Andi perlahan menyingkap pakaian Laras, memperlihatkan tubuh indah wanita itu yang kini terlihat pasrah di depannya. Payudara Laras yang penuh dan menggoda menjadi pusat perhatian Andi. Tanpa ragu, ia mendekat, mengecup lembut putingnya sebelum mulai mengisap dengan penuh gairah.
Tiba-tiba, cairan hangat dan manis memenuhi mulutnya. Andi terkejut sejenak, kemudian tersenyum nakal. "Kau masih menyusui, Laras?" tanyanya dengan nada menggoda sambil menatap wajahnya yang memerah.
Laras, yang kini benar-benar terpengaruh oleh obat perangsang, hanya bisa mengangguk lemah. "Aku... aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Tapi aku tidak bisa menghentikanmu, Andi..." gumamnya dengan napas terengah.
Andi terus menikmati susu yang keluar dari tubuh Laras, merasakan rasa manis yang membuatnya semakin bersemangat. "Susu ini luar biasa," katanya sambil mengisap lebih kuat, membuat Laras mengerang. Tangannya mulai menjelajahi tubuh Laras, memijat dengan lembut, membuat wanita itu semakin tenggelam dalam hasrat yang tak bisa ia kendalikan.
Di sudut ruangan, ayah Marisa yang masih terikat berteriak dengan marah, mencoba melepaskan diri dari ikatannya. "Kau bajingan! Lepaskan Laras! Dia milikku!"
Andi hanya melirik pria itu dengan senyum sinis. "Milikmu? Kau tidak pantas memilikinya. Kau hanya tahu menyakitinya."
Laras meraih Andi, menariknya lebih dekat, seolah-olah ingin melarikan diri dari rasa malu dan sakit yang pernah ia alami di tangan suaminya. "Andi... aku hanya ingin kau yang memilikinya. Aku ingin melupakan semuanya..." ucapnya pelan dengan suara bergetar.
Andi memeluknya dengan erat, memberikan kenyamanan yang Laras butuhkan, sementara di saat yang sama, ia terus mengeksplorasi tubuh wanita itu dengan penuh kelembutan namun intens.
Andi menatap tubuh Laras dengan penuh rasa marah dan kesal ketika melihat luka-luka di sekujur tubuhnya. Luka-luka cambukan, lebam-lebam yang menyakitkan, dan tanda-tanda penganiayaan yang jelas membuat darahnya mendidih.
"Dasar pria brengsek," ucap Andi dengan nada penuh amarah, sebelum tanpa ragu melayangkan tamparan keras ke wajah pria yang masih terikat di kursi. Pria itu terhuyung ke belakang, wajahnya memerah dan matanya melotot karena kesakitan.
"Beraninya kau menyakitinya seperti ini," sambung Andi dengan suara penuh penekanan. "Kau bukan pria, kau monster yang tak layak hidup."
Pria itu hanya bisa merintih, wajahnya tercontang-canting oleh tamparan Andi. "Kau... kau bukan siapa-siapa. Ini urusanku dengan Laras, bukan urusanmu!"
Andi memandang Laras dengan tatapan lembut namun penuh keyakinan. "Dia tidak akan pernah menjadi milikmu lagi. Aku akan membebaskanmu dari cengkraman pria brengsek seperti dia."
Laras hanya terdiam, matanya yang sembab dan wajah yang penuh luka menatap Andi dengan rasa haru. "Terima kasih, Andi... kau satu-satunya yang benar-benar peduli padaku."
Andi menenangkan Laras, merangkulnya erat. "Sekarang, kamu aman di sini. Aku akan melindungimu."
Sementara itu, pria yang terikat itu masih berusaha melawan, tetapi Andi sudah tak peduli lagi.
Andi menatap Laras dengan tatapan penuh emosi, penuh rasa ingin melindunginya. Perlahan, dia melepaskan semua pakaian miliknya, memperlihatkan tubuh atletis dan rudalnya yang besar.
"Laras," ucap Andi lembut, sambil mendekati wanita itu dengan penuh kasih. "Kamu tidak perlu takut lagi. Aku di sini untuk membantumu."
Laras hanya menatap Andi dengan matanya yang berkaca-kaca, tubuhnya masih gemetar karena trauma yang mendalam. Andi mengambil sapu tangan yang terisi obat bius dan mengelus wajah Laras dengan lembut.
"Kamu aman sekarang, Laras," bisiknya. "Aku akan membantumu melupakan semua penderitaan ini."
Laras tak mampu berkata apa-apa, hanya mengangguk pelan, masih merasakan sentuhan lembut Andi yang memberikan ketenangan dalam hatinya.
Andi mulai menggoda Laras dengan lembut, mengisap puting payudaranya yang membengkak dan memerah, menikmati rasa asinya yang manis dan hangat di mulutnya. Laras mengerang perlahan, tubuhnya yang telah terkunci dalam penderitaan kini mulai merasakan sesuatu yang baru—perasaan aman, nyaman, dan perlindungan.
