"Ambilin gue makan ke kamar. Gak pake lama!"
Belum sempat menjawab sudah ditutup duluan oleh Arsen. Natasha menggeram kesal. Selalu saja otoriter. Ia pun berjalan keluar kamarnya akan kedapur untuk mengambil makanan.
"Kakak cantik."
Natasha menoleh. Anak laki-laki itu begitu menggemaskan.
"Hai... kamu Arvi yah?"
Arvi mengangguk. "Kakak cantik mau makan?"
"Ini buat Kak Arsen. Kamu udah makan?"
"Udah, boleh ikut main? Mama lagi sibuk telfon."
Natasha mengangguk.
"Bi, tolong bantu bawa ke kamar Arsen yah makanannya," ucap Natasha pada pelayan yang sedang menyiapkan makanan itu.
Natasha menggandeng Arvi. Menuju lift.
Sampai di pintu putih dengan tulisan Arsen. Makanan itu diberikan kepada Natasha.
"Tolong bukain pintunya yah," ucap Natasha menyuruh pada Arvi.
"Oke."
Natasha menyimpan makanannya di meja, ia kemudian duduk di sofa disusul Arvi juga duduk di samping Natasha.
"Kamu belum sekolah?"
"Belum, ikut sekolah sama Kakak cantik boleh?"
"Hah?"
Natasha tertawa kecil.
"TK dulu dong."
Arvi nyegir memamerkan gigi rapi yang belum satupun copot.
"Ngapain bawa dia ke kamar gue?"
Natasha mendongak melihat Arsen, yang kini dengan wajah kerasnya.
"Kok Lo ngomongnya gitu?"
"Terserah gue, ini kamar-kamar gue. Gue berhak ngelarang orang-orang yang masuk kamar gue."
Arvi yang melihat wajah Arsen terlihat sangat marah, langsung mendekat ke Natasha. Ia bahkan memeluk Natasha.
"Bawa dia keluar!"
"Dia anak kecil gak tahu apa-apa, Lo jangan kasar dong."
Arsen memalingkan wajahnya tak mau melihat Natasha. Ia bahkan keluar kamar setelah itu, tanpa menyentuh sedikitpun makanan yang dipesannya pada Natasha. Selera makannya hilang begitu saja.
Natasha menggendong Arvi. Ia berniat akan menyusul Arsen. langkahnya terhenti ingin melihat apa yang akan dilakukan Arsen.
"Saya tidak suka, anak anda berkeliaran seenaknya disini. Bahkan sampai ikut masuk kamar saya," ucap Arsen penuh penekanan.
Renata menatap anak tirinya yang tiba-tiba marah begitu saja. Lalu melihat Arvi yang kini berada digendongan Natasha.
"Maaf, saya gak tahu Arsen."
Arsen berdecak. Tidak tahu katanya.
"Arsen! Jangan salahin tante Renata, gue yang bawa Arvi," ucap Natasha setengah berteriak karena takutnya tak terdengar Arsen.
Renata membawa Arvi dari gendongan Natasha.
"Saya pastikan hal ini tidak akan terjadi lagi," ucap Renata kemudian.
"Tante, saya minta maaf,"gumam Natasha.
"Kamu gak salah, ini salah tante tadi biarin Arvi sendiri. Makasih udah asuh Arvi," jawab Renata pada Arvi.
Arsen tak beranjak sedikitpun, ia memasukan tangannya ke saku celananya. Berdiri angkuh, dan sebenarnya ia muak mendengar obrolan Natasha dengan Renata.
***
"Arsen..."
"Kalo Lo mau bahas yang tadi, mending gak usah."
Natasha menghela napasnya. Sebegitu keras kepala kah Arsen. Dia benar-benar sulit di berikan pandangan. Ia selalu semaunya dan seenaknya.
"Mengenai Mama kamu."
"Lo bisa gak, gak usah bahas-bahas masalah pribadi gue. Gue muak dengernya."
Arsen kembali menceburkan dirinya kekolam. Natasha mencelupkan kakinya, duduk dipinggiran kolam sambil memperhatikan Arsen yang berenang kesana kemari. Mungkin sedang merilekskan tubuhnya juga pikirannya yang sedang terlihat kacau.
"ARSEEEEEEEN!!!"
Natasha berteriak, ketika kakinya ditarik dan pada akhirnya ia masuk kedalam kolam.
Suara gelak tawa terdengar ketika Natasha muncul dipermukaan.
"Lo nyebelin yah!"
"Lo kan jarang mandi, jadi biar sekalian mandi."
"Enak aja, gue udah mandi yah! Jadi basahkan," ucap Natasha sambil merengek.
Sangat terdengar lucu ditelinga Arsen, bahkan sikap juga wajahnya yang menggemaskan membuat Arsen tidak tahan mencubit pipi putih Natasha.
"Sakit!!!"
"Lo kenapa sih, sakitin gue mulu!"
"Siapa yang nyakitin Lo? Gue cuman ajak Lo main aja kok!"
Natasha mencipratkan air itu kearah Arsen. Arsen juga membalasnya, mereka saling menciprat sampai pada Natasha yang menyerah karena lelah.
Ia naik kembali ke pinggiran kolam renang, duduk dulu disana. Disusul Arsen juga naik, duduk juga disebelah Natasha.
***