Hari telah berganti siang, Daniel yang seperti biasa masih sibuk di meja nya mengurusi berkas berkas, belum lagi waktunya tempat tersita lantaran bagian staf yang sebelumnya ia percayakan dapat merealisasikan akan project yang ia rencanakan, tampak sedikit melenceng dari ekspektasinya, sehingga mengharuskannya membuat rapat secara mendadak pada tim yang ia tunjuk bertanggung jawab akan project tersebut.
Tok
Tok
Tak ada jawaban dari Daniel. Sepertinya Daniel terlalu larut akan pekerjaannya, sehingga ketukan pintu ataupun deringan telefon ia hiraukan sama sekali.
Sekali lagi suara ketukan pintu tampak terdengar keras dalam ruangan Daniel. Namun sayang nya pemuda itu masih terlalu fokus akan pekerjaan yang ada di depan mata, dengan perasaan yang bisa dikatakan kurang baik tak seperti suasana hati nya sebelumnya.
Merasa di hiraukan Jack yang sedari tadi berada di depan pintu akhirnya memberanikan dirinya masuk, lantaran sebuah telefon yang memaksakannya seperti itu.
"Permisi pak," ujar Jack dengan hati hati menatap takut terhadap Daniel yang masih fokus yak memandangnya sedikit pun.
"Pak—" ujar Jack kembali saat mendengar suara dari seberang telefon yang memaksa dirinya untuk menyerahkan telefon tersebut pada Daniel.
"Maafkan saya pak, ini ada telefon dari nona Jenni."
Deg
Seketika Daniel menghentikan aktivitas nya, dan langsung mencari handphone nya yang tergeletak di sudut mejanya.
Manik Daniel membulat sempurna saat membuka layar handphone nya yang ternyata terdapat sepuluh pesan, dan sepuluh kali miscall padanya.
Astaga!
'Apa telingaku sedang bermasalah?' lirih Daniel dalam benak menyadari kebodohannya itu.
Sesaat setelah nya Daniel menatap Jack dan mencoba menanyakan pada Jack apakah yang menghubungi Jack benar benar Jenni kekasih nya atau bukan dengan gerakan mulut tanpa suara.
Tentu saja Jack langsung menganggukan kepalanya membenarkan pertanyaan Daniel padanya.
Dengan ragu ragu Daniel menerima telefon tersebut.
"Apa kau sudah puas dengan pekerjaanmu itu? apa tak bisa kau menjeda nya terlebih dahulu untuk mengisi perutmu? kau mau membuat ku khawatir kembali dengan keadaanmu—"
Dengan cepat Daniel segera memotong pertanyaan pertanyaan Jenni yang tak berujung itu.
"Jen, maafkan aku, aku hanya—"
"Hanya terlalu mencintai pekerjaanmu?"
Deg
Ada apa dengan Jenni? Mengapa ia seperti sangat marah padanya?
Hal itu yang kira kira terbesit di kepalanya. Seketika Daniel terdiam, seakan dirinya terasa tertampar dengan ucapan ucapan Jenni yang langsung menyudutkan dirinya.
"Maaf."
Lagi lagi kata kata itu yang hanya di keluarkan oleh Daniel dari mulut nya.
"Aku menunggumu di kafe yang berada di dekat kampusku, jika kau tak datang aku akan mendiamkanmu sampai batas yang tak di tentukan," ujar Jenni cukup tegas.
Sejujurnya bukan keinginan Jenni yang memaksakannya seperti itu, hanya saja sebelumnya saat mendengar penjelasan Jack akan pekerjaan dan bagaimana suasana hati Daniel, dengan terpaksa Jenni memilih jalan ini agar kekasihnya berfikir jernih.
"Aku akan kesana, tunggu aku lima belas menit," ujar Daniel terburu buru.
"Itu bagus, baiklah bisa serahkan kembali handphone ini pada Jack? aku ingin berbicara padanya."
Secara otomatis tangan Daniel langsung menyerahkan handphone itu pada sekeretarisnya. Namun jangan lupakan tatapan Daniel yang tajam seakan ingin memakan Jack.
Sungguh ia tak suka jika kekasih nya itu semakin dekat dengan Jack!
'Huh ... mengapa harus Jack?'
"Aku pinjam atasan mu dulu, apakah tak apa?"
"Tentu saja nona."
"Kau tenang saja, akan kukembalikan seperti sedia kala dengan suasana yang lebih baik, maaf kekasihku sering membuat mu kesusahan."
