Pagi itu, langit masih kelabu setelah hujan malam sebelumnya. Aria duduk di kafe kecil dekat apartemennya, memegang secangkir kopi hangat di tangan. Di depannya, foto rumah tua yang ditemukannya semalam tergeletak di atas meja. Rumah itu tampak seperti bangunan dari era yang terlupakan, dengan dinding yang mulai retak dan tumbuhan liar yang merambat di sekitar pintu masuk.
Dia membuka laptopnya dan mulai mencari informasi tentang rumah tersebut. Setelah beberapa saat, dia menemukan sebuah artikel lama yang menyebutkan rumah itu sebagai Rumah Collins. Dibangun pada awal abad ke-20, rumah itu dulunya milik keluarga Collins, keluarga kaya yang dikenal tertutup dan misterius. Ada rumor bahwa keluarga itu menghilang tanpa jejak sekitar tiga dekade lalu, meninggalkan rumah dalam keadaan terbengkalai.
Aria memandangi layar dengan penuh minat. Misteri menghilangnya keluarga Collins menjadi berita utama saat itu, tetapi tanpa bukti atau penjelasan, kasusnya perlahan dilupakan. Kini, rumah itu berdiri kosong, dihantui oleh cerita-cerita hantu yang beredar di kalangan penduduk lokal.
Sambil meneguk kopinya, Aria merasa dorongan yang kuat untuk mengunjungi rumah itu. Ada sesuatu yang menggelitik insting jurnalistiknya, sesuatu yang memberitahunya bahwa ini lebih dari sekadar rumah tua yang terbengkalai.
Setelah membayar tagihannya, Aria melangkah keluar dari kafe dan menuju ke tempat di mana rumah itu berdiri. Butuh sekitar tiga puluh menit perjalanan dari pusat kota ke pinggiran, di mana jalanan mulai dipenuhi oleh pohon-pohon besar dan suasana yang lebih sunyi. Jalanan berbatu yang sempit akhirnya membawanya ke gerbang besi yang berkarat, setengah terbuka, menandai pintu masuk ke properti itu.
Rumah Collins berdiri megah di tengah lahan yang luas, meskipun waktu telah merusak keindahannya. Atap yang sebagian runtuh, jendela-jendela yang retak, dan cat yang mengelupas membuatnya tampak seperti hantu dari masa lalu. Aria merasakan napasnya tertahan sesaat, antara rasa takut dan kegembiraan.
Dengan hati-hati, dia melangkah melewati gerbang dan berjalan menyusuri jalan setapak yang tertutup daun-daun kering. Setiap langkahnya menghasilkan suara gemerisik yang menggema di sekitar. Ketika dia mencapai pintu depan, tangannya bergetar saat menyentuh kenop pintu yang dingin.
Pintu itu terbuka dengan sendirinya, berderit pelan seolah-olah menyambut kedatangan tamu yang sudah lama ditunggu. Aria melangkah masuk ke dalam rumah, dan aroma debu serta kayu lapuk langsung menyerbu hidungnya. Ruangan itu gelap, hanya sedikit cahaya yang masuk melalui celah-celah di jendela.
Matanya perlahan menyesuaikan diri dengan kegelapan, dan dia mulai menjelajahi ruang tamu yang luas. Furnitur tua yang tertutup kain putih, dinding yang dihiasi dengan lukisan-lukisan pudar, dan lantai kayu yang berderit di setiap langkahnya membuat suasana semakin mencekam.
Saat Aria melangkah lebih dalam, dia melihat sebuah meja kecil di sudut ruangan dengan sebuah buku tua di atasnya. Debu tebal menutupi sampulnya, tetapi dengan satu tiupan, tulisan di atasnya menjadi terlihat: Jurnal Pribadi Nathaniel Collins.
