Hujan rintik-rintik membasahi jendela apartemen Aria. Suara gemuruh dari kejauhan membuat malam itu terasa lebih mencekam. Aria duduk di depan laptopnya, menatap kosong layar yang menampilkan berita terbaru. Kehidupan sebagai jurnalis sering kali membawanya ke tempat-tempat menarik, tetapi belakangan ini, kota kecil tempatnya tinggal terasa terlalu tenang—hampir seperti ada sesuatu yang tersembunyi di bawah permukaannya.
Ketukan lembut di pintu depan mengalihkan perhatian Aria. Jam menunjukkan hampir tengah malam. Siapa yang akan datang pada jam segini? Dengan langkah hati-hati, ia membuka pintu dan menemukan sebuah amplop cokelat di lantai. Tidak ada tanda-tanda siapa yang mengantarkannya.
Kembali ke meja kerjanya, Aria membuka amplop itu dan menemukan selembar foto tua yang memperlihatkan sebuah rumah dengan jendela-jendela besar yang terlihat sudah lama tidak dihuni. Di belakang foto itu, tertulis sebuah pesan singkat: Datanglah ke rumah ini. Jawaban dari pertanyaanmu ada di sana.
Aria mengerutkan kening. Pertanyaan apa? Ia bahkan tidak tahu apa yang harus ditanyakan. Namun, rasa penasaran mulai merayap dalam benaknya. Sebagai jurnalis, ia tidak bisa mengabaikan undangan yang begitu misterius. Besok pagi, ia akan mencari tahu lebih banyak tentang rumah ini.
Malam itu, saat berusaha tidur, Aria mendengar bisikan-bisikan halus, seperti suara seseorang yang memanggil namanya dari kejauhan. Suara itu semakin jelas, membuat bulu kuduknya meremang. Namun, setiap kali ia membuka matanya, kamar itu tetap kosong, hanya dihiasi oleh bayangan hujan di dinding.
Bisikan itu tidak berhenti sampai pagi menjelang. Sesuatu yang gelap sedang menunggu di rumah tua itu, dan Aria tahu bahwa ia harus menemukan jawabannya.