"Terimakasih Nona, itu memang tugasku."
Setelah percakapan tersebut, Jenni mengakhiri pembicaraannya itu.
Dengan tatapan menyelidik Daniel menanyakan pada Jack mengenai hal apa saja yang di bicarakan oleh Jenni padanya.
Jack tentu saja tak bisa angkat bicara akan hal itu.
'Sial! Apa yang harus kulakukan?' benak Jack dalam hati.
"Pak, apa pak Daniel tak akan terlambat menuju tempat yang di katakan Nona?"
Daniel langsung mengusak rambut nya kasar.
"Kau benar!"
Dengan langkah terburu buru Daniel segera melangkah pergi meninggalkan ruangannya itu.
"Ingat Jack kau masih hutang bercerita padaku!" pekik Daniel cukup keras sesaat sebelum ia benar benar menutup pintu ruangan kerja nya itu.
'Hampir saja.'
***
Seorang gadis tampak memainkan sedotan yang berada di dalam gelas nya memainkan minuman yang berada di hadapannya itu.
Sudah hampir satu jam dia berada disana!
Tadinya ia fikir Daniel akan mengangkat telefonnya dengan cepat untuk itu tepat saat kuliah nya keluar yang bertepatan dengan jam makan siang ia langsung menuju kafe itu, agar ia dapat makan bersama dengan Daniel, sang kekasih.
Namun di luar dugaan, Daniel malah seolah susah di hubungi, dan mengharuskannya menghubungi Jack sang sekretaris yang untungnya nomer telefonnya masih tersimpan di handphone nya, mengingat belum lama ini Jack menghubungi dirinya lantaran Daniel yang tiba tiba jatuh sakit, dan di rawat di rumah sakit.
"Tak bisakah kau merawat dirimu sendiri," lirih Jenni cukup kesal akan kelakuan Daniel hari ini.
Sejenak manik Jenni tampak melirik jam yang melingkar di tangannya dan memerhatikan hitungan menit yang diucapkan Daniel sebelumnya.
'Lima ... empat ... tiga ... du—'
Kling
Sebuah lonceng kecil yang memang tersemat diatas pintu masuk kafe tersebut, mengalihkan pandangan Jenni.
Jenni tampak tersenyum tipis mendapati kekasihnya yang datang tepat waktu.
"Kukira kau akan terlambat, atau mengabaikan ucapanku menganggap nya angin lalu," lirih Jenni menatap Daniel.
Daniel menghela nafasnya kasar, sembari menggelengkan kepalanya dan mendudukkan dirinya.
"Tentu saja tidak sayang, ucapanmu tadi, seolah menyadarkan ku akan kebodohanku, maafkan aku, karena kembali dengan rutinitas ku yang mengabaikan akan kondisi ku sendiri di saat suasana hatiku memburuk," ujar Daniel membuat pengakuan pada Jenni.
Jenni tampak menganggukan dirinya dan tersenyum tipis.
Ia bersyukur kekasih nya ternyata menyadari akan kesalahannya sendiri.
"Itu bagus, bang Daniel dapat mengakui nya sendiri, tanpa harus aku yang menyebutkannya padamu," ujar Jenni pada Daniel yang mendapat sambutan senyuman hangat dari Daniel.
Perlahan Daniel mengambil tangan Jenni dan mengusap nya lembut.
"Terimakasih, kau ada untukku."
Jenni hanya menganggukan kepalanya pelan, dan senyumannya semakin terkembang di bibirnya menghiasi wajah cantiknya.
"Ini makanan nya," ujar seorang pelayan yang membawa makanan yang memang sebelumnya telah Jenni pesan.
Daniel tampak mengerutkan keningnya perlahan, menatap makanan yang telah di pesan oleh Jenni.
"Kau telah memesankan untukku?"
Secara spontan Jenni menganggukan kepalanya.
"Jika aku tak memesankan nya duluan, pasti cacing yang berada di perutmu semakin berteriak keras padaku," pekik Jenni dengan seenak jidatnya, yang di balas dengan kekehan kecil Daniel.
dilain sisi ....
"Ish, mengapa wajah gadis itu tak terlalu jelas dari sini?, apa sebaiknya aku turun saja agar dapat melihat wajahnya dengan jelas?" Monolog seorang gadis yang sedari tadi telah mengikuti Daniel dari kantornya itu.
....
Leave a comment and vote