Jentikan jari itu membuat Natasha kesal. Dia menghampiri Arsen yang sedang berdiri angkuh, "sepatu gue kotor."
Natasha melongo mendengar ucapan Arsen. mereka baru saja sampai sekolah dan baru turun dari mobil. Kotor di sepatu Arsen tak seberapa. Arsen menatap Natasha mengisyaratkan untuk membersihkannya. Dengan terpaksa Natasha mengeluarkan tisu untuk membersihkannya. Disaksikan para Siswa DIRGANTARA yang sedang berkerumun melihat anak dari pemilik sekolah.
"Hi... Arsen," suara cewek itu membuat Natasha merasa jijik. Sengaja dibuat-buat agar terdengar lucu. Padahal sama sekali tidak.
"Dia jadi pembantu kamu?" tanyanya seperti mengejek.
"Asisten gue, kenapa?"
"Ah enggak, cocok sama mukanya."
Natasha memutar bola matanya mendengar penuturan Sheryl. "Padahal wajah Lo lebih cocok," gumam Natasha sambil berdiri, selesai membersihkan kotoran yang padahal sama sekali tidak begitu kentara di Sepatu Arsen itu.
"Ngomong apa Lo?" serang Sheryl kemudian.
Di ujung sana, bersama kerumunan siswa lain. Dita melaporkan pada Ibunya, kalau kakak sepupunya menjadi asisten Arsen. Dita sebenarnya selalu merasa terbebani ketika harus terus-terusan mengawasi Natasha. Apalagi ketika disuruh aneh-aneh oleh Ibunya, dia sangat kesal. Kalau tidak takut dengan omelan dan ancaman tak diberi uang lagi mungkin saja Ia tak akan peduli dengan apa yang dilakukan Natasha.
"Enggak ngomong apa-apa," jawab Natasha.
Dalam hatinya sudah menggerutu tak jelas. Yang pasti di pagi hari cerah dengan udara sejuk ini ia sangat menyayangkan sekali dengan adegan pembuka pagi hari. Begitu merusak mood yang harusnya tercipta dengan bagus. Udara lumayan sejuk, cuaca cerah, dengan senyuman ramah setiap orang adalah ekspektasinya. Realitanya adalah dirusak cewek ini.
Arsen berjalan, tak memperdulikan Sheryl. Ia berjalan dengan suara bisikan-bisikan yang samar terdengar. Natasha berjalan mengikuti Arsen dengan menabrakan bahunya ke Sheryl, membuat kesal Sheryl.
Natasha mengibaskan tangannya, mengipasi wajahnya. Ia berusaha menyeimbangkan langkah Arsen yang sudah lumayan jauh dengan jaraknya. Rasa kesal bercampur dalam dadanya. Bisikan-bisikan siswa itu membuatnya gerah seketika. Mereka berbicara yang tidak-tidak, membuat darah nya naik seketika.
BUK...
"Aw..."
Natasha mengusap dahinya.
Arsen membalikan tubuhnya.
"Jalan tuh liat-liat!"
"Eh, Lo nya aja berhenti tiba-tiba! Kasih aba-aba dulu kek!!!"
"Simpen tas gue ke kelas, Lo boleh ke kelas Lo. Nanti gue hubungin Lo kalo gue butuh!"
"Hem..."
Arsen menyentil dahi Natasha. "Yang bener jawabnya, gue tuan Lo!"
"Ish, sakit tahu," tanpa sadar Natasha merajuk.
Arsen langsung meninggalkannya. Ia akan keruangan miliknya terlebih dahulu.
***
"5...4...3...2..."
Huh..huh...huh...
"Satu..."
"Lo gila yah? Dari kelas kesini tuh jauh!" omel Natasha.
Dalam hitungan 20 detik.
Natasha dihubungi dengan ditelpon untuk menghampiri Arsen di ruangan milik Arsen yang ada di sekolah ini. Natasha mengatur napasnya yang tersenggal. Dia sedang menghapal untuk ujian yang akan diselenggarakan setelah isitirahat, namun Arsen dengan semena-mena menelponnya menyuruh untuk menemuinya.
"Beliin gue makanan sama minuman dari kantin, gue kasih waktu lima menit."
"Di kantin tuh ngantri, mana bisa lima menit?"
"Lo bilang, disuruh Tuan Lo."
"Iiih."
Natasha keluar ruangan, diluar ia menghentak-hentakkan kakinya kesal dan sebal. Hidupnya jadi di remote controli oleh Arsen. Ia tahu Arsen pasti mengerjainnya.
"Sabar Natasha... Harusnya Lo bisa membalikan keadaan ini. Kita tunggu saat-saat keemasanmu itu," ucap Natasha pada dirinya.
***