Chereads / The Merlin's Reincarnation - Earth Book 3 / Chapter 5 - The Merlin's Reincarnation : The Kid Part 4

Chapter 5 - The Merlin's Reincarnation : The Kid Part 4

(Ayah)

 

Menyenangkan dong masa iya enggak. Aku tersenyum karena menginginkan petualangan menyenangkan itu.

"baguslah jika kau merasa bersemangat karena itu yang kamu butuhkan untuk sekarang" ucapnya diikuti dengan aku yang berpindah posisi ke hutan tadi ditemani dengan orang tadi.

"lain kali hati-hati" suara seseorang yang terlihat seperti pria dengan rambut putih yang indah dan mata hitam lekat tanpa ada pantulan cahaya membuat itu terlihat seram.

"kau..seram" ucapan ku sangat polos saat dia menatapku, dia tidak kaget dan hanya mengusap kepalaku dengan lembut menatap orang tadi yang menolongku, "kau harus kembali" ucapnya orang yang tadi menyelamatkanku.

"iya aku tau aku harus kembali hanya saja ini hutan aku sulit menemukan jalannya" ucapku melihat sekitar.

"baiklah aku akan mengantarmu" ucap orang yang tadi menyalamatkanku berjalan dan aku mengikutinya dari belakang.

 

Dua hari kemudian aku pulang bersama ayahku, kata dokter sih ayah udah sehat dan bisa berkerja seperti biasa hanya saja aku merasa harus menjaga ayahku terus, "oya ayah sudah mendaftarkanmu les biola sejak 3 hari lalu jadi kamu mau kan?" ayah menatapku saat aku masuk ke mobil.

"eh..tapi ayah gimana?, dari jam 7 sampai jam 2 siang aku sekolah terus di lancutin las biola, nanti siapa yang menjaga ayah?" tanyaku menatao ayahku.

"ayah sudah dewasa masa karena kejadian itu kamu khawatir terus" ayah mengusap kepalaku dengan lembut. Ayahku mengantarku pulang ke rumah dan memperkenalkanku dengan Pak Fisher yang kaku.

"baik Non-Tuan Muda Oxley kita akan belajar basicnya biola" Pak Fisher memegang biolanya dan mengajariku caranya memegang biola dengan baik.

"berbakat sekali" terdengar suara Merlin saat aku memainkan Biola dengan tenang, saat akhu membuka mataku aku malah berada di tempat tadi bersama Merlin yang bertepuk tangan di depanku dengan seringainya yang terpapang jelas di wajahnya.

"tunggu gimana caranya?" ucapku merasa bingung.

"ow…ini alam bawah sadarmu jadi tubuhmu bergerak sendiri" Merlin menjelaskan sambil tersenyum, jadi aku bakal terus diteleportasikan ke alam bawah sadar gitu seram kali.

"Jadi paham an Tuan Muda?" Tanya Pak Fisher menatapku, aku kembali lagi ke ruanganku lagi, aku mengangguk tanda mengerti sambil memberi gerakan agar melanjutkan mengajarkannya, Menjelang waktu malam hari makan malam yang biasa aja dengan menu yang menggiurkan, Aku menatap kursi ayah yang kosong karena ayahku sedang berkerja tidak ada waktu untuk dirinya makan bersama.

"kesepian?" tanya Merlin yang sekarang di depanku sambil menyiram tanaman yang tumbuh sepertinya bunga matahari sih.

"enggak sih" jawabku biasa saja, aku Cuma merasa Khawatir dengan ayahku, ayahku baru sembuh dari tembakan itu aku merasa harus lebih waspada lagi.

"ayahmu ya, kau harus menjaganya percaya atau tidak kedepannya pasti ada yang ingin mengincarnya" Merlin berbicara membuatku terus memikirkan keselamatkan Ayahku. 

 

Pagi hari aku mempersiapkan diriku untuk berangkat sekolah menggunakan pakaian seragam hari senin dengan wajah yang masih memikirkan ayahku, susah banget ya kalo punya ayah yang berkerja sebagai CEO, aku keluar kamar dengan pakaian rapih memperhatikan Liya dengan dandanan nya yang berlapis-lapis kek setan.

