Happy Reading...
***
Tatapan tajam dari mata Arsen membuat nyali Natasha ciut. Sebelumnya tak begini. Ia beberapa kali merasakan susah bernafas, rasanya sesak. Dadanya seperti ada yang menekan.
Dari kepala sampai kaki, Arsen menatapnya intens. Entah apa yang dipikirkannya itu. Sebuah kertas kontrak kerja Asisten itu tergeletak dimeja begitu saja. Arsen mengajukan beberapa syarat.
Jadi, saat Reza-Papanya itu memberitahu bahwa Natasha akan menjadi asisten pribadi Arsen, Arsen menyuruh Aryo membuat kontrak kerja dengan sebuah perjanjian didalamnya. Yang dimana semua perjanjian itu dibuat Arsen sendiri.
Yang pasti didalamnya tertera pernyataan:
"Setiap aturan dan perintah harus dipatuhi tanpa terkecuali."
Jelas saja pernyataan itu merugikan Natasha. Reza merasa khawatir sebenarnya. Ia takut Arsen mengerjai Natasha habis-habisan.
Reza memijat kepalanya pelan. Ia tidak mungkin setuju begitu saja. Ini sama halnya mengorbankan Natasha. Ia harus memberikan kewenangan untuk Natasha.
Reza dan Natasha saling menatap.
"Kalau tidak setuju, ya udah," putus Arsen.
"Setuju," ucap Natasha pada akhirnya.
"Natasha..." ucap Reza, yang khawatir.
Natasha mengambil kertas itu. Ia beberapa kali menghela napasnya, masalahnya ini bukan Arsen yang dulu. Ini Arsen versi yang menakutkan.
Sebenarnya Natasha dalam pilihan yang sama-sama merugikan. Jika Ia pulang dan bersama kembali tantenya, itu lebih buruk dari menjadi asisten Arsen. Meskipun nantinya dikerjai habis-habisan oleh Arsen, setidaknya dia tidak menjual tubuhnya untuk itu. Ia benar-benar bekerja.
***
"Ganti, ini asem!"
Beberapa menit kemudian...
"Ini kemanisan!"
Beberapa menit kemudian...
Arsen meneguk kembali jus jeruk yang dibawa Natasha itu. Ia mencoba menikmati jus jeruk yang entah keberapa kalinya Natasha bawa.
"Kakak..." suara anak kecil usia empat tahun itu membuat Arsen hilang mood. Dia tidak suka panggilan itu.
Arsen menyimpan gelas berisi jus jeruk itu di meja dengan kasar, buktinya mengeluarkan bunyi 'tring' hasil benturan kaca.
Natasha menatap anak kecil itu, ia bertemu pertama kali saat beberapa jam yang lalu. Anak kecil dengan seorang wanita. Natasha tak sempat menegur, ia sudah langsung dibawa Arsen untuk mengikutinya. Jika dilihat dari tatapan Om Reza, Natasha merasa menyimpulkan bahwa itu istri baru juga anaknya. Apa ini yang menyebabkan Natasha marah? Pikirnya saat beberapa saat tersadar dengan ucapan Om Reza yang kebingungan menceritakannya waktu itu, dan memilih lihat nanti saja.
"Arsen."
Arsen menatap Natasha dengan tatapan membunuh. Arsen beranjak, sama sekali tak menjawab sapaan anak kecil itu, ia juga menarik tangan Natasha untuk menjauh dari tempat itu.
"Gue mau makan, ambilin makanan kesini!" titah Arsen.
"Kenapa gak dari tadi bilangnya?" kesal Natasha. Di lantai empat ini, tidak ada dapur kotor. Dapur kotor hanya ada dilantai satu juga dua. Dilantai tiga, empat dan lima hanya ada dapur bersih.
"Lo kerja sama gue, jangan banyak ngebantah!"
Natasha mengerucutkan bibirnya kesal. Kalo saja ia masih memiliki keberanian seperti dulu, mungkin ia akan mencakar wajah tampan namun menyebalkan ini yang ada di hadapannya.
Untung saja ada Lift. Bagaimana jika tidak? Ia harus menuruni anak tangga yang entah ada berapa pijakan. Belum lagi Ia harus berjalan mencari dapur kotor. Ia sempat merutuki kenapa Mansion ini begitu besar, menyusahkan pegawai disiini saja.
***