Hari-hari di dojo berlalu dengan cepat. Xiao Shao semakin tenggelam dalam dunia latihan bela diri yang penuh disiplin dan tantangan. Setiap pagi, ia bangun sebelum matahari terbit dan bergegas menuju dojo. Setiap malam, ia kembali ke apartemennya dengan tubuh yang lelah, tetapi hatinya penuh dengan rasa puas.
Latihan dasar masih menjadi rutinitas utama, meskipun Master Wu sudah mulai mengajarkan beberapa teknik tingkat lanjut. Xiao Shao merasakan perkembangan yang signifikan dalam tubuhnya. Otot-ototnya semakin kuat, kecepatan refleksnya meningkat, dan daya tahan tubuhnya sudah melampaui batas yang dulu ia pikir tak terjangkau.
Namun, meskipun fisiknya semakin kuat, ada satu hal yang masih terasa kurang. Xiao Shao tahu bahwa untuk benar-benar menjadi yang terkuat, ia harus menggali lebih dalam lagi. Bukan hanya kekuatan fisik, tetapi kekuatan mental dan spiritual. Ia harus menemukan keseimbangan antara keduanya, agar bisa mencapai potensi penuh yang tersembunyi dalam dirinya.
Suatu sore, setelah latihan selesai, Xiao Shao duduk di taman dekat dojo, merenung. Keheningan malam mulai meliputi kota, dan angin sepoi-sepoi menyapu wajahnya. Ia menutup matanya dan mencoba merasakan energi di sekelilingnya, meskipun ia tahu bahwa dunia ini tidak memiliki qi atau energi spiritual seperti yang ia bayangkan sebelumnya.
Namun, meskipun tidak ada qi, tubuh manusia itu sendiri adalah sumber kekuatan. Pikiran yang jernih dan hati yang kuat dapat membawa seseorang lebih jauh daripada yang bisa dibayangkan.
"Jika dunia ini tidak memberiku kekuatan, aku akan mencapainya dengan tanganku sendiri," gumam Xiao Shao, tekadnya semakin kuat.
---
Latihan fisik dan mental Xiao Shao semakin intens. Ia mulai menerapkan teknik pernapasan yang ia pelajari dari berbagai buku dan video, memperlambat aliran napas untuk menenangkan pikirannya, dan kemudian mencoba mengarahkan kekuatan itu ke setiap gerakan tubuhnya. Ia mulai merasakan perubahan—gerakannya semakin efisien, lebih tenang, tetapi juga lebih kuat.
Namun, tantangan terbesar datang ketika Master Wu mengumumkan sebuah kompetisi antar dojo yang akan diadakan dalam waktu dekat. Kompetisi ini bukan hanya untuk latihan, tetapi untuk melihat sejauh mana kemampuan para muridnya berkembang.
"Kalian semua akan bertanding melawan dojo lain. Ini adalah kesempatan untuk menguji sejauh mana kalian telah berkembang," kata Master Wu kepada murid-muridnya.
Xiao Shao merasa ada api yang menyala di dalam dirinya. Ini adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa segala latihan yang ia jalani bukanlah sia-sia. Meskipun ia baru belajar bela diri dalam waktu singkat, ia yakin bahwa kekuatannya yang sudah ia bangun bisa membawa perubahan.
Di hari kompetisi, Xiao Shao berdiri di atas arena. Matahari terbenam di balik gedung-gedung tinggi, dan keramaian penonton semakin memuncak. Dojo yang bertanding dengan mereka terlihat seperti tempat latihan yang lebih berpengalaman, dengan para petarung yang terlihat lebih berpengalaman.
Namun, Xiao Shao tidak gentar. Ia tahu bahwa kekuatannya bukan hanya berasal dari pengalaman atau teknik, tetapi dari tekad yang tak tergoyahkan. Ia ingin membuktikan bahwa meskipun ia memulai dari nol, ia bisa mengalahkan siapa saja yang menghadangnya.
Kompetisi dimulai. Xiao Shao melangkah maju ke tengah arena, matanya fokus pada lawan pertama. Seorang pria tinggi dengan postur tubuh kekar, berpakaian hitam. Lawannya terlihat percaya diri, mungkin karena pengalaman yang lebih banyak.
Tapi Xiao Shao tidak terpengaruh. Ia mengingat apa yang selalu diajarkan oleh Master Wu—disiplin, kesabaran, dan ketenangan. Ketika lawannya melancarkan serangan pertama, Xiao Shao sudah siap. Ia menghindar dengan gesit, gerakannya lancar seperti air yang mengalir, dan segera membalas dengan pukulan tepat yang mengenai bagian tubuh lawan.
Pertarungan berlanjut dengan cepat, masing-masing berusaha saling mendominasi. Namun, Xiao Shao semakin merasa nyaman dengan setiap gerakan yang ia lakukan. Ia bisa membaca pola serangan lawannya, dan tubuhnya bergerak dengan sempurna mengikuti irama pertarungan.
Akhirnya, dengan sebuah tendangan keras, Xiao Shao berhasil menjatuhkan lawannya ke tanah. Penonton terdiam sejenak, lalu tepuk tangan riuh menggema di seluruh arena. Xiao Shao berdiri tegak, napasnya teratur, namun ada rasa lega di hatinya.
Ia tahu ini baru permulaan. Kompetisi ini baru babak pertama, dan tantangan yang lebih berat masih menantinya. Tapi satu hal yang pasti—ia tidak akan berhenti sampai ia mencapai puncak.
---
Pada malam hari setelah pertandingan, Xiao Shao duduk di apartemennya, memikirkan apa yang telah ia capai. Ia sudah mengalahkan satu lawan, tetapi perasaan itu masih belum cukup. Ia tahu bahwa dunia ini tidak akan memberinya apa-apa dengan mudah. Setiap kemenangan membawa tantangan baru, dan untuk menjadi yang terkuat, ia harus terus berlatih tanpa henti.
"Satu langkah kecil menuju tujuan besar," pikirnya, menatap langit malam yang penuh bintang.
Dengan tekad yang semakin menguat, Xiao Shao bersumpah untuk tidak pernah berhenti. Ia akan terus berkembang, menemukan batas-batas baru dalam dirinya, dan akhirnya mencapai puncak yang selama ini ia impikan.