Beberapa hari kemudian, Ervina semakin ketagihan dengan rudal milik Andi, seakan dia tak bisa hidup tanpanya. Setiap malam, bayangan Andi terus menghantuinya, membuat tubuhnya bergetar hanya dengan mengingat sentuhan pria itu.
Di kampus, Ervina mulai mencari-cari kesempatan untuk bertemu dengan Andi. Bahkan saat mengajar, pikirannya sering melayang, membuat beberapa mahasiswa memerhatikan perubahan sikapnya yang semakin aneh.
"Kenapa kamu jadi sering melamun akhir-akhir ini, Bu?" tanya seorang mahasiswa yang penasaran.
Ervina hanya tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, di balik senyum itu, hasratnya semakin membara. Dia tahu bahwa hanya Andi yang bisa memuaskan dirinya.
Ketika malam tiba, dia mengirim pesan kepada Andi. "Bisa kita bertemu malam ini? Aku benar-benar butuh kamu." Namun, Andi tidak segera membalas, membuat Ervina semakin gelisah.
Tak lama kemudian, teleponnya berdering. Suara Andi terdengar di seberang, penuh dengan nada menggoda.
"Kamu butuh aku, ya?" tanya Andi dengan nada santai. "Datang saja ke tempatku. Jangan lupa bawa sesuatu yang seksi."
Ervina tak ragu lagi. Dengan cepat, dia bersiap dan menuju tempat Andi, membawa hasrat yang tak tertahankan. Sesampainya di sana, dia tahu bahwa malam itu akan menjadi malam yang penuh gairah seperti sebelumnya.
Ketika Andi membuka pintu, matanya langsung tertuju pada sosok Ervina yang berdiri di depannya. Wanita itu mengenakan gaun mini berwarna merah dengan potongan rendah yang memamerkan belahan dadanya. Bahannya satin, membuat kilaunya semakin mencolok di bawah cahaya lampu. Gaun itu begitu ketat, mempertegas lekuk tubuh Ervina yang menggoda.
Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai, dengan sedikit gelombang alami yang menambah kesan sensual. Wajahnya dipulas riasan tipis, namun bibir merahnya tampak begitu menggoda. Sepasang high heels hitam dengan tali tipis melilit di kakinya, menambah kesan elegan sekaligus seksi.
Kulit mulusnya terlihat bercahaya, dengan aroma parfum bunga yang lembut namun memabukkan. Andi bisa melihat kilau kecil di lehernya yang sedikit basah karena keringat, menandakan betapa gugup namun beraninya Ervina datang dengan penampilan seperti itu.
"Kamu benar-benar tahu cara membuat pria kehilangan kendali," ucap Andi sambil menyeringai, pandangannya tak lepas dari tubuh Ervina.
Ervina langsung menerkam Andi, mendorongnya ke sofa terdekat sebelum mencium bibirnya dengan penuh gairah. Andi, yang awalnya terkejut, hanya bisa tersenyum di sela-sela ciuman itu.
"Eh, mengapa kau jadi begitu agresif?" tanya Andi sambil menatapnya dengan ekspresi menggoda.
Ervina menatap mata Andi tajam, nafasnya memburu. "Ini salahmu," jawabnya dengan nada lirih namun tegas, "Kamu telah mengubahku menjadi seperti ini."
Andi menyeringai, tangannya secara refleks melingkar di pinggang ramping Ervina. "Aku hanya menunjukkan sisi lain dirimu," godanya, jari-jarinya dengan lembut menyusuri punggung Ervina, membuat wanita itu semakin mendekat.
"Kau tidak tahu seberapa besar aku menginginkanmu sekarang," bisik Ervina, sebelum kembali melumat bibir Andi, tubuhnya menempel erat, seolah ingin memastikan dia tak akan lepas.
"Bukankah kamu tidak menyukai pria?" goda Andi, sembari menyeringai puas. Tangannya masih melingkar di pinggang Ervina, menahan tubuh wanita itu yang semakin mendekat.
Ervina tersenyum tipis, napasnya memburu. "Dulu memang begitu," bisiknya, "tapi kau... kau berbeda. Aku tidak bisa melupakan bagaimana rasanya."
Andi tertawa kecil, matanya menyelidik. "Jadi, aku berhasil membuatmu berubah haluan? Apa yang membuatmu begitu tergila-gila padaku?" tanyanya sambil menatap dalam ke mata Ervina.
Ervina mengigit bibir bawahnya, wajahnya memerah. "Kau tahu alasannya," jawabnya pelan. "Tubuhmu... cara kau memperlakukanku... itu sesuatu yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Aku tidak bisa menahannya."
Andi tersenyum lebar, puas dengan pengakuan itu. "Jadi, sekarang aku harus bertanggung jawab atas semua ini, ya?" godanya, sambil menarik Ervina lebih dekat lagi, hingga tubuh mereka benar-benar menyatu. "Kalau begitu, aku tidak keberatan."
