"Kita tidak akan melakukannya di tempat ini, bukan?" bisik Andi sambil menggenggam tangan mereka.
Ervina dan Nindy saling berpandangan, lalu Nindy mengangguk. "Tidak, tempat ini terlalu terbuka. Kita butuh tempat yang lebih privat," jawab Nindy pelan.
Andi mengangkat kedua wanita itu, lalu melangkah keluar dari perpustakaan dengan penuh keyakinan. "Ikuti aku," bisik Andi sambil tersenyum misterius.
Mereka pun meninggalkan perpustakaan, menuju tempat yang lebih terpencil dan sunyi, tempat di mana segala hasrat mereka akan terlampiaskan sekali lagi.
Andi membawa keduanya ke dalam studio musik tempat dia sering berlatih di kampus. Tempat itu dikenal sebagai ruangan kedap suara, di mana tidak ada suara dari luar yang dapat terdengar.
Setelah pintu terkunci, Andi menatap kedua wanita itu dengan senyuman penuh arti. "Sekarang kita bisa melanjutkan apa yang tertunda," ucapnya lembut.
Ervina dan Nindy hanya bisa mengangguk, tubuh mereka bergetar menahan hasrat yang semakin tak terbendung. Andi pun mendekati mereka, tangan-tangannya mulai bergerak, memulai permainan baru yang penuh nafsu dan keinginan yang terpendam.
Kedua wanita itu langsung melepaskan pakaiannya, terlihat lubang mereka yang sangat basah, dengan cairan yang terus menetes. Andi meminta kedua wanita itu duduk di atas pangkuannya.
"Jadi, siapa yang ingin aku masukkan duluan?" goda Andi sambil menggosok-gosokkan rudalnya yang mulai keras kembali.
Ervina dan Nindy saling berpandangan, tubuh mereka gemetar karena menahan hasrat yang sulit dibendung. Akhirnya, Nindy yang mengambil inisiatif, berlutut di depan Andi, menatapnya dengan penuh hasrat.
"Biarkan aku duluan," bisiknya sambil menggigit bibirnya. Andi hanya tersenyum penuh kepuasan, lalu memegang pinggul Nindy dan mulai membimbingnya ke arah yang diinginkan.
Andi pun langsung memasukkan rudal miliknya ke dalam Nindy. Wanita itu sangat menikmati benda yang sudah lama dia rindukan itu, mengobok-obok lubang miliknya dengan penuh gairah. Nindy meremas tubuh Andi, menariknya lebih dalam sambil melengkungkan punggungnya, menikmati setiap gerakan Andi yang membuat tubuhnya bergetar.
"Ahh, Andi… lebih dalam, lebih keras," erangnya dengan suara gemetar.
Andi semakin mempercepat gerakannya, setiap hantaman rudalnya semakin dalam dan kuat, membuat Nindy terhanyut dalam euforia yang sulit dijelaskan.
Di sisi lain, Ervina hanya bisa menyaksikan dengan penuh keinginan yang terpendam, tubuhnya menggigil saat melihat Nindy menikmati setiap detik bersama Andi. "Giliran aku nanti, Andi," bisiknya lirih, matanya berbinar penuh hasrat.
Tentu saja sayang, ucap Andi yang beralih memasukkannya ke dalam Ervina, sambil dengan lembut menarik pinggulnya lebih dekat. Ervina menggigit bibirnya, menahan erangan yang hampir lepas, sambil menikmati setiap gerakan Andi yang penuh hasrat.
Andi mempercepat ritmenya, menciptakan suara gemuruh yang memenuhi ruangan kedap suara itu. Setiap hentakan rudalnya membuat tubuh Ervina bergetar dalam kepuasan yang mendalam.
"Ahh, Andi… lebih dalam… lebih keras lagi," desah Ervina, matanya terpejam, terhanyut dalam kenikmatan yang tak terbayangkan.
Andi terus menggoyangkan pinggulnya, memperdalam setiap gerakan hingga Ervina mulai terjerembab dalam gelombang kepuasan yang tak terhingga.
Kini lubang kedua wanita itu dipenuhi oleh cairan hangat milik Andi, meninggalkan jejak kenikmatan yang sulit dilupakan.
Apakah kalian berdua masih akan tetap bermain dengan karet itu, goda Andi sambil menatap kedua wanita yang terbaring lemas di pangkuannya.
Nindy dan Ervina saling berpandangan, perasaan terpaut antara gairah yang belum sepenuhnya terpuaskan dan tawaran Andi yang sulit mereka tolak.
"Tidak, Andi… kami ingin lebih dari ini," jawab Nindy pelan, matanya penuh hasrat yang tak terlukiskan.
Andi tersenyum tipis, memandang kedua wanita itu dengan penuh keyakinan. "Kalau begitu, ini hanyalah awal dari segalanya."
