Sudah hampir setengah jam Kylie menunggu di luar semenjak ia menelfon Carl.
Tak ada perubahan!
Daniel tetap tak menyuruh dirinya untuk masuk ke dalam ruangannya.
Ingin rasa nya Kylie mengumpat, dan mendobrak pintu masuk ke ruangan Daniel, jika saja ia tak ingat akan harga dirinya, dan juga image nya di hadapan Daniel.
'Sial, percuma saja aku menelfon pria tua itu, jika nyatanya aku tetap menunggu,' benak Kylie yang merasa sia-sia jika sebelumnya ia menelfon Carl di hadapannya yang nyatanya tak ada perubahan apapun, bahkan jika ia boleh jujur, sungguh ia malu dengan Jack yang sedari tadi berada di kursi nya memantau dirinya.
Jack dengan tenang dan santai mengerjakan pekerjaannya. Seperti biasa ia telah hafal jika apa saja yang diinstruksikan langsung padanya, ataupun hanya sebatas 'kode' dari Daniel.
Sejenak Jack melirik jam yang melingkar di tangannya, dan menurut estimasi nya maka kurang lebih setengah jam lagi Daniel akan menelfonnya lewat interkom untuk memberitahukan agar Kylie di perbolehkan masuk ke dalam ruangannya.
Kylie tampak gusar, resah merasa seakan di abaikan oleh Daniel.
Jika saja Daniel bukanlah seseorang yang dimana ia memiliki rasa pada pemuda itu, tak mungkin dirinya akan berdiam diri, seperti apa yang ia lakukan saat ini.
Tepat seperti dugaan Jack sebelumnya, bunyi interkom di meja Jack kini berdering.
Dengan cepat Jack mengangkat nya. Ia tahu pasti Daniel akan menyuruhnya, agar Kylie masuk ke dalam ruangannya itu.
Dugaan Jack tak meleset!
"Nona, Pak Daniel mempersilahkan anda masuk ke dalam ruangannya."
Kylie yang mendengarnya hanya dapat merenggut kesal, sekaligus memaki dirinya sendiri, karena tak dapat berkutik sedikitpun.
Dengan anggukan kecil tanpa menyapa Jack, Kylie melewati posisi Jack.
Ceklek
Manik Kylie langsung mendapati sosok Daniel yang sedang berada di bangku nya, sesekali melirik layar laptopnya.
"Ada apa?" tanya Daniel tiba tiba tanpa menolehkan wajahnya pada Kylie sedikit pun.
Kylie tampak menegukkan salivanya kasar. Sungguh ia tak menyangka bahwa Daniel benar benar dingin terhadap wanita.
Ia kira sebelumnya hal itu hanyalah sebuah selentingan belaka. Namun kenyataannya justru sebaliknya.
"Maaf, jika aku mengganggumu, apakah ayahmu tak pernah memberitahu mengenai diriku sebelumnya?" tanya Kylie kemudian sambil melangkahkan kaki nya mendekat ke arah bangku Daniel berada.
Daniel mengendikkan bahunya pelan seakan acuh atas perkataan Kylie, dan tak lama Daniel mempersilahkan Kylie untuk duduk di sofa yang berada di ruangan itu.
Sejujurnya Kylie cukup kesal dengan respon jawaban dari Daniel yang menurutnya tak sesuai dengan ekspektasinya sama sekali. Namun demi mendapatkan hati Daniel Kylie hanya tersenyum tipis, dengan langkahnya yang langsung membelokkan menuju sofa yang dipersilahkan oleh Daniel sebelumnya.
Daniel merapihkan berkas nya sejenak, setelah itu baru ia beranjak dari tempatnya menuju sofa, tepat berhadapan dengan Kylie.
Untuk kedua kalinya Daniel melintarkan pertanyaan yang sama seperti sebelumnya.
Ingin rasa nya Kylie menggerutu mendengar pertanyaan sama hingga dua kali, yang menurutnya seakan menyudutkan posisi nya.
"Mungkin, perkataan ku kedengarannya aneh, hanya saja ayah mu bilang untuk datang kemari, dan kita dapat berkencan agar saling mengenal," ujar Kylie yang terdengar sedikit keraguan akan kalimat nya itu.
Daniel memijit keningnya sejenak, lalu mengucapkan kata maaf atas sikap ayahnya yang semena mena.
Sontak Kylie mengerutkan dahinya bingung.