"apa liat-liat? Cantik ya enggak kek kamu dekil" Liya sombong dengan penampilannya yang kek setan tengah malam atau enggak kupu-kupu malam, aku hanya cuek dan berjalan sambil membaca buku Fisika karena Guruku memasukkanku ke lomba Fisika kelas 5 [Year 6], bahkan seminggu sesudah Lomba Fisika Pak Guru Sejarah memintaku untuk mengikuti Lomba Sejarah kelas 5 [Year 6], bahkan bulan besok Guru mendaftarkan namaku untuk Lomba sains tingkat Year 11 memang keren guruku ini.

"Oxley, ibu berharap kamu memenangkan 3 lomba itu ya" bu guru menatapku dengan harapan yang besar sambil mengantarku ke kelas, ayolah dari sekian banyak murid hanya aku yang mereka gunakan, sebagai ladang pengahasilan piala agar nama sekolah menjadi yang terbaik, dengan memaksa siswa terpintar untuk melakukan perlombaan terus menerus dengan alasan prestasi, memang buat prestasi tapi kenapa pialanya di sekolah dan kalo sekolah sudah naik daun kita ditinggalkan, tapi biarin lah ya lomba tinggal lomba tapi berjibun lombanya, aku membuka ponselku dan menelfon ayahku, ayah menjawab telfon dariku.

"kenapa nak?", "aku ikut lomba, ada 3 lomba" aku to the poin.

"kamu merasa keberatan enggak?" ayah bertanya, emang sih soalnya ini terlalu banyak Cuma biarin lah ya farming prestasi.

"enggak sih yah..katanya juga sih kalo aku menang lomba nanti bakal ada tes buat lompat kelas" jawabku dengan santai.

"kamu lompat kelas lagi?, kayaknya ayah enggak salah ya hamilin pembantu cerdas itu" ayah tertawa mengingat kejadian itu, itu enggak salah soalnya nenek lampir itu memang bodoh bahkan enggak tau pelajaran umum kan aneh, disuruh ngitung duit malah mikir yang lain.

"iya sih Cuma kan tetap aib" aku berbicara.

"memang hanya saja, pembantu itu cinta pertama ayah dari dulu..padahal ayah lebih baik menikah dengannya" ayah seperti nada kecewa.

"sudah ya ayah ada rapat nanti kalo kamu pulang sekolah kita ngobrol lagi"

"em" jawabku langsung di matikan telfonnya oleh ayah.

"semoga saja tidak ada kejadian yang akan membuatku kesal" aku menatap layar ponselku dengan wajah yang berfikir keras, menghawatirkan ayah. Malam hari tiba dengan aku yang masih belajar dengan lampu belajar menyala terang mengarah ke buku pelajaranku.

"kamu masih bangun?" ayah membuka pintu dengan pakaian kerjanya.

"iya yah..hanya mempersiapkan diri untuk 3 lomba"jawabku.

"jam 12.30 menit tidur ya kamu masih masa pertumbuhan soalnya" Ayah menutup pintu kamar dan aku melihat jam, sudah jam 11.40 malam dengan wajah kaget, gimana enggak kaget dari jam 7 malam sampe jam 11 malam normal sih Cuma kok betah banget belajar ginian padahal membosankan.

"kau itu sangat pintar ya" suara Merlin muncul di belakangku, aku berpindah lagi ke alam bawah sadarku tapi ini di perpustakaan.

"pintar itu tergantung banyak kata-kata pintar hanya sebagai pujian, dan padahal pintar itu banyak jenisnya" jelasku, kebanyakan manusia biasanya mengatakan pintar itu dengan matematika mendapat nilai 100, padahal pintar itu banyak jenisnya dan jangan memaksakan anak di suatu bidang yang mereka akan keliatan bodoh di bidang itu, coba saja masukan anak itu di bidangnya dia pasti akan terlihat pintar bagi orang awam, Cuma kan mereka mempercayai jika bisa matematika pasti pintar semua pelajaran, tapi kan manusia enggak sempurna dan meminta manusia untuk menjadi sempurna dengan alasan 'kamu harus pintar semua pelajaran agar bisa kerja di tempat yang bagus' padahal sekarang make jalur orang dalem biasanya, dengan alasan tidak memenuhi standar, sekolah aja sekarang make jalur orang dalam atau bayar uang muka, kerja aja buat dapetin uang malah ngasih uang, jadi kita harus kaya dulu kalo mau kerja sekarang.

"masyarakat ya..pemikirannya di penuhi standar hidup, tapi ada drama yang bisa di tonton jadi menyenangkan" ucapku menatap langit-langit perpustakaan di ruangan ini.