Andi membalikkan tubuh wanita itu, menghantamnya dengan kencang dari belakang.
"Ah... ahh, itu sampai ke dalam rahimku," ucap Ervina dengan desahan penuh gairah, tubuhnya yang lemah bergoyang mengikuti setiap gerakan Andi.
Andi hanya tersenyum puas, terus melajukan gerakannya dengan penuh nafsu.
Nindy yang menyaksikan itu hanya bisa menggigit bibirnya, merasakan gelombang kenikmatan yang tak mampu dia bendung.
Andi terus menghantamkan rudal miliknya ke dalam lubang kedua wanita itu, hingga membuat mereka terkulai lemas dalam pelukan penuh kepuasan.
Cairan hangat yang meluap dari tubuh mereka bercampur di antara desahan dan erangan yang semakin melemah.
Andi memandang kedua wanita itu dengan senyuman puas, merasa tak ada yang bisa menahan hasratnya.
Andi, kamu terus mengeluarkannya di dalam, bagaimana jika kami berdua hamil? ucap Nindy dengan nada khawatir. Andi hanya tersenyum sambil mengusap rambut Nindy yang masih lemas. "Jangan khawatir, aku akan bertanggung jawab jika itu terjadi," jawab Andi dengan nada tenang namun penuh keyakinan. Nindy dan Ervina saling berpandangan, seolah mempertimbangkan kata-kata Andi. Tapi dalam hati mereka, hasrat yang mendalam untuk merasakan kenikmatan itu masih menguasai.
Sambil menjawab pertanyaan dari kedua wanita itu, Andi membantu Ervina untuk duduk di atas, dan memasukkan rudalnya kembali. "Apakah kamu masih belum puas?" Tanya Ervina dengan suara lembut, masih bergetar akibat kenikmatan yang belum sepenuhnya terpuaskan. Andi hanya tersenyum sinis, menggelengkan kepala. "Tidak ada kata puas di antara kita," ucap Andi sambil menekan kencang, mempercepat gerakannya. "Rasakan ini sampai kamu tak bisa berpaling lagi." Ervina menggigit bibirnya, menikmati setiap sentakan yang semakin dalam. Sementara Nindy duduk di sebelah, masih terengah-engah, menunggu gilirannya.
Nindy yang tidak kuat lagi menahan hasratnya juga ikut bergabung. Andi yang masih sibuk menggoda Ervina, kemudian memalingkan perhatian pada Nindy. "Apakah kamu siap?" goda Andi, sambil menarik Nindy untuk duduk di pangkuannya. Nindy tidak ragu, segera mengikuti dan menggigit bibir bawahnya dengan malu-malu. "Aku sudah tak tahan," ucap Nindy lembut. Andi langsung mengarahkan rudalnya ke lubang Nindy yang basah. Nindy terbatuk, lalu berteriak kecil saat Andi mulai menggerakkan pinggulnya dengan perlahan. "Ahh… Andi, itu terlalu dalam," erang Nindy, matanya terpejam karena kenikmatan yang tak bisa dia tahan. Andi terus memacu gerakannya, sementara Ervina yang masih terengah-engah, melihat mereka dengan tatapan penuh hasrat. "Kita akan melakukannya bersama," ucap Andi dengan senyuman penuh nafsu.
Andi terus mempercepat gerakannya, menghantam lubang Nindy dengan keras dan penuh nafsu. "Kalian berdua akan menjadi pelacur pribadiku," ucap Andi dengan suara penuh dominasi. Nindy dan Ervina hanya bisa menahan erangan, tubuh mereka bergetar dalam kenikmatan yang meluap-luap. Andi semakin memacu nafsunya, berganti-ganti antara kedua wanita itu tanpa henti. "Apakah kalian siap untuk melayani keinginanku setiap saat?" lanjut Andi sambil menarik Ervina lebih dekat, melumat bibirnya dengan penuh hasrat. Tubuh Nindy yang gemetar di pangkuannya membuat Andi semakin terpacu, mencengkram pinggulnya dengan penuh kekuatan. "Aku akan memiliki kalian berdua," bisik Andi dengan senyum sinis. "Tak ada yang bisa menolakku."
Hingga cairan hangat pun langsung membanjiri lubang kedua wanita itu, membuat mereka terhanyut dalam kepuasan yang tak tertahankan. Andi merasakan puncak kenikmatan, membiarkan cairannya memenuhi tubuh kedua wanita itu tanpa rasa takut atau penyesalan. Mereka terbaring lemas, napas mereka tersengal-sengal, tubuh basah oleh keringat dan cairan hangat. Andi menatap kedua wanita itu dengan senyuman penuh kemenangan, seolah-olah telah menguasai mereka sepenuhnya. "Kalian adalah milikku," bisiknya sambil mengelus lembut rambut mereka. "Tak ada yang bisa menggantikan tempat ini."