Dengan rasa penasaran yang memuncak, Aria membuka buku itu dan mulai membaca halaman pertama. Tulisan tangan yang rapi menceritakan kehidupan sehari-hari Nathaniel, kepala keluarga Collins, dan kegelisahannya tentang sesuatu yang dia sebut sebagai kehadiran gelap di rumah mereka. Setiap halaman dipenuhi dengan deskripsi aneh tentang suara-suara yang hanya dia dengar di malam hari, bayangan yang bergerak di sudut matanya, dan perasaan diawasi yang tak pernah hilang.
Semakin dalam Aria membaca, semakin jelas bahwa keluarga Collins bukan hanya menghilang. Mereka mungkin telah menjadi korban dari sesuatu yang jauh lebih jahat.
Suara langkah kaki yang pelan tiba-tiba terdengar dari atas. Aria menoleh dengan cepat, tetapi tidak melihat siapa pun. Jantungnya berdetak kencang saat dia mendengar suara itu lagi, kali ini lebih dekat. Dengan perlahan, dia menutup jurnal dan memasukkannya ke dalam tasnya. Ada sesuatu, atau seseorang, yang masih berada di rumah ini.
Dia berjalan ke arah tangga, berusaha untuk tidak membuat suara. Namun, lantai kayu yang tua berderit di bawah kakinya. Suara langkah kaki itu terhenti, membuat Aria merasakan udara yang berat di sekitarnya. Dia menahan napas dan mendongak ke atas, berharap melihat siapa pun yang ada di sana. Tapi yang dia lihat hanya kegelapan.
Mengambil napas dalam-dalam, dia memutuskan untuk menaiki tangga. Setiap langkah terasa seperti sebuah ujian keberanian, tetapi rasa ingin tahunya lebih kuat dari rasa takutnya. Di puncak tangga, dia melihat sebuah lorong panjang dengan pintu-pintu di kedua sisinya. Suasana di sana lebih dingin, dan Aria merasa seperti sedang berada di dunia yang berbeda.
Dia memilih sebuah pintu di ujung lorong dan membukanya perlahan. Di dalam, dia menemukan sebuah kamar tidur yang tampaknya milik seorang anak kecil. Boneka-boneka tua berbaring di sudut, dan poster-poster kartun tergantung di dinding yang pudar. Di atas meja kecil, ada sebuah bingkai foto yang menampilkan seorang anak laki-laki dengan senyum cerah. Di bawahnya, tertulis Samuel Collins.
Saat Aria menatap foto itu, dia mendengar suara bisikan lagi. Kali ini, bisikan itu terdengar jelas di telinganya, seolah-olah seseorang berbisik langsung di sebelahnya. "Pergilah... sebelum terlambat..." Suara itu penuh peringatan dan ketakutan.
Aria merasakan bulu kuduknya meremang. Dengan cepat, dia meninggalkan kamar itu dan berlari menuruni tangga. Dia harus keluar dari rumah itu sebelum sesuatu yang buruk terjadi. Ketika dia mencapai pintu depan, dia mendapati pintu itu tertutup rapat. Dia mencoba membukanya, tetapi seolah-olah ada kekuatan yang menahannya.
Ketika dia berbalik, dia melihat bayangan gelap yang berdiri di lorong, diam-diam mengawasinya. Aria merasakan ketakutan yang luar biasa merasuki tubuhnya. Dia harus keluar, dan dia harus keluar sekarang.
Dengan segenap tenaga, dia mendorong pintu itu, dan akhirnya berhasil terbuka. Aria berlari keluar, tidak berani menoleh ke belakang. Ketika dia akhirnya mencapai gerbang, dia berhenti sejenak untuk menarik napas. Rumah itu tidak seperti rumah biasa. Ada sesuatu yang hidup di sana, sesuatu yang tidak ingin diganggu.
Saat dia berjalan menjauh, satu hal yang pasti: misteri Rumah Collins baru saja dimulai, dan dia harus menemukan jawabannya sebelum semuanya terlambat.