Tahun 49 Era Antarbintang
"Arahkan Viatrix sesuai jalur. Siapkan mesin untuk lompatan kecepatan cahaya."
Aku berada di depan sebuah layar hologram yang luas. Di atas platform yang lebih tinggi di dalam anjungan kapal. Di samping kiriku, seorang wanita muda berambut cokelat seleher memberikan perintah kepada bawahannya. Tubuhnya bisa dibilang tinggi untuk perempuan—di atas rata-rata tinggi Manusia perempuan yang baru masuk kepala dua. Dia adalah Kapten Milla Mazcira yang memimpin kapal perompak Viatrix, kapal kelas penjelajah ringan di mana aku berada.
Pandanganku tertuju kepada peta Galaksi yang ditampilkan oleh layar hologram di depanku. Peta yang mengarah ke sebuah sistem bintang. Sistem Dameon, memiliki dua planet mengelilingi sebuah bintang berukuran kecil.
Viatrix tidak akan menjelajah salah satu dari dua planet itu, sebab mereka adalah planet gersang yang berada di dekat bintangnya dan planet es yang berada di ujung sistem.
Tujuan kami, para perompak, ya tidak lain adalah merompak. Tidak jauh beda dengan dongeng kuno yang menceritakan perompak di laut. Bedanya, tempat kami beraksi adalah seluruh ruang angkasa di Galaksi. Di sinilah kami mencari harta yang tersimpan di ruang angkasa maha luas.
Kapten masih sibuk dengan berbagai laporan yang dia terima melalui gawai komunikasi yang terpasang di telinga kanannya. Sementara aku sedang menunggu perintah lanjutan darinya.
"Viatrix sudah siap untuk memasuki ruang cahaya," ucap sebuah perangkat kecerdasan buatan yang merupakan asisten kapal, Vidi namanya, suaranya seperti seorang wanita. Perangkat ini membantu Kapten dalam mengatur berbagai hal. Vidi bisa mengontrol beberapa bagian Viatrix untuk beberapa kepentingan. Layaknya arwah yang dipanggil untuk merasuki kapal.
"Baiklah. Kita melompat sekarang!" titah Kapten Milla sembari menunjuk ke depan dengan tangan kanannya. Suaranya yang memberat dengan nada penuh semangat bisa kudengar jelas. Sebenarnya suara Kapten Milla terbilang lembut, tetapi bisa berubah dan memberi kesan tegas ketika berada di atas mimbar kehormatannya.
Dia adalah perempuan yang hebat.
Ini adalah salah satu tugasku sebagai wakil kapten. Aku mengendalikan laju kapal melalui meja kendali yang berada di depanku. Perlahan kunaikkan tuasnya, bersamaan dengan Viatrix yang melompat. Mesin berbahan bakar materi hiper menggerakkan kapal penjelajah ringan ini untuk melakukan perjalanan lebih cepat dari cahaya.
Aku melihat bintik-bintik putih terang yang berelongasi di langit gelap, berlalu seakan melintasi Viatrix dengan cepatnya. Seketika pemandangan yang kulihat dari jendela depan berubah seperti kilatan cahaya yang membentuk terowongan, dengan titik putih terang di ujung sana.
Pemandangan yang luar biasa.
"Yu'zar." Kapten Milla memanggil namaku.
Aku menolehkan wajahku yang sebelumnya menikmati pemandangan ruang cahaya dari jendela luas di bagian depan anjungan kapal. Tatapanku mengarah pada sepasang mata cokelat terang milik Kapten.
"Semoga kita berhasil, ya." Dia memberikan senyum dan menyodorkan kepalan tangan kanannya, hendak melakukan tos. Aku pun membalasnya dengan melakukan adu kepalan tangan dengannya sembari tersenyum tipis.
Peta Galaksi yang sebelumnya ditampilkan oleh layar di depanku berubah menjadi peta Sistem Dameon dengan beberapa titik ditandai. Tanda itu mengarah ke tambang mineral di sabuk asteroid yang terletak di antara dua planet Dameon 1 dan Dameon 2.
"Bersiap untuk keluar dari ruang cahaya," ucap Vidi. Si Arwah Kapal itu memperingatkan awak kapal bahwa kami akan segera sampai.
"Kita akan pergi ke Dameon, salah satu sistem di perbatasan menuju Daerah Belum Terjelajah. Apa kalian siap, Anak-Anak?" ucap Kapten.
"YERA-YERA YO!" Seluruh kru kapal meneriakkan yel-yel itu. Aku bisa mendengarnya langsung di anjungan kapal, sementara orang lain bisa mendengarnya melalui saluran komunikasi. Aku sendiri tidak berteriak sebab terlalu malu sekaligus menjaga kesanku sebagai wakil kapten.
