Malam itu, Aria tidak bisa tidur. Jurnal Nathaniel Collins yang dia temukan di rumah tua masih terngiang di pikirannya. Setiap kata yang tertulis di halaman-halaman itu seakan membawa bayangan gelap ke dalam pikirannya. Dia duduk di meja kerjanya, menyalakan lampu meja yang memberikan cahaya redup ke sekitarnya. Jurnal itu terbuka di depannya, menampilkan halaman yang penuh dengan tulisan tangan yang rapi, tetapi penuh dengan kecemasan.
Aria menelusuri kembali catatan-catatan Nathaniel. Pada awalnya, semuanya tampak normal—kehidupan sehari-hari keluarga Collins, aktivitas mereka, dan kegembiraan kecil yang mereka alami. Namun, seiring berjalannya waktu, catatan-catatan itu mulai berubah. Nathaniel menulis tentang suara-suara aneh yang hanya muncul di malam hari, bayangan yang bergerak di luar jangkauan penglihatannya, dan perasaan bahwa sesuatu sedang mengawasi mereka.
Aria menggigit bibirnya, merenungkan apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Dia tahu bahwa ada lebih banyak hal yang tersembunyi di balik cerita ini, dan dia harus menggali lebih dalam untuk menemukan kebenaran. Dia memutuskan untuk kembali ke rumah tua itu esok pagi, tetapi kali ini dia akan membawa peralatan yang lebih baik—kamera, senter, dan mungkin alat perekam suara.
Saat dia menutup jurnal itu, dia mendengar sesuatu dari jendela kamarnya. Suara gemerisik pelan, seperti langkah kaki di atas daun kering. Jantungnya berdetak kencang. Dengan hati-hati, dia bangkit dari kursinya dan mendekati jendela. Tangannya gemetar saat dia menarik tirai, berharap tidak melihat apa pun di luar.
Namun, yang dia lihat adalah sesuatu yang membuat darahnya membeku. Di bawah cahaya lampu jalan yang redup, ada bayangan hitam berdiri di trotoar, diam-diam mengawasinya. Bayangan itu tidak memiliki fitur wajah, hanya siluet gelap yang tampak tidak nyata. Aria merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya.
Dia mundur perlahan, menutup tirai dengan tangan yang gemetar. Bayangan itu masih ada di sana, dan dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia meraih ponselnya, berniat untuk menghubungi polisi, tetapi kemudian teringat bahwa dia tidak memiliki bukti apa pun. Siapa yang akan mempercayainya? Suara-suara di malam hari, bayangan misterius—semua itu terdengar seperti khayalan dari pikiran yang terlalu aktif.
Aria mencoba menenangkan dirinya. Mungkin itu hanya seseorang yang kebetulan berada di sana, mungkin hanya kebetulan. Namun, instingnya mengatakan sebaliknya. Ada sesuatu yang tidak benar, dan dia tahu bahwa bayangan itu entah bagaimana terkait dengan rumah tua itu.
Keesokan paginya, Aria bangun dengan tekad baru. Dia mengemasi tasnya dengan peralatan yang dia butuhkan dan mengenakan jaket tebal untuk menghadapi udara dingin pagi itu. Dengan hati-hati, dia meninggalkan apartemennya dan menuju ke rumah tua itu lagi.
Ketika dia tiba, suasana di sekitar rumah itu masih sama mencekamnya seperti sebelumnya. Kabut tipis menyelimuti lahan, memberikan nuansa suram yang membuat bulu kuduknya meremang. Aria melangkah melewati gerbang dan berjalan menuju pintu depan. Kali ini, dia merasa lebih siap, meskipun jantungnya masih berdetak kencang.
Dia membuka pintu perlahan dan melangkah masuk. Rumah itu masih sama seperti yang dia tinggalkan, gelap dan sunyi. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Suasana di dalam terasa lebih berat, seolah-olah udara di sana dipenuhi dengan ketegangan yang tak terlihat.
Aria menyalakan senter dan mulai menjelajahi rumah itu lagi. Dia menuju ke tangga dan menaikinya, kali ini dengan lebih percaya diri. Di lantai atas, dia membuka pintu-pintu satu per satu, memeriksa setiap ruangan dengan cermat. Ketika dia membuka pintu terakhir, dia menemukan ruangan yang sebelumnya tidak dia perhatikan—sebuah ruang kerja kecil dengan meja kayu tua di tengahnya.
Di atas meja, ada tumpukan kertas yang terlihat seperti catatan pribadi Nathaniel. Aria meraih salah satu kertas itu dan mulai membacanya. Catatan itu berbicara tentang ritual aneh yang dilakukan oleh keluarga Collins untuk mengusir "kehadiran gelap" yang mereka rasakan di rumah. Nathaniel menulis bahwa mereka mencoba segala cara—dari doa hingga ritual kuno—tetapi tidak ada yang berhasil.
Saat Aria membaca lebih jauh, dia menyadari bahwa ritual terakhir yang mereka lakukan adalah yang paling berbahaya. Nathaniel menyebutkan bahwa mereka memanggil seorang dukun yang mengklaim bisa mengusir roh jahat itu. Namun, ritual itu berakhir dengan bencana, dan sejak saat itu, keluarga Collins menghilang.
Aria merasakan bulu kuduknya meremang lagi. Ritual itu mungkin menjadi kunci untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini. Tapi dia tahu bahwa menggali lebih dalam berarti menempatkan dirinya dalam bahaya yang lebih besar.
Tiba-tiba, dia mendengar suara langkah kaki di lorong. Aria menoleh dengan cepat, senter di tangannya bergetar. Dia melangkah ke pintu dan melihat bayangan hitam yang sama seperti yang dia lihat di luar jendela apartemennya. Bayangan itu bergerak perlahan ke arahnya, seolah-olah mengundangnya untuk mendekat.
Aria merasa panik, tetapi dia tahu bahwa dia tidak bisa lari. Dia harus menghadapi apa pun yang ada di hadapannya. Dengan tangan gemetar, dia melangkah maju, mendekati bayangan itu. Bayangan itu berhenti, dan untuk sesaat, waktu seakan berhenti.
Aria menatap bayangan itu, mencoba memahami apa yang sedang dia hadapi. Namun, sebelum dia bisa melakukan apa pun, bayangan itu menghilang begitu saja, meninggalkan Aria sendirian di lorong yang gelap.
Dia berdiri di sana selama beberapa saat, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Ada sesuatu yang sangat salah dengan rumah ini, dan dia tahu bahwa dia harus menemukan kebenaran sebelum semuanya terlambat.
Dengan langkah cepat, dia turun ke lantai bawah dan keluar dari rumah itu. Dia perlu waktu untuk mencerna semuanya dan merencanakan langkah berikutnya. Rumah Collins menyimpan rahasia yang lebih gelap dari yang dia bayangkan, dan dia harus siap untuk menghadapi kegelapan itu.
---