Chereads / Bisikan di Rumah Tua / Chapter 5 - Wajah di Balik Cermin

Chapter 5 - Wajah di Balik Cermin

Bayangan itu berdiri di depan Aria dan Leo, tubuhnya gelap seperti malam tanpa bintang. Mata yang tak berbentuk menatap mereka, seakan menembus jiwa mereka. Suasana di dalam ruangan itu begitu mencekam, dan udara terasa lebih dingin dari sebelumnya. Aria merasakan jantungnya berdetak kencang, tetapi dia menolak untuk mundur. Ada sesuatu yang mengikatnya pada tempat itu, dorongan untuk menemukan kebenaran di balik segala misteri ini.

Leo, meskipun seorang skeptis yang suka mengeksplorasi hal-hal mistis, kini tampak ketakutan. "Aria, apa yang kita hadapi di sini?" bisiknya, suaranya gemetar.

Aria menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya. "Aku... aku tidak tahu. Tapi kita harus tetap tenang," jawabnya, meskipun dia sendiri merasa ketakutan.

Bayangan itu melangkah maju, bayangannya membesar di bawah cahaya lilin. Aria dan Leo mundur perlahan, tetapi ruangan itu terasa seperti menjebak mereka, tidak memberikan jalan keluar. Tiba-tiba, bayangan itu berhenti, dan dari dalam kegelapan, terdengar suara yang dingin dan menggema.

"Kalian datang untuk mengetahui kebenaran?" suara itu berbisik, penuh dengan ketakutan dan ancaman. "Kebenaran yang kalian cari adalah kutukan yang tak terhindarkan."

Aria menggigit bibirnya, mengambil keberanian untuk berbicara. "Siapa kau? Apa yang terjadi pada keluarga Collins?" tanyanya dengan suara yang lebih tegas dari yang dia rasakan.

Bayangan itu tampak bergetar, seolah tertawa tanpa suara. "Keluarga Collins adalah korbanku. Mereka mencoba mengusirku, tetapi mereka gagal. Mereka menjadi bagian dariku, seperti yang akan terjadi pada kalian."

Leo merinding mendengar kata-kata itu. "Kita harus keluar dari sini," desaknya kepada Aria, menarik lengan temannya.

Namun, Aria tetap teguh. Dia menatap bayangan itu dengan keberanian yang baru ditemukan. "Kami tidak akan menjadi bagian darimu," katanya dengan tekad. "Kami akan mengungkap rahasia di balik kutukan ini dan membebaskan rumah ini dari cengkeramanmu."

Bayangan itu tertawa lagi, suaranya semakin menyeramkan. "Kalian pikir bisa melawanku? Aku adalah bayangan yang tak bisa diusir. Aku adalah kegelapan yang menyelimuti rumah ini. Setiap langkah yang kalian ambil hanya akan membawa kalian lebih dekat pada kehancuran."

Aria merasakan tangan Leo semakin erat di lengannya, tetapi dia tidak bergerak. "Jika kita tidak melakukan sesuatu sekarang, kita akan terjebak di sini selamanya," katanya pelan kepada Leo. "Kita harus menemukan cara untuk melawan bayangan ini."

Leo mengangguk meskipun dengan enggan. "Oke, tapi bagaimana caranya? Kita tidak tahu apa-apa tentang entitas ini."

Aria mengingat kembali catatan Nathaniel dan buku mantra yang mereka temukan. "Ada sesuatu dalam buku itu, mantra yang mungkin bisa membantu kita. Kita harus mencoba menggunakannya."

Dengan cepat, mereka membuka buku mantra dan mencari mantra yang relevan. Tangan Aria gemetar saat dia membaca kata-kata kuno yang tertulis di halaman itu. "Mantra ini untuk mengunci bayangan dalam cermin, mengurungnya di dunia lain," katanya, membaca dengan saksama.

Leo menyalakan lebih banyak lilin, menciptakan lingkaran perlindungan di sekitar mereka. "Kita harus melakukan ini dengan hati-hati," katanya, matanya penuh kecemasan.

Aria mulai melantunkan mantra, suaranya semakin kuat dengan setiap kata yang dia ucapkan. Cahaya lilin bergetar, seolah-olah bereaksi terhadap kekuatan kata-kata itu. Bayangan itu tampak terganggu, mulai bergerak tidak tenang.

"Kalian tidak bisa melakukannya!" teriak bayangan itu, suaranya penuh dengan amarah dan keputusasaan. "Aku adalah kegelapan yang abadi!"

Namun, Aria tidak berhenti. Dia melanjutkan mantra itu, merasakan energi di dalam ruangan semakin intens. Leo memegang tangannya, memberikan dukungan. "Kita hampir sampai, Aria," bisiknya.

Cermin di tengah ruangan mulai bersinar, menarik bayangan itu kembali ke dalamnya. Bayangan itu berteriak, mencoba melawan kekuatan yang menghisapnya kembali. "Kalian tidak akan bisa lari dari kutukan ini!" adalah kata-kata terakhirnya sebelum akhirnya hilang sepenuhnya ke dalam cermin.

Ketika cermin berhenti bersinar, keheningan menyelimuti ruangan. Aria dan Leo terjatuh ke lantai, napas mereka terengah-engah. Mereka telah berhasil, tetapi perasaan lega itu tidak berlangsung lama.

Aria menatap cermin yang kini tampak biasa saja, tetapi dia tahu bahwa di balik refleksinya, bayangan itu masih ada. "Kita telah mengurungnya," katanya pelan, "tetapi kita harus memastikan dia tidak bisa keluar lagi."

Leo mengangguk, masih mencoba menenangkan dirinya. "Kita harus membawa cermin ini keluar dari sini dan mengamankannya di tempat yang aman."

Dengan sisa-sisa kekuatan mereka, mereka mengangkat cermin itu dan membawanya keluar dari rumah. Udara malam yang dingin terasa segar di kulit mereka setelah terkurung di dalam rumah yang penuh dengan kegelapan. Mereka berjalan ke mobil Leo, meletakkan cermin di bagasi dengan hati-hati.

"Jadi, apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Leo, matanya menatap Aria.

Aria menghela napas dalam-dalam, menatap rumah Collins yang kini tampak lebih damai. "Kita harus mencari tempat untuk menyimpan cermin ini, tempat di mana tidak ada yang bisa menemukannya. Dan kita harus memastikan kutukan ini berakhir di sini."

Mereka berdua tahu bahwa perjuangan mereka belum berakhir. Ada lebih banyak misteri yang harus diungkap, dan bayangan itu mungkin bukan satu-satunya ancaman yang mereka hadapi. Tapi untuk malam ini, mereka telah menang, dan itu adalah awal yang baik.

---