Dunia terasa gelap, sunyi, dan hampa. Tidak ada suara, tidak ada cahaya, hanya kehampaan yang membungkus segala sesuatu dalam kekosongan yang tak berujung. Xiao Shao merasakan tubuhnya ringan, seakan dirinya melayang tanpa arah di antara ruang yang tak bisa ia pahami.
"Apa ini...?" pikirnya.
Ia mengingat sesuatu—hidupnya dulu. Sebuah kehidupan yang dipenuhi penderitaan, keterbatasan, dan rasa putus asa. Ia lahir dengan tubuh yang lemah, sakit-sakitan sejak kecil. Dokter sudah menyerah padanya sejak lama. Keluarganya, meski mencintainya, tak bisa berbuat apa-apa selain menunggu hari ketika penyakit akhirnya merenggutnya.
Dan akhirnya, kematian pun datang. Namun, bukannya benar-benar menghilang dari dunia, ia kini menemukan dirinya di tempat ini—ruang tanpa batas, di antara hidup dan mati.
"Apakah aku mati?" pikirnya.
Tiba-tiba, sesuatu menariknya. Sebuah kekuatan tak terlihat menyedot dirinya keluar dari kehampaan, seakan menyeretnya melewati lapisan realitas yang tak kasat mata. Ia ingin melawan, tapi tak bisa. Ia ingin berteriak, tapi suaranya lenyap dalam ketiadaan.
Kemudian, semuanya berubah.
---
Xiao Shao membuka matanya dengan tiba-tiba. Cahaya terang menyilaukan matanya, membuatnya harus menyipitkan pandangan. Dadanya naik turun, paru-parunya terasa penuh udara segar. Ia merasakan tubuhnya, sesuatu yang dulu ia anggap sebagai beban kini terasa berbeda—lebih ringan, lebih bertenaga.
"Di mana aku?" gumamnya.
Ia bangkit dari tempat tidur dan melihat sekeliling. Ruangan kecil dengan dinding putih polos, sebuah meja di sudut dengan tumpukan buku, dan sebuah lemari pakaian sederhana di sampingnya. Dari jendela, ia bisa melihat dunia luar—gedung-gedung tinggi, mobil-mobil yang melintas, dan keramaian kota yang asing namun terasa nyata.
"Aku... berpindah ke dunia lain?" pikirnya.
Tangannya terangkat, meraba wajahnya sendiri. Itu bukan wajah yang ia kenal. Ia mendekati cermin di sudut ruangan dan menatap pantulan dirinya. Seorang pemuda dengan rambut hitam agak berantakan, mata tajam, dan tubuh yang tampak lebih sehat dibandingkan dirinya yang dulu.
"Aku hidup kembali..." bisiknya, tak percaya.
Rasa syukur dan keterkejutan bercampur dalam dirinya. Ia tidak tahu bagaimana atau mengapa ini terjadi, tapi satu hal yang pasti—ini adalah kesempatan baru. Kesempatan untuk hidup tanpa batasan. Kesempatan untuk menjadi lebih kuat.
---
Beberapa hari berlalu sejak Xiao Shao menyadari keberadaannya di dunia ini. Ia mulai memahami bahwa ini adalah dunia modern yang tak berbeda jauh dari bumi yang ia kenal. Ia memiliki identitas sebagai seorang pria berusia 20 tahun yang tinggal di apartemen sederhana, tanpa keluarga atau kenalan.
Namun, ada sesuatu yang mengusiknya. Meskipun dunia ini tampak normal, ada rasa kosong di dalam dirinya. Ia tidak merasakan energi seperti yang sering ia dengar dalam kisah-kisah kultivasi. Tidak ada qi, tidak ada teknik, tidak ada petunjuk untuk mencapai kekuatan yang ia impikan.
Tapi, Xiao Shao bukan orang yang mudah menyerah.
"Jika tidak ada qi di dunia ini, maka aku harus menemukannya sendiri," tekadnya.
Ia mulai berlatih dengan caranya sendiri—memperkuat tubuhnya, mengatur napas, mengasah kesadaran akan dirinya sendiri. Ia mencoba berbagai metode, dari meditasi hingga latihan fisik intensif, meskipun ia belum tahu apakah itu akan membawa hasil.
Hari-harinya kini dihabiskan dengan mencari jawaban. Ia membaca buku tentang ilmu tubuh manusia, ilmu pernapasan, dan filosofi kehidupan. Ia mengamati dunia di sekelilingnya, mencoba memahami bagaimana manusia bisa mencapai batas maksimalnya tanpa energi mistis.
Namun, dunia modern memiliki tantangan tersendiri.
---
Suatu malam, saat berjalan pulang dari perpustakaan, Xiao Shao melewati gang sempit. Suasana malam terasa sunyi, hanya suara langkah kakinya yang terdengar. Namun, instingnya memberitahu bahwa ia sedang diawasi.
Benar saja, tiga pria bertubuh besar muncul dari bayang-bayang. Salah satu dari mereka, dengan wajah penuh bekas luka, tersenyum sinis.
"Hai, bocah. Sendirian di malam seperti ini? Sepertinya kau punya sedikit uang, kan?" katanya, mendekat.
Xiao Shao tidak merespon. Matanya tetap tajam, mengamati pergerakan mereka. Ia belum pernah bertarung sebelumnya, tapi ia tahu bahwa jika ia lemah, dunia tidak akan segan-segan menghancurkannya.
Pria dengan bekas luka itu mendekat lebih jauh, mencoba meraih kerah bajunya. Namun, saat tangannya hampir menyentuh Xiao Shao, tubuh pemuda itu bergerak secara naluriah.
Duk!
Sebuah pukulan cepat menghantam perut pria itu, membuatnya mundur dengan ekspresi terkejut. Dua rekannya langsung bereaksi, tapi Xiao Shao sudah bersiap. Ia menghindari serangan pertama, lalu menendang kaki lawannya hingga mereka kehilangan keseimbangan.
Meskipun ia tidak memiliki energi khusus, tubuhnya mulai merespons latihan yang ia jalani selama ini. Ia tidak lagi seperti dirinya yang dulu—lemah dan pasrah.
Para penyerang itu akhirnya kabur, meninggalkan Xiao Shao berdiri di sana, napasnya teratur, pikirannya jernih.
Ia menatap tangannya, merasakan kekuatan yang baru saja ia gunakan.
"Ini baru awal..." pikirnya.
Malam itu, Xiao Shao sadar bahwa kekuatan bukan hanya soal qi atau teknik kultivasi kuno. Dunia modern memiliki caranya sendiri, dan ia akan menemukannya.
Dengan tekad yang semakin kuat, ia bersumpah pada dirinya sendiri—apapun yang terjadi, ia akan terus maju. Ia akan menemukan jalannya sendiri menuju puncak.
Dan tidak akan ada yang bisa menghentikannya.