"jaga dia dengan baik jangan sampai ia pergi, aku akan kembali setelah selesai kantor".
"baik tuan"
------
"saya senang nona makan dengan lahap"
"em..." Zia mengangguk "terima kasih, masakan bibi memang enak, bolehkah aku minta tambah" Zia tersenyum dengan lebar.
"makan yang banyak, supaya nona cepat membaik"
Zia mengangguk dengan pasti.
setelah selesai makan Zia mendapatkan obatnya dan mulai tertidur dengan lelap bagaikan seorang bayi.
----------
ruangan itu gelap hanya di terangi lampu tidur dan cahaya rembulan dan ruangan itu terlihat sangat sepi tanpa suara.
di tengah malam itu Zia terbangun. ia ingin ke kamar kecil, ia turun dari tempat tidur dan pergi ke kamar kecil sendiri.
ia kembali ke tempat tidurnya dan merasakan perutnya mulai berbunyi kembali menandakan ia mulai merasa lapar.
ia mulai berfikir bagaimana ia bisa berada di sini bersama dengan pria itu... lagi... bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan, aku meninggalkan pekerjaanku dan....., ia mengacak-ngacak rambutnya, ia mulai merasa frustasi.
'untung saja Fian sedang tugas dinas. jadi dia tidak perlu takut di marahi ... huh lagian kan kami sedang bertengkar'.... ia mendengus kesal
tapi 'tetap saja aku harus keluar dari tempat ini...' gerutunya.
ia menatap selang infus yang terpasang di tanganya itu untuk sesaat, mengumpulkan sebuah keberanian dan keyakinan sesaat setelahnya ia mulai mencabut selang infus itu dari lengannya dengan paksa menekannya untuk beberapa saat dan mulai berdiri.
ia berjalan sempoyongan dengan sekuat tenaganya. 'mungkin efek obat ini membuat tubuhku menjadi lemas'.
ia berdiri pada sebuah pintu dan bersiap untuk keluar, tanganya memegang gagang pintu dan menarik tuasnya serta bersiap untuk keluar.
tapi sebuah dada bidang yang sama yang ia temui, sudah berada di hadapannya.
ia mendongak ke atas menatap sebuah mata, mata yang menatapnya kembali dengan tajam.
"mau kabur lagi... " suara itu memecah keheningan malam dan menakutinya.
pria itu dengan spontan menarik dan menggendong tubuh kurus Zia kembali ke ranjangnya.
Zia hanya diam mematung, dia tak tau apa yang harus dilakukannya sekarang.
Tama mengambil sebuah telpon dan dengan sigap para perawat pun datang.
"ia tak sengaja menyenggol selang infus itu dan membuat jarumnya terlepas". kata Tama
Zia menatapnya dengan rasa terkejut tapi ia mulai menunduk karena perasaan takut.
"baiklah tuan akan saya pasang kembali" jawab perawat itu.
"hm" jawabnya sambil masih menatap gadis yang keras kepala itu dengan tatapan mengintimidasi yang kuat.
para perawatpun sedikit kebingungan karena bila saja gadis ini tidak sengaja membuat infusnya terlepas... bagaimana ini bisa terlihat begitu rapi seperti dilakukan dengan sengaja, tapi tanpa mau banyak berkompromi, para perawatpun melakukan tindakan yang harus mereka lakukan sambil menatap gadis yang mematung bagaikan batu.
Zia masih tertegun dengan semua keadaan ini. ia hanya diam ketika perawat memasang infus itu kembali.
ia hanya mulai berfikir 'bagaimana ini...? kenapa seperti ini... kenapa pria ini yang selalu menolongnya di saat terburuknya ini. kenapa harus dia....'. sebuah perasaan aneh sehingga dapat membuatnya frustasi dan tidak tau harus bagaimana menyikapi situasi itu.
"sudah selesai, bila ada yang lain bisa hubungi saya lagi. permisi" kedua perawat itupun pergi dari kamar itu.
"terima kasih" kata Zia sopan seolah mengantar kepergian para perawat kelaur ruangan itu.
"kau tidak berterima kasih padaku ha?"... mendengus kesal.
"dan bahkan kau malah memilih untuk kabur ... merendahkan suaranya beberapa oktaf "lagi... ". tama mulai mendekat ke arah Zia.
