan itu yang ingin menemuinya, ia berjalan dengan terburu-buru tanpa ragu menuju ke ruang tunggu.
Tama berjalan masuk ke ruang tunggu yang tertutup oleh kaca.
ia acuh dengan semua kebisingan yang hampir tidak terdengar dari dalam ruangan itu. ia menatap handphonenya. mendapati ada sebuah panggilan yang tak terjawab dan sebuah pesan.
'ada apa dengan dia' gumamnya. dan ia mulai menekan tombol panggilan.
"halo,... ini siapa?" sebuah suara lembut itu menyambut panggilannya.
ia mulai berfikir 'suara ini...?' gumamnya tapi semua fikiran itu di tepisnya dan menghilang.
'tidak mungkin, itu pasti salah satu wanita mainan milik herry'. gumamnya.
"halo... halo... maaf mungkin anda salah sambung" jawab gadis itu dan mulai menutup panggilan itu karena tidak ada jawaban.
pria tampan ini menggelengkan kepalanya beberapa saat membuat sang sekertaris heran tapi tidak menutupi kesan wibawanya tentu saja sang sekretaris tidak berani untuk bertanya.
dan sebelum sempat Tama bertanya panggilan itu telah diakhiri dengan paksa dan membuatnya menjadi kesal.
'dasar, kenapa meminta tolong dengan nomer wanitanya sungguh sangat merepotkan'. dehamnya.
ia mulai menaruh handphonnya.
dari dalam ruang tunggu itu dapat terlihat semua aktifitas karyawan yang lalu lalang dengan kesibukan masing-masing dan pandanganya tertuju pada sebuah lift. disana berdiri seorang gadis yang membawa setumpukan berkas dokumen yang sangat banyak.
gadis itu menguncir rambutnya ke belakang dengan rapi. wajah putihnya terlihat memucat tapi tidak menutupi kesan cantiknya. gadis itu menaiki lift untuk naik ke atas dengan sangat bersusah payah.
Tama memperhatikan gadis itu untuk sesaat dan bagaikan sebuah magnet yang menarik tubuhnya untuk memperhatikannya lebih jauh...
hatinya menarik tubuh kokohnya dan kini dia sudah berdiri di depan sebuah kaca didalam ruang tunggu sambil memperhatikan gadis itu.
'benarkah itu si gadis bodoh' gumamnya penasaran.
begitu pula sang sekertarispun yang merasa penasaran terhadap tingkah laku dari atasanya itu.
'apa yang sedang dilakukannya. apa yang sebenarnya sedang atasanya lihat, sehingga sampai menempel pada kaca seperti itu. dan bahkan sekarang ia berlari keluar seperti anak yang mengejar layangannya' gumam sang sekertaris.
'ah, .. ada yang tidak beres, apa aku mulai stress sehingga semua yang ada aku anggap si gadis bodoh itu,... ini membuatku gila'... gerutunya.
tapi rasa ingin tahu atau entah rindu yang terlarang dan tak bertuan itu menuntunya untuk mengejar perasaan dan rasa ingin tahunya.
ia berlari keluar ruangan itu.
'ah...benar, si gadis bodoh itu. kenapa ia selalu memaksakan diri... 'merasa senang.
'dan sepertinya ia sedang tidak sehat, bagaimana dia bisa bekerja kalau sedang sakit'. tama menggerutu dan berlari keluar untuk melihat Zia lebih dekat tapi ketika ia sampai di depan pintu, lift itupun telah tertutup dan langkahnya terhenti karena sang presdir dari perusahaan itu telah berada di hadapanya.
"maaf tuan, sudah membuat anda menunggu." kata presdir.
"iya" dan ia mengurungkan niatnya dan kembali ke ruangan itu lagi.
"mohon maaf pada dasarnya kami kemari karena tuan saya, tertarik untuk membeli saham atau berinvestasi di perusahaan bapak" terang sang sekertaris.
dan berlanjut ke percakapan selanjutnya.
"baiklah, kami akan membaca dulu berkas-berkasnya dan akan kami siapkan minggu ini untuk di tandatangani."
"terima kasih atas kerjasamanya"
Tama pun berpamitan pergi tapi matanya masih menjelajah mengelilingi ruangan itu berharap ia akan bertemu dengan gadis bodoh yang memenuhi fikiranya itu.
-----------
Zia berjalan sempoyongan, tenaganya tersisa empat puluh persen, perut dan kepalanya mulai terasa nyeri dan tak terkendali.
"udah aku bilang biar aku bantu" kata Reno
"tidak, aku bisa menyelesaikannya sendiri kok, lagian dokumen ini kan tinggal di serahkan sama pak Anton bagian pelaksana agar segera dikerjakan." jawab Zia dengan semangat yang tersisa.
"aku pergi ketemu pak Anton dulu, kau siapkan berkas untuk pembangunan gedung tua di sebelah stasiun ya". kata Zia dan pergi membawa berkas-berkas yang lain.
ia berjalan dan bergumam 'perutku mulai terasa sakit, apa karena aku belum sarapan pagi ini dan minum kopi.... rasanya mulai timbul rasa nyeri di lambungku dan rasanya perih sekali'...
'au.. kepalaku juga terasa sangat sakit. bagaimana ini... ' gumamnya sambil menahan sakit.
'apa aku harus istirahat dulu dan memakan sesuatu.... tapi aku harus mengantarkan berkas-berkas ini dulu, baru aku bisa beristrirahat' gerutunya.
sampailah ia di lantai 2, ruangan itu sepi dan ia menaruh semua laporan itu diatas meja pak Anton dan keluar dengan perasaan lega dan sempoyongan.
ia mulai kembali masuk lift dan ia di kagetkan oleh sebuah suara.
"hai, gadis bodoh' lama tak berketemu?"
membuatnya kaget dan hampir menjatuhkan tubuhnya kepelukan pria itu tapi ia bangkir dengan sisa tenaganya dan dengan seketika Zia menoleh ke samping, ia melihat sebidang dada yang lebar nan kokoh bagaikan tembok telah menghadang penglihatanya, dan ia secara spontan mendongak ke atas.