Mengapa meminta maaf?
Hal itu yang langsung menjadi pemikiran Kylie.
"Untuk?" tanya Clara pada akhirnya.
"Apa yang ia janjikan padamu," ujar Daniel tegas.
Dalam beberapa menit Kylie terdiam di tempatnya, tampak mencerna kalimat yang Daniel utarakan padanya itu.
"Mak...-maksudmu mengenai hal berkencan?" tanya Kylie ragu.
Apa -apaan ini? Daniel menolaknya?
Hal itu yang tiba tiba saja terbesit di kepalanya.
"Aku su—"
Belum sempat Daniel menyelesaikan kalimatnya, Kylie memotong perkataan Daniel tersebut.
"Tak usah hari ini, jika kau sibuk."
Daniel mengerutkan keningnya sejenak, lalu menggelengkan kepalanya.
Ia tak suka mengilah ataupun berbasa basi yang lain, jika tak di dasari dengan kenyataan yang ada.
"Aku sudah memiliki kekasih, dan tak mungkin bagiku mengajak seorang wanita lain untuk berkencan denganku," ujar Daniel tegas.
Seketika manik Kylie membulat sempurna, dan degup jantung nya yang seakan berdetak cepat, belum lagi dengan dadanya yang terasa sesak.
"Ja...-jangan membohongiku, ayah mu bila—"
"Aku baru memberitahunya baru baru ini, dia juga sudah mengenal kekasihku, aku tak berbohong."
Mendengar perkataan Daniel, Kylie hanya dapat diam membisu.
Gadis itu tak pernah menduga sedikit pun, jika sang pujaan hatinya yang ia kira belum memiliki kekasih, nyatanya telah memiliki kekasih, dan bahkan Daniel secara terang terangan mengatakan hal tersebut padanya.
'Siapa gadis yang berani mengambil hati Daniel dariku,' lirih Kylie sambil mengepalkan tangannya.
"Ada lagi yang ingin kau katakan padaku?" tanya Daniel datar.
"Tak bisakah kita tetap mencoba untuk berkencan terlebih dahulu?" tanya Kylie kembali.
Daniel hanya tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Dengan tegas Daniel sekali lagi mengatakan pada Kylie bahwa ia tak dapat melakakan hal tersebut, ia bukanlah lelaki yang tak memegang teguh atas pendiriannya, dan tak menjaga perasaan kekasihnya.
Telak, Kylie semakin tersudut!
Ia tak tahu jika Daniel tak akan goyah atas ucapannya itu.
'Apa yang harus kulakukan agar dapat mengambil hatinya?' benak Kylie dalam hati.
Belum sempat Kylie selesai memikirkan cara agar dapat menarik Daniel agar keluar dari prinsip nya itu, tiba tiba saja suara Daniel tampak terdengar dingin seakan mengusirnya dari ruangannya secara halus.
Tak bisakah Daniel lebih lembut pada wanita ?
Hal itu yang langsung terbesit di pemikiran Kylie.
Mau tak mau, dengan segala keterpaksaan Kylie beranjak dari posisi nya. Ia tahu diri.
'Aku tak akan menyerah begitu saja, sebelum kau sah dengan gadis yang kau katakan adalah kelasihmu, maka aku masih memiliki peluang.'
Setelah kepergian Kylie dari ruangannya, Daniel yang merasa kesal dan mood nya tak baik, langsung menghubungi kekasihnya.
Sebab menurutnya suara Jenni merupakan obat untuk menyembuhkan kegundahan hatinya.
Tak perlu waktu lama Jenni langsung mengangkat telefon Daniel.
Suara riang dan renyah langsung terdengar di telinga Daniel.
'Ternyata prediksi ku tak salah, Jenni adalah obatnya,' benak Daniel yang merasakan bahwa hatinya kian menghangat sesaat mendengar suara Jenni semata.
"Bang? Mengapa kau tak bersuara? Ap-"
"Hng, aku masih disini, hanya saja sangat menikmati suaramu ... kau tahu, suara mu adalah obat untukku saat hatiku sedang gusar ataupun hal hal semacam itu," kekeh Daniel memotong pertangaan Jenni sebelumnya.
Untuk beberapa detik Jenni tampak tak menanggapi. Namun setelah nya keduanya saling terkekeh layak nya seperti sebuah sahutan yang bergantian.
"Gombal!"
——-
Leave a comment, and vote