Zia bangun di tengah malam. ia menatap ke sekeliling ruangan "dimana aku sekarang?" kenapa aku bisa berada di sini?"
ruangan itu begitu sepi tidak ada seorangpun disana. dan tiba-tiba pintu itupun terbuka.
"nona sudah bangun? apa nona lapar saya membawakan makanan untuk nona". wanita tua paruh baya menyapanya dengan sopan.
"maaf, bolehkah aku tau dimana aku sekarang? dan siapa anda?" ia bertanya dengan rasa heran.
"maaf nona, saya pembantu dari keluarga Sanjaya. saya di tugaskan tuan Tama untuk menjaga anda". wanita itu berkata dengan sangat sopan.
"Tama Sanjaya... bagaimana bisa aku bertemu dengannya. apa dia yang membawaku kemari" ia bergumam.
"apakah nona lapar, saya sudah menyiapkan makanan untuk nona" sambil menyodorkan rantang yang berisi makanan.
"em" ia mengangguk dengan mantap. ia terbangun ditengah malam itu memang karena perutnya yang terasa sangat lapar.
ia memakan semua makanannya dengan sangat lahap.
"bibi, masakanmu sangat enak" sambil tersenyum ia memuji masakan itu dan berusaha mengucapkan terima kasih.
"masakan ini seperti masakan ibuku" gumamnya wajah cerianya kini berubah menjadi semakin muram. ia sangat merindukan keluarganya tapi semua nya telah berubah. semua canda tawa yang mereka lalui kini telah berubah menjadi tatapan kebencian.
"apa nona membutuhkan sesuatu, saya akan menyiapkanya" berusaha memberikan pelayanan terbaik.
"tidak, aku tidak perlu apa-apa. bibi bisa pulang untuk beristirahat. aku akan melanjutkan tidurku. terimakasih atas makanannya rasanya sungguh enak". ia kembali tersenyum.
"bila nona menyukainya saya akan menyiapkan nya lagi besok". " terima kasih bibi, aku sangat senang sekali".
awalnya pembatu itu enggan untuk meninggalkan gadis itu sendirian tapi gadis itu terus memaksa hingga akhirnya pembantu itupun pergi.
di pagi hari sekali sebelum Tama berangkat ke kantornya, ia menyempatkan diri untuk mampir ke rumah sakit dimana Zia dirawat.
"apakah gadis itu telah membaik?" gumamnya.
"antar aku ke rumah sakit sekarang" ia memerintahkan supirnya untuk memutar arah.
"baiklah tuan" mereka melaju dengan kecepatan rata-rata, sekitar 30 menit mereka telah sampai di rumah sakit itu.
Tama membuka pintu dengan perlahan. ia tidak menemukan apa-apa, gadis itu telah hilang. "Yadi.." ia menjerit pada supir pribadinya itu. " geledah kamar ini cari gadis itu dan tanyakan pada perawat yang ada". ia begitu marah, bagaimana bisa gadis yang begitu lemah itu kabur darinya. bagaimana bila terjadi apa-apa padanya. ia mulai merasa sangat khawatir.
"maaf tuan, saya tidak dapat menemukannya dan saya sudah tanyakan pada perawat merekapun tidak tau". supir itu berkata dengan rasa takut.
"gadis itu memang keras kepala, apa yang dia pikirkan. kenapa kau selalu begitu" ia menggerutu.
"kembali ke kantor" ia memerintahkan supirnya untuk pergi.
Zia sampai di Asramanya, ia tidak kembali ke apartemen tapi memilih untuk tidur di asrama. baru beberapa jam perjalanan ia sudah merasa sangat kelelahan. tubuhnya begitu lemah tapi untungnya ia bisa sampai ke Asrama dengan selamat. ia mulai tertidur dengan lelap di kamarnya sendirian.
siang pun terasa sangat panas hingga membangunkannya dari tidur yang nyenyak itu.
sebuah telpon membangunkannya untuk lebih fokus lagi.
"halo.." Zia menjawabnya dengan suara lembut.
"kenapa kau tidak menghubungiku, dimana kau sekarang?" telpon itu berasal dari suaminya.
"aku..aku sibuk kemarin. aku sedang berada di asrama sekarang" ia menjawab dengan mantap.
"tunjukan padaku kalau kau benar-benar ada di asrama". lalu suaminya itu membuat panggilan video.
"lihatlah aku sedang berada diasrama" ia mencoba menunjukan sekeliling.
"aku masih perlu bukti lagi" ia mencoba menekan istrinya agar patuh.
"bagaimana caranya, bukankah kau sudah lihat aku sedang berada di asrama berama teman-temanku".
"baiklah tunjukan padaku siapa saja temanmu".
"baiklah". ia mulai merasa tambah kesal. ia menuruti apa yang suaminya katakan itu walaupun ia merasa sedikit malu kepada teman-teman asramanya.
"buka pintu asrama" ia memerintahkan istrinya.