Chereads / Sekenario Cinta / Chapter 48 - sebentar

Chapter 48 - sebentar

"hai, gadis bodoh' lama tak berketemu?"

suara itu membuatnya terkejut dan hampir menjatuhkan tubuhnya kepelukan pria itu tapi ia bangkit dengan sisa tenaganya dan dengan seketika Zia menoleh ke samping, ia melihat sebidang dada yang lebar nan kokoh bagaikan tembok telah menghadang penglihatanya, dan ia secara spontan mendongak ke atas berusaha mencari asal suara yang tak asing di telinganya itu. suara yang khas yang ia kenal dan sudah hampir ia lupakan karena tidak pernah ia fikirkan.

mereka saling menatap untuk beberapa detik, dengan susah payah Zia mendongak untuk melihat wajah sang pria itu karena selisih tinggi badan mereka yang berbeda.

ia dapat mengenali pria itu dengan sangat mudah. jarak antara mereka hanya beberapa puluh senti, dan entah mengapa membuat detak jantung keduanya berdetak dengan sangat tidak beraturan. sebuah tatapan mata yang polos di mata bulatnya itu membuat pria ini bisa dengan rela maju beberapa senti tanpa sebuah perintah.

tatapan matanya bak seekor kucing, bersih, polos, nan menimbulkan kesan imut dengan mata yang terbuka bulat lebar bagaikan mata boneka.

"em...ehm... " Tama merasakan sebuah perasaan yang entah apa yang sangat sulit untuk di mengerti.

"bagaimana kabarmu?" Tama berusaha menghilangkan perasaan aneh itu.

Zia masih melamun dalam keterkejutannya, 'kenapa aku bisa bertemu dengannya di sini' gerutunya.

"ah... em... baik" jawab Zia datar. tubuhnya sudah mulai tidak bisa diajak kompromi lagi. hanya tersisa sepuluh persen tenaga yang menopang tubuh kurus itu, ia menahan tubuhnya yang di penuhi rasa sakit yang mulai merajam dengan sangat kejam. dengan sisa tenaga itu ia berusaha menghindri semua yang ia rasa akan membuatnya berhutang budi pada orang.... lagi.

"permisi..." ia mulai berusaha menghindar tanpa memperdulikan pria yang ada di sebelahnya itu.

"tunggu..." entah apa yang merasukinya, dengan keras ia menggenggam tangan Zia yang berusaha untuk pergi dari tempat itu. ia tidak ingin gadis yang sedang ingin ia temui beberapa bulan ini pergi begitu saja.

'apa hanya seperti ini ...' gumamnya. 'tidak, aku masih ingin melihatnya... sebentar... hanya sebentar saja'... seolah-olah itu yang ada di fikiranya.

rasa sakit di sekujur tubuhnya mulai menyebar bagaikan serbuk bunga yang di hempas dari putiknya.... kala Tama menggenggam tangan yang melepuh itu... mulai terasa sakit dan tubunya mulai melemah...

"maaa..af" dan ia terjatuh pingsan.

Tama terkejut dengan apa yang terjadi, dengan panik ia mengangkat tubuh itu dan menggendongnya ke dalam pangkuannya.

sang sekertarispun merasa bingung dan ia masih tertegun dengan keadaan itu hingga sebuah perintah keluar dari mulut sang atasan yang mengagetkannya.

"siapkan mobil, cepat!!!" seru Tama panik.

'dasar gadis bodoh, apa yang terjadi padamu kali ini' hati tama gelisah.

------------

ia meletakan Zia di pangkuannya memandanginya dengan perasaan risau dan sedih, ia membelai pipi yang putih nan empuk melebihi bakpau itu. ia mengusap-usapnya dengan jari-jemarinya yang kokoh itu dengan lembut dan merapikan helai-helai rambutnya.

sang sekertaris masih bingung dengan keadaan ini, fikiranya tak seorang gadispun yang pernah di perhatikan selembut ini oleh atasannya itu. bahkan banyak sekali wanita yang mendekati sang atasanya ini tapi tak pernah sedekat ini. ia begitu sibuk dan tidak perduli terhadap mereka.

apakah gadis ini begitu berbeda dengan gadis yang lainnya.

sang sekertaris menatap bingung pada sang supir.

dan sang supirpun hanya tersenyum seolah-olah telah mengetahui segalanya.

"tuan kita sudah sampai di Rumah sakit..."

"baiklah..."

----------

beberapa jam berlalu dan semua itu terasa sangat lama tapi itu sangatlah menyenangkan. entahlah di satu sisi ia sangat khawatir pada gadis ini dan satu sisi ia bagaikan mendapatkan perasaan yang aneh yang bisa membuatnya tersenyum tanpa sebab.

ia menyentuh kening dari gadis itu dan mengusap pipinya, sebuah sentuhan sederhana seperti ini terasa sangat menyenangkan baginya. ini adalah sebuah perasaan yang aneh yang jarang sekali ia rasakan. ia mendekatkan wajahnya. entahlah ada sesuatu yang menarik nya ingin melakukan sesuatu yang lebih hanya sekedar menyentuhnya. tapi ia mengurungkan semua tindakan itu. ia menahan diri akan sesuatu itu.

Zia mulai terbangun dari pingsannya, ia mendapati tubunya telah terbaring di kamar sebuah rumah sakit dan tanganya telah terpasang sebuah infus.

'dimana ini ?... kenapa aku bisa berada di sini?'

bagaimana ini aku terbangun di ruangan ini lagi....' ia menggerutu dengan tatapan yang tak karuan seolah-olah menyalahkan dirinya sendiri.

"apa kau sudah bangun" suara kasar itu mengagetkanya.

" em..." Zia enggan untuk berkata-kata. ia memandangi satu tangannya yang melepuh itu telah di tutup rapi oleh perban.

"maafkan aku... aku tidak sengaja memegang tanganmu yang sedang terluka itu"

"hm... tidak apa" Zia menggelengkan kepalanya.

"kau pasti belum makan?" tanya Tama dan sebuah suara memaksanya mengalihkan pandangannya.

"tok..thok..thok".... suara ketukan pintu membuat pandangan mereka menyatu pada bingkai pintu yang mulai terbuka dan sosok perempuan paruh baya yang masuk ke dalam kamar membawa sebuah bungkusan.

"aku sudah meminta bibi inah untuk membuatkan sup untukmu" dan mempersilahkan pembantu itu untuk menyajikannya.

"apakah nona sudah lapar ?"

Zia membalasnya dengan sebuah anggukan yang sangat canggung karena rasa malu.

"baiklah, aku akan kembali ke kantor dulu"

"baik tuan" jawab pembantu itu.

Zia tidak berani menatapnya, ia menatap pria itu pergi, tatapan itu hanya sebuah tatapan kosong, tatapan kekosongan yang hampa karena ia sangat takut untuk memikirkan pria itu ketika menatapnya.

di luar kamar Tama memberikan perintah

"jaga dia dengan baik"

"baik tuan"