Andi terus mengurung Ervina di rumahnya selama tiga hari penuh. Mereka hanya keluar sesekali untuk membeli kebutuhan makan, lalu kembali ke rumah untuk melanjutkan permainan mereka. Tidak ada lagi kata lelah, hanya dorongan hasrat yang tak terpuaskan.
Setiap saat, Andi selalu berada di atas Ervina, dan begitu pula sebaliknya. Bahkan saat mereka mencoba mengerjakan tugas, Ervina tetap berada di atas Andi, dengan rudal milik Andi yang masih tertanam di dalam dirinya. Tidak ada jeda, tidak ada istirahat. Tubuh mereka seolah menjadi satu, seiring waktu yang terus berlalu tanpa henti.
Ervina hanya bisa menuruti setiap keinginan Andi, tubuhnya pasrah dan lemah, tak lagi berdaya melawan ketertarikan yang semakin dalam. Andi terus mengendalikan, sementara Ervina seakan-akan hanyalah boneka yang dipermainkan oleh nafsu tak berujung. Mereka terperangkap dalam lingkaran gelap yang tak pernah berakhir.
"Sekarang bagaimana cara ku agar bisa menikahi mu." Tanya Andi.
Ervina terdiam sejenak, mencoba memahami pertanyaan Andi yang terasa begitu serius. Pandangannya penuh dengan emosi yang campur aduk—antara bingung, lelah, dan sedikit harapan.
"Apa maksudmu dengan menikah?" Ervina bertanya balik, suaranya perlahan dan lembut, seolah ingin memastikan bahwa Andi benar-benar serius.
Andi memandangnya dengan tatapan penuh keyakinan, seakan sudah yakin dengan apa yang dia inginkan. "Kita sudah menjalani semua ini, Ervina. Kau tahu aku tak bisa hidup tanpamu. Aku ingin semuanya—kamu, menjadi bagian dari hidupku. Menikah denganmu, agar semuanya lebih resmi, lebih nyata."
Ervina menunduk, pikirannya berkelana ke masa depan yang gelap dan penuh keraguan. "Tapi, Andi… apakah ini benar-benar yang kamu inginkan? Aku… aku tidak tahu apakah aku siap untuk ini."
Andi meraih tangannya, menggenggamnya dengan lembut. "Aku tak peduli dengan masa lalu. Aku hanya ingin bersama kamu, Ervina. Kita bisa mulai dari sini, dari nol. Aku akan melindungimu, menjaga kamu, dan memberikan semua yang kamu butuhkan."
Ervina memandang Andi dalam-dalam, matanya berbinar penuh pertanyaan. Tapi di dalam hatinya, ia merasa ada sesuatu yang tak terjelaskan—keinginan yang terpendam, sekaligus ketakutan yang tak terungkap.
"Baiklah," jawab Ervina akhirnya, dengan suara yang terdengar lemah. "Tapi… aku perlu waktu untuk memikirkan semuanya, Andi. Ini bukan keputusan yang bisa kuambil dengan mudah."
Andi tersenyum, meski ada kelegaan, "Tapi aku akan terus mengisi lubang milik mu,dengan cairan hangat Ku."
Ervina terdiam, menatap Andi dengan ekspresi yang sulit terbaca. Ada rasa campur aduk di matanya—rasa tak nyaman, namun juga sesuatu yang sulit dia tolak. Setelah beberapa saat, dia menghela napas dan mengangguk pelan.
"Dan aku tidak bisa melawan itu, Andi," jawabnya lirih. "Kamu sudah menjadi bagian dari diriku… meskipun aku tidak ingin ini, aku tidak bisa melepaskanmu."
Andi memandang Ervina dengan senyum tipis, memegang tangan lembutnya. "Kamu tidak keberatan melakukannya di toilet kampus, kan?"
Ervina hanya menatapnya, wajahnya yang manja penuh rasa malu namun tetap menurut. "Aku… aku hanya ingin membuatmu senang, Andi," jawabnya pelan, suaranya sedikit gemetar.
Andi mengangguk puas. "Kita harus menyelesaikan semuanya, kan?"
Ervina menggigit bibir bawahnya, lalu dengan lembut mengikuti Andi menuju toilet kampus, membiarkan diri mereka terlibat dalam hasrat yang sulit mereka tolak.
Ervina hanya terdiam, menahan gemuruh yang melanda tubuhnya. Andi terus menggerakkan tubuhnya dengan lembut namun tegas, mengikuti irama yang telah terbangun di antara mereka. Suara pertemuan kulit yang intens bergema di dalam toilet kampus yang sepi, menciptakan atmosfer yang penuh hasrat.
"Andi," bisik Ervina dengan suara lembut, "apakah ini akan terus seperti ini?"
Andi mempercepat gerakannya, merangkul Ervina lebih erat. "Kita saling membutuhkan, Ervina. Aku tak bisa melepaskanmu," jawab Andi dengan senyum tipis.
Tubuh mereka terus saling bergoyang, membiarkan hasrat yang tak terbendung menguasai semuanya.
"Apakah kamu akan memberikan tubuh seksi mu ini kepada orang lain?" tanya Andi. Ervina hanya terdiam sejenak, lalu menjawab dengan suara yang pelan, "Tidak, hanya untukmu."