Setelah beberapa saat, Andi menatap Laras, dan mengusap air mata yang membasahi pipinya. "Sekarang, aku akan membalas dendam untukmu. Kita akan menutup semua luka ini, Laras."
Laras menatap Andi dengan penuh rasa syukur, membiarkan dirinya dipimpin oleh pria yang telah menyelamatkannya dari cengkraman penderitaan.
Andi memasukkan rudalnya dengan penuh ketegasan ke dalam lubang Laras, melakukan setiap gerakan dengan perlahan dan penuh keyakinan. Laras terdiam, matanya memerah karena campur aduk antara rasa sakit dan kelegaan. Pria di kursi itu, yang masih terikat, menatap dengan wajah penuh amarah dan kesedihan.
Andi menatap Laras dengan tajam, tangannya menggenggam pinggang wanita itu dengan lembut. "Sekarang, katakan padaku, rudal siapa yang lebih kamu sukai," ucap Andi dengan suara yang penuh penekanan.
Laras tidak langsung menjawab, tetapi matanya mulai menatap Andi dengan penuh ketergantungan, seolah dia menemukan sesuatu yang baru dalam dirinya—sesuatu yang belum pernah dirasakannya sebelumnya. Andi mempererat cengkramannya, mendorong tubuh Laras lebih dalam.
"Jawab aku, Laras," bisiknya lembut namun penuh dominasi. "Rudal siapa yang lebih kamu sukai?"
Laras menutup matanya, mengerang pelan. "Rudal milikmu, Andi."
Andi tersenyum, membiarkan dirinya tenggelam dalam kepuasan yang telah lama dia nantikan. "Lebih baik," ucapnya pelan, sebelum melanjutkan gerakannya dengan penuh semangat.
Pria di kursi itu hanya bisa menatap dengan rasa sakit, tak mampu berbuat apa-apa, saat Andi mengambil alih segala kekuatan di ruangan itu.
Andi menarik Laras lebih dekat, membiarkannya duduk di pangkuannya dengan penuh ketenangan. Laras mengikuti gerakan Andi, menggoyangkan tubuhnya dengan penuh gairah, seolah-olah menikmati setiap detik yang dia habiskan di pangkuan pria itu.
Pria di kursi, yang masih terikat, hanya bisa menatap dengan amarah dan keterkejutan. Tubuhnya gemetar, rudalnya tegang karena melihat pemandangan yang begitu menggoda, namun dia tak bisa berbuat apa-apa.
"Andi," erang Laras dengan suara lembut, matanya memancarkan rasa kepuasan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Andi menatap pria itu dengan senyum sinis, penuh ejekan. "Hei, lihatlah istrimu, bergerak begitu liar di atasku," ucap Andi dengan suara penuh penghinaan. "Apakah kamu masih ingin memanggilnya sebagai istrimu, setelah melihat dia seperti ini?"
Pria itu hanya menggertakkan giginya, marah dan hancur di dalam hati. Namun, segala rasa itu sia-sia, karena dia tak punya kekuatan untuk menghentikan apa yang terjadi. Andi terus mempererat cengkraman di pinggang Laras, mendorongnya lebih dalam, membiarkan wanita itu tenggelam dalam kenikmatan yang baru ditemukan.
Laras, di tengah gelombangnya, hanya mampu merespon dengan desahan yang semakin menggila. Dia telah melepaskan diri dari keterikatannya, seolah menemukan kebebasan yang tak pernah dia duga sebelumnya.
Laras menggigit bibirnya, tubuhnya semakin bergoyang dengan gerakan Andi yang kian agresif. "Ini... ini lubangmu, Andi," desah Laras dengan suara lembut namun penuh hasrat.
Andi merangkulnya lebih erat, mempercepat gerakan, dan memperdengarkan suara desahan penuh kepuasan. "Lubang siapa ini?" tanyanya dengan suara tegas, hampir di luar kendali.
Laras menggelengkan kepalanya dengan napas tersendat. "Lubangmu, Andi," jawabnya dengan gemetar, tenggelam dalam kepuasan yang tak bisa dia hindari.
Andi mendesah, "Bukan hanya tubuhmu yang milikku, Laras. Semua ini, semuanya milikku."
Mereka semakin tenggelam dalam puncak kenikmatan yang menggelora, di tengah tatapan pria yang terdiam, merasakan kekalahan yang begitu nyata.
Laras terengah-engah, tubuhnya masih bergetar akibat kepuasan yang dirasakannya. Andi memandangnya dengan senyuman penuh kepuasan sebelum melirik pria yang masih terikat di kursi.
"Jangan khawatir, ada satu istri lagi yang harus aku santap," ujar Andi sambil mendekati pria itu dengan tatapan penuh kemenangan.
Laras memandang Andi dengan tatapan penuh hasrat, masih bergetar di pangkuannya. "Andi..." desah Laras, seolah masih terjebak dalam dunia hasrat yang tak berujung.
Andi melepaskan ciuman terakhir pada Laras sebelum beralih ke arah pria itu. "Sekarang giliran istrimu yang satunya," bisiknya, dengan tatapan penuh hasrat dan dominasi.