"Aku tidak bisa mendengar kalian!" ujar Kapten.
"YERA-YERA YOOO!!!!" Teriakan makin keras saja terdengar. Untungnya tidak membuat piranti pelantang telingaku tidak rusak.
Vidi memulai hitung mundur. Kapal sebentar lagi akan keluar dari terowongan ruang cahaya, tiba di tujuannya. Hitung mundur akhirnya usai, Viatrix pun menurunkan kecepatannya secara signifikan. Pemandangan tampak seperti keluar dari terowongan dan kembali ke langit gelap yang dihiasi bintik-bintik bercahaya beserta objek lainnya. Kami berhasil.
Kami sampai di tujuan kami, tambang mineral di sabuk asteroid Sistem Dameon. Batuan yang melayang di ruang angkasa sekitar itu bukan sekadar batu biasa. Mereka mengandung berbagai unsur tertentu yang bisa dijual dengan harga tinggi. Ini adalah harta karun yang kami, para perompak antariksa cari.
Dameon sendiri merupakan sistem bintang yang terletak di perbatasan antara Lingkar Tengah Galaksi dan Daerah Belum Terjelajah. Sebenarnya terdapat rute perjalanan menuju sistem ini, tetapi sepertinya tidak menarik banyak pihak sebab pada sistem ini hanya terdapat dua planet dengan permukaan ekstrem dan asteroid yang beredar di berbagai area. Namun, bagi kami tempat ini adalah penyedia harta dengan akses yang mudah.
"Kapten, ada sebuah kapal di depan!" seorang anak buah kapal menunjuk ke arah jendela raksasa di depan.
"Benar! Ayo kita jadikan santapan!" sahut seorang lagi.
Seisi anjungan kapal menjadi riuh, menginginkan agar Kapten langsung memberi perintah untuk menyerang. Sementara Kapten sendiri sedang memikirkan langkah mana yang harus diambil.
"Tenang sedikit, Anak-Anak!" Kapten berucap lantang, membuat seluruh kru berhenti berisik. "Vidi, pindai ancaman di area sekitar," ucap Kapten Milla.
Aku dan Kapten menatap layar yang sama. Layar yang menampilkan hasil pemindaian radar. Siapa tahu ada pihak yang seperti kami, yang tertarik untuk berkunjung ke Sistem Dameon untuk berburu harta karun juga.
"Pemindaian selesai." Dari layar terlihat beberapa kapal yang sedang memangkal di dekat area luar sabuk asteroid. "Satu buah kapal terdeteksi. Kapal teridentifikasi sebagai kapal milik Republik Antarbintang."
Sial, ternyata negara antarbintang adidaya itu mengunjungi tempat ini lebih awal dari kami. Kapal tempur mereka ditugaskan untuk mengamankan kegiatan pertambangan yang dikelola oleh pemerintah pihak mereka. Artinya tambang ini milik mereka.
"Kapten. Apa yang harus kita lalukan?" tanyaku.
Aku memperhatikan kapten memasang ekspresi serius sembari menatap layar hologram. "Arahkan Viatrix untuk mendekati kapal itu," titahnya.
Viatrix semakin dekat dengan kapal yang teridentifikasi sebagai kapal milik Republik. Bersiap untuk melakukan pertempuran dengan kapal penjaga dan merebut tambang asteroid. Viatrix tidak datang ke sini jauh-jauh untuk kunjungan biasa. Jadi tujuan kami memang untuk memastikan harta yang ada akan jatuh ke tangan kami.
"Sambungkan aku dengan kapal itu," ucap kapten yang meminta melakukan komunikasi.
Kapten sepertinya hendak melakukan sesuatu. Biasanya mengancam atau mengeluarkan kata-kata yang menjatuhkan lawan secara langsung. Aku sih diam saja, memastikan kondisi kapal baik-baik saja sebelum adu tembak dimulai.
Viatrix tersambung dengan kapal itu. Sesuai dengan dugaanku, Kapten Milla langsung menyerang dengan kata-katanya. "Jadi ini taman bermain kalian?"
"Aku sarankan kalian tidak macam-macam. Kalian Edatu tidak tahu akan berurusan dengan siapa!" Seorang pria menanggapi ujaran Kapten.
Kapten terkekeh, masih mau lanjut adu omong. Soal lempar-melempar ucapan, perempuan itu memang jagonya. "Baiklah. Kalau kalian meremehkan kami, kalian akan dapat akibatnya." Kapten menutup saluran komunikasi dengan kapal lawan. Dia menunjuk ke depan sembari berteriak, "SERANG!!"
Kapten memberi perintah. Benar, dia ingin menyerang kapal-kapal itu dan mengambil alih tambang dari pihak Republik. Putar balik sebelum bertempur memang bukanlah jalan perompak. Kami bahkan tidak gentar untuk melawan armada bagaimanapun demi tujuan kami.