Andi mulai meremas dan menikmati payudara Ervina yang terasa lembut di tangannya. Wajahnya dipenuhi dengan ekspresi puas, sementara jari-jarinya dengan lihai memijat-mijat setiap lekukannya.
"Eh, bukankah ini jadi lebih besar?" goda Andi, sambil menatap Ervina yang wajahnya sudah memerah karena malu sekaligus terangsang. Tanpa menunggu jawaban, dia langsung menunduk dan mengisap putingnya dengan penuh nafsu, membuat tubuh Ervina bergetar.
"Ah... Andi... jangan bilang begitu," keluh Ervina, suaranya bergetar di antara erangan. Dia menggigit bibirnya untuk menahan suara, tapi rasa yang menjalar di tubuhnya membuatnya sulit untuk berpura-pura tenang.
Andi tersenyum di sela aktivitasnya. "Kalau seperti ini, aku yakin tubuhmu hanya dibuat untukku," ucapnya sambil terus melanjutkan godaannya dengan tangan dan bibirnya yang semakin intens.
"Lihatlah, di bawah sini juga sudah sangat basah," ucap Andi sambil melirik ke arah lubang Ervina yang terlihat jelas berkilauan. Jari-jarinya dengan lembut menyusuri area sensitif itu, membuat Ervina langsung menggeliat.
"Ah... Andi, jangan terlalu kasar," pinta Ervina dengan suara terputus-putus, tapi tubuhnya justru semakin mendekat, seolah mencari lebih banyak sensasi dari sentuhan Andi.
Andi tersenyum penuh godaan. "Kamu bilang jangan kasar, tapi lihat ini, tubuhmu malah memintaku untuk lebih," balasnya, lalu mulai memainkan lubang Ervina dengan jarinya yang perlahan tapi pasti menekan masuk.
Tubuh Ervina bergetar hebat, dan dia mencengkeram lengan Andi erat-erat. "Andi... ahh... hentikan! Aku tidak bisa menahan lagi," erangnya, tapi matanya justru memancarkan ekspresi penuh gairah.
"Jika kau ingin berhenti, aku bisa menghentikannya sekarang," ucap Andi sambil menatap tajam ke arah Ervina. Senyum tipis yang tersungging di bibirnya membuat ucapan itu terdengar seperti tantangan.
Ervina menggigit bibir bawahnya, tubuhnya masih bergetar akibat rangsangan yang diberikan Andi. "Tidak... jangan berhenti," jawabnya dengan suara yang nyaris tak terdengar. Wajahnya merah padam, tapi dia tidak lagi mencoba menghindar.
Andi mendekatkan wajahnya, menatap dalam-dalam ke mata Ervina. "Kau harus jujur pada dirimu sendiri. Tubuhmu sudah bicara lebih banyak daripada kata-katamu," ucapnya sambil membelai lembut pipi Ervina, lalu mengecup bibirnya dengan pelan, namun penuh hasrat.
Ervina hanya bisa memejamkan matanya, menyerahkan dirinya sepenuhnya pada permainan Andi. Dia tahu dia sudah tak mampu lagi melawan keinginannya yang semakin membara. "Aku... aku tidak mau ini berhenti," bisiknya pelan, suaranya nyaris hilang di sela napasnya yang memburu.
Andi tersenyum puas mendengar pengakuan itu. "Bagus. Kalau begitu, biarkan aku memberimu lebih," katanya, sebelum kembali menyentuh tubuh Ervina dengan sentuhan yang semakin dalam dan intens, membuat wanita itu melenguh penuh gairah.
Andi pun mulai memasukkan rudalnya dengan perlahan, namun kali ini tanpa perlawanan berarti. Lubang Ervina terasa begitu lentur dan hangat, seolah tubuhnya sudah terbiasa dengan kehadiran Andi. "Sepertinya lubangmu sudah mengenali tuannya," ucap Andi sambil tersenyum puas, sembari terus mendorong dirinya lebih dalam.
Ervina hanya bisa menggigit bibirnya, mencoba menahan suara yang ingin keluar dari tenggorokannya. Tapi tubuhnya tidak bisa berbohong. Dia menggenggam erat lengan Andi, dan erangan kecil mulai terdengar dari bibirnya. "Ah... Andi... kau benar-benar gila," gumamnya dengan nada setengah menyalahkan namun penuh kenikmatan.
Andi terus bergerak dengan ritme yang teratur, membuat Ervina melenguh semakin keras. "Aku hanya memberikan apa yang tubuhmu minta," jawab Andi dengan nada menggoda. Tangannya yang bebas mulai menjelajahi tubuh Ervina, meremas payudaranya dengan penuh nafsu. "Lihat dirimu sekarang. Kau bahkan tidak bisa menyembunyikan betapa kau menikmatinya."
Ervina hanya bisa memejamkan matanya, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam kenikmatan yang diberikan Andi. "Kau... kau benar. Aku tidak bisa menahannya," ucapnya lirih, di antara napasnya yang tersengal. Dia tahu dia sudah sepenuhnya takluk pada pria itu.