Andi tersenyum puas, melanjutkan gerakannya dengan penuh gairah, memastikan bahwa Ervina hanya menjadi miliknya.
"Jika begitu, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan, bukan?" ucap Andi dengan nada tegas. Ervina menundukkan kepala, menarik napas dalam-dalam, lalu dengan perlahan mengangguk.
"Tentu," jawabnya dengan lembut. "Aku hanya ingin menjadi milikmu, Andi."
Andi menaikkan sebelah kaki Ervina, menyandarkannya di tembok, membuat tubuh wanita itu terangkat dan terjepit di antara dinding. Andi kemudian mulai menggenjotnya dengan kencang dan penuh semangat, merasakan setiap gerakan yang membangkitkan hasrat di dalam dirinya. Ervina hanya bisa merasakan sensasi yang membakar dari dalam, mengerang pelan seiring dengan setiap dorongan yang Andi berikan. Tubuh mereka saling bertaut, bergabung dalam keinginan yang tak bisa dibendung.
Andi semakin mempercepat gerakannya, setiap dorongan terasa semakin dalam dan memuaskan. Dia bisa merasakan betapa eratnya pelukan Ervina, bagaimana tubuhnya meremas-remas seolah tak ingin melepaskannya. Ervina, dengan wajah yang memerah dan bibir yang menggigit, mulai menggerakkan pinggulnya seirama dengan gerakan Andi. Nafas mereka terdengar memburu, bercampur dengan gemerincing air yang terus menetes dari tubuh basah mereka.
"Ah... Andi," Ervina mengerang, suaranya tercekat di tenggorokan. "Kamu... kamu membuatku... seperti ini."
Andi membelai pinggangnya dengan lembut, mencium leher Ervina dengan penuh gairah. "Kau begitu basah, Ervina. Tubuhmu sangat sempurna," bisiknya dengan nada penuh hasrat. "Kau tahu ini yang aku inginkan, bukan?"
Ervina mengangguk lemah, tubuhnya melengkung mengikuti setiap gerakan Andi. "Aku... aku tak bisa berhenti, Andi. Kau begitu memuaskanku."
Andi semakin dalam dan kencang, merasakan setiap celah di tubuh Ervina yang memerah dan hangat. Desahan mereka bergemuruh, suara gemerincing kulit yang saling bertemu semakin menjadi-jadi. Andi meraih payudara Ervina, mencium bibirnya dalam-dalam, menggigit lembut, dan menjelajahi setiap sudut tubuh wanita itu.
"Kau milikku, Ervina. Tidak ada yang bisa menggantikanmu," bisiknya dengan penuh keyakinan. "Kau tahu itu, bukan?"
Ervina hanya mampu mengangguk, napasnya tercekat, tubuhnya terbuai dalam kenikmatan yang tak terbendung. Dia tak bisa membayangkan ada pria lain yang bisa menggantikan Andi. Segala hasrat dan keinginan yang terpendam selama ini terungkap saat berada di pelukan Andi.
Setiap dorongan semakin dalam, setiap gesekan semakin membara. Tubuh mereka berdua menjadi satu dalam kedalaman kenikmatan yang tiada habisnya. Tidak ada yang bisa menghentikan mereka, tidak ada yang mampu menggoyahkan ikatan yang telah terbentuk. Ervina hanya bisa menyerahkan dirinya sepenuhnya, menikmati setiap detik dalam pelukan Andi.
Andi terus menggenjot dengan penuh gairah, setiap dorongan terasa semakin memuaskan. Ervina semakin mengencangkan cengkeramannya, menjerat Andi dalam pelukan yang erat, seolah tak ingin melepaskannya. Suara desahan mereka semakin keras, bercampur dengan gemerincing air yang deras keluar dari tubuh basah mereka.
"Ah, Andi... lagi," Ervina berbisik, suaranya tercekat dalam gelombang kenikmatan yang mengguncang tubuhnya.
Andi tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. Dorongan terakhir yang dalam dan kuat memicu letupan cairan hangat yang langsung memenuhi tubuh Ervina. Suara lenguhan panjang terdengar saat Andi mengeluarkan cairannya di dalam, seolah-olah memadati setiap sudut dalam tubuh wanita itu.
Ervina hanya bisa merasakan hangat yang membanjiri rahimnya, cairan hangat yang terus mengisi dirinya. Tubuhnya terasa lemas, tenggelam dalam sensasi yang luar biasa. Andi masih tak melepaskan pelukannya, membiarkan wanita itu merasakan setiap tetes cairan hangat yang menandai ikatan mereka.
"Ah... Andi, kau... luar biasa," desah Ervina, suaranya tertahan oleh hasrat yang memuncak.
Andi merangkul tubuhnya lebih erat, membelai rambut Ervina dengan lembut. "Kita satu, Ervina. Kau dan aku tak bisa dipisahkan," bisiknya penuh keyakinan.
Ervina hanya bisa mengangguk lemah, menikmati sensasi yang memenuhi tubuhnya. Mereka telah berbagi kedalaman kenikmatan yang tak terlukiskan, dan tak ada yang bisa menghapus kenangan ini dari hidup mereka.