Chereads / Trouble Is A Friend / Chapter 31 - Dicari Arsen!

Chapter 31 - Dicari Arsen!

Marah-marah tak jelas. Segala diacak-acak, bahkan beberapa orang kena marah.

"Gue gak mau tau, Lo harus temuin Natasha sekarang juga!" sembur Arsen pada Aryo.

Sedari tadi di sekolah, Natasha sama sekali tak menampakan diri, juga menghampiri Arsen. Bahkan teleponnya setelah Arsen berkali-kali menghubungi pada akhirnya tak aktif, entah sengaja atau kehabisan batrai. Ketika Arsen menyuruh seseorang untuk menghampiri kelas Natasha pun ternyata tasnya sudah tidak ada.

Dalam pikiran Arsen, ketika Ia bertemu dengan Natasha Ia akan memarahinya bahkan menghukumnya mungkin. Natasha sudah berani-beraninya pergi begitu saja. Bahkan tak mengangkat teleponnya. Tapi di sisi lain ada rasa khawatir Arsen, Ia takut terjadi sesuatu pada Natasha.

Untuk merilekskan emosinya, Arsen memilih untuk berenang. Entah kenapa akhir-akhir ini Arsen sedang senang berenang. Apalagi sambil menjaili Natasha seperti kapan lalu yang menceburkan Natasha juga.

Entahlah, Arsen ini senang sekali menjahili Natasha. mungkin dia merasa ada teman. Dulu Aryo memang menemaninya tapi Aryo lebih mempunyai sekat karena dimana ada Aryo pasti anak buahnya ikut. Dan sekat itu ada ketika ada anak buahnya.

Sedang saat dengan Natasha, ia bebas melakukan apapun. Menyuruh-nyuruhnya, mengerjainya. Dan untuk dengan Aryo sekarang lebih bersekat lagi karena kekecewaan Arsen itu.

Setelah selesai berenang, Arsen segera bilas. Mungkin Natasha sudah pulang pikirnya.

Asap mengepul dari cangkir, teh manis hangat itu sudah dibawakan pelayan. Arsen mengmbilnya, meskipun sebenarnya dia sama sekali tak menyuruh.

Di ujung sana seorang cewek yang berjalan lunglai juga terlihat sama sekali tak bersemangat wajahnya.

"Asisten tidak ada tanggung jawabnya," ucap Arsen.

Natasha menoleh, Ia sama sekali tak menghiraukan Arsen. Berjalan menuju kamarnya dengan menaiki lift. Kamar Natasha di lantai tiga, dan kamar Arsen di lantai empat. Kini mereka bertemu di lantai satu. Kamar Papanya di lantai dua. Untuk lantai satu biasanya untuk para tamu yang datang.

Arsen memberikan cangkir itu pada pelayan. Ia akan menyusul Natasha.

Sampai di depan kamar Natasha, Arsen mengetuk tak sabaran kamar itu. Tanpa memperdulikan siempunya yang mendiami kejengkelan.

Dibukanya pintu oleh Natasha dengan wajah sama sekali tak bersahabat. Arsen ingin tahu ada apa dengan cewek satu ini.

"Gue mau makan," ucap Arsen kemudian.

"Ya makan tinggal makan aja, jangan dibuat ribet."

"Lo asisten gue, gue berhak dong nyuruh-nyuruh Lo."

"Nyuruh ngotak dong! Jangan hal spele lo nyuruh-nyuruh gue juga, kalo bukan karena bokap Lo gue gak mau jadi asisiten Lo. Manja, egois, otoriter!"

"Kalo gak mau yaudah pergi aja dari sini. Kenapa Lo setuju? Mau ngambil bokap, mau dijadiin suami? Atau Lo dijanjiin nikah sama dia?"

Kali ini Natasha tak terima dengan ucapan Arsen. Ia meradang seketika. Emosinya tidak bisa dibendung lagi.

"Kalo ngomong difikir dulu! Gue sama sekali gak berfikiran kesana. Gue gak nyangaka Lo punya fikiran kayak gitu," ucap Natasha sambil tersenyum tak menyangka dengan pikiran Arsen itu.

Arsen tak menjawab, sambil tersenyum kecil mempertahankan pendapatnya itu.

"Lo mikir gak? Gue kehilangan mimpi gue hanya karena ngurus Lo yang gak tahu terima kasih. Mimpi gue buat menang di lomba ini udah dari tahun gue menginjakan kaki di sekolah Dirgantara, semuanya hancur karena gue terlalu nurut sama Lo, mau-maunya gue disuruh ngelakuin hal bego itu."

"Pantes aja nyokap Lo gak betah sama Lo!" kali ini Natasha keterlaluan. Bahkan Natasha sadari itu, namun dengan emosi dan mempertahankan egonya itu Ia sama sekali tidak terlihat merasa bersalah.

Ucapan terakhir Natasha tepat mengenai sasaran. Rasanya ditusuk berkali-kali sampai ucapan itu terngiang dan nyelekit dihati. Arsen diam, Ia kemudian berjalan mundur meninggalkan Natasha. Ucapan Natasha barusan serasa kaset rusak yang tak hentinya berputar di otaknya, bahkan telinganya serasa mendengar secara terus menerus.

"Semua yang dikatakan Natasha benar," pikirannya menginstruksikan hal itu.

Tidak ada yang tahu luka bathin seseorang. Ucapan yang hanya diangggap biasa saja oleh kita , bisa berdampak pada seseorang yang memang memiliki luka bathin mengenai hal itu.

Arsen sedari dulu bahkan berpikir kalau dirinya bukan anak yang diinginkan. Dan ucapan Natasha seolah-olah mengiyakan apa yang dipikiran Arsen selama ini. Semua maunya dituruti hanya karena memang orang tuanya berada dan itu sama sekali tak menjadi masalah bagi orang tuanya. Namun kasih sayang yang sesungguhnya sama sekali tak dilihat Arsen. Ia hanya melihat bahwa dirinya seorang anak dan Mama-Papanya adalah orang tua. Sebatas itu. Ia sama sekali tidak merasakan cinta, ciuman juga pelukan hangat dari kedua orangtuanya.

***