"apa kau merasa lebih baik, sehingga berani kabur lagi?" Tama berdiri di samping tempat tidur,
Zia masih terduduk kaku dan diam mematung. Tama meletakan tangannya di kening gadis itu dan berkata" sepertinya kau tidak demam, kata dokter kau hanya kurang istirahat dan kurang gizi".
Zia merasa aneh dengan apa yang di lakukan Tama padanya. mereka tidak pernah sedekat ini sehingga membuatnya merasa aneh. dan wajahnya mulai memerah bagaikan buah tomat.
"kau lapar?" tanya nya lagi dan mulai berjalan menuju ke kursi sofa yang ada di depannya.
Zia hanya terdiam, entah malu atau tidak ingin di kasihani ia seolah-olah ingin menolak semua perlakuan itu padanya.
"aku tau kau pasti akan terbangun di tengah malam, aku keluar untuk membelikanmu makanan, entahlah apa ini sesuai dengan seleramu atau tidak, makanlah!" perintahnya.
Tama masih menatap gadis yang terdiam itu 'kenapa aku seperti ini, apa aku terlalu banyak bicara' dalam hati karena tidak mendpat respon apapun dari orang yang ia perhatikan.
ia memandang gadis itu lagi dan ia berfikir 'mungkin ia terlalu lemah untuk makan sendiri'
ia berfikir sejenak dan ia mulai melangkah maju dan mendekat membawa sebuah kotak makanan. ia mulai duduk di kursi samping tempat tidur dan membuka kotak makanan itu.
harum yang semerbak dari makaman itu tercium sangat lezat sehingga membuat perut Zia berbunyi kembali. zia menutupi memalingkan wajah tomatnya karena malu.
tama mengambil sumpit dan mengambil beberapa makanan dari dalam kotak dan berniat untuk menyuapinya.
"kau mau apa?" Zia akhirnya bertanya karena kaget dengan situasi itu.
"memberimu makan" jawab tama santai
"aku... aku bisa sendiri" jawab zia agak ragu dan malu.
"benarkah?" tama memiringkan kepalanya memperhatikan ekspresi dari gadis yang tadinya mematung bagaikan patung batu kini menjadi putri malu dengan pipi merah tomatnya.
zia mengangguk dan memalingkan wajahnya.
'apa-apaan ini sih, kenapa dia menggodaku' gumamnya.
tama mulai memindahkan kotak makan itu kepangkuan Zia dan menatanya agar mudah untuk di makan.
ia mulai kembali duduk di kursi sofa, membuka kembali leptopnya dan menekan beberapa tombol di keyboardnya berkali-kali.
zia melahap semua makanannya dan bergumam dalam lamunannya 'kenapa dia masih di sini' bagaimana caraku untuk pergi'.
"apa sudah selesai?" sebuah suara itu mengagetkannya.
"ha... apa ?" jawab Zia spontan dan ia menatap pada kotak makannya yang sudah kosong.
"iya"jawabnya ragu.
tama mendekat dan mengambil kotak makan itu dari tangan zia. "kau bisa istirahat lagi...., dokter bilang kalau kamu besok sudah boleh pulang, jadi beristirahatlah malam ini.... jangan keras kepala dan jangan kabur lagi dari sini...
"besok akan aku perintahkan supirku untuk mengantarmu pulang" sambil menata bantal agar terasa empuk untuk di tiduri, seolah-olah ia ingin menidurkan si gadis bodoh ini.
tangannya memegang pundak gadis itu dan dengan spontan Zia berusaha menepis karena merasa takut dan terasa aneh baginya.
Tama berkata dengan lembut "tidurlah malam ini, aku tidak akan melakukan apapun padamu". aku akan keluar setelah kau tertidur..." mengusap kepala gadis itu dengan lembut, aroma sampo yang tercium sungguh sangat menggoda untuk di cium tapi ia mengurungkan niatnya karena ia tau. "jadilah gadis penurut kali ini saja, itu akan membuatmu lebih mudah"...
tama kembali ke sofa dan merapikan barang-barangnya "jangan sekali-kali berfikir untuk kabur... itu tidak akan berhasil karena ada penjaga di luar sana"... tanpa memandang gadis itu dan masih sibuk dengan barang-barangnya.
setelah ia selesai dengan pekerjaannya ia mulai menoleh ke samping melihat apakah gadis itu benar-benar menuruti perkataannya sekarang.