Perintah Kapten bukanlah perintah yang terperinci. Namun, aku rasa semua kru sudah paham maksudnya. Menaikkan kecepatan Viatrix, arahkan Viatrix mendekat target, juga atur sistem persenjataan untuk menyerang serta sistem pertahanan kapal. Tiga perintah itu dijadikan satu kata yaitu "serang".
Kapal yang berada di area luar sabuk asteroid itu sudah berada dalam jarak tembak. Meriam laser yang berada di bagian depan, tengah atas, dan belakang atas kapal langsung memberikan tembakan dengan frekuensi sedang.
Beberapa saat setelah serangan kami tepat sasaran, mereka mengirim serangan balik.
Aku melihat layar yang menunjukkan deteksi optik kapal Republik itu. Ukurannya hampir sama dengan Viatrix, artinya itu memang tandingan kami.
Serangan yang Viatrix terima menyebabkan penurunan daya tahan perisai deflektor. Meski serangan itu tidak menyebabkan kerusakan, tetap saja membuat anjungan berguncang.
"Laporkan status perisai!" ucapku memberi perintah.
"Aman, masih 95%." Seseorang di ruang komando membalas ucapanku. Namanya Pedra Luzmes, seorang Manusia laki-laki yang menjadi petugas bagian pertahanan.
Kapal musuh bergerak menjauhi Viatrix sembari menyerang. Viatrix mengejar, tetapi jarak antara kami dengan musuh masih jauh. Beruntung kapal itu masih berada di jangkauan tembak. Namun sebenarnya, situasi ini tidak menguntungkan sebab kapal itu hendak menjauh dari sabuk asteroid.
Benar, kapal itu hendak melarikan diri. Cih, baru begini saja nyalinya sudah ciut. Mereka semakin jauh dari lingkar luar sabuk asteroid. Kami harus menghentikan mereka.
"Kapten," panggilku. "Gunakan sinar penarik."
Kapten menoleh lalu mengangguk satu kali. Aneh rasanya aku malah memberinya perintah untuk melakukan sesuatu. Tidak, ini adalah saran.
"Aktifkan sinar penarik. Arahkan kepada kapal musuh di depan!" titah Kapten Milla mengikuti saranku.
Sinar penarik adalah perangkat dengan kemampuan untuk menarik satu objek ke objek lain dalam rentang jarak tertentu. Kami memasangkan benda itu ke Viatrix supaya bisa digunakan dalam situasi tertentu seperti menarik benda berharga dengan ukuran cukup besar. Perangkat dengan kemampuan manipulasi gaya tarik itu bisa dnegan mudah membuat benda lain tertarik ke arah Viatrix ketika dioperasikan.
"Negatif. Pasokan daya tidak memadai. Jika dipaksakan, reaktor daya bisa menjadi terlalu panas," ujar seorang awak kapal lain, kali ini Euize Nala, seorang perempuan yang mengawasi pasokan daya.
Aku baru sadar kapal ini sedang mengaktifkan mesin, perisai, dan meriam laser dalam waktu bersamaan. Jika memaksakan untuk menyalakan sinar penarik, reaktor daya bisa kepanasan. Kemungkinan kapal ini bisa tiba-tiba mogok, atau bahkan lebih buruknya bisa meledak dan hancur berkeping-keping.
Inilah tugas penting seorang wakil kapten, membantu sang kapten ketika kesulitan mengambil keputusan. Jika aku memerintah untuk matikan mesin, kami bisa tertinggal. Jika perisai yang dimatikan, dinding luar kapal yang jadi taruhan. Sementara jika meriam yang dimatikan, sinar penarik akan sia-sia digunakan. Maksudnya ketika perangkat penarik itu berhasil mengentikan laju kapal tetapi meriam Viatrix tidak berfungsi, ya sama saja bohong.
"Hentikan mesin dan nyalakan sinar penarik. Pastikan sinar penarik langsung menyala ketika mesin nonaktif," ucapku langsung memberi perintah. Kapten memang mengizinkanku memberi perintah langsung. Daripada memberi saran lalu dia yang memberi perintah, lebih lambat dan bertele-tele.
Aku melihat situasi dari jendela luas di bagian depan anjungan. Tampak sinar biru gelap muncul dari bawah ruang komando Viatrix yang diarahkan untuk menarik kapal musuh di hadapan. Berhasil! Kapal itu semakin dekat.
Aku memperhatikan layar sesaat lalu mengalihkan pandanganku kepada Kapten Milla. Kami saling tatap dan memberi anggukan. "Serang!" perintah kami berdua secara serentak. Kami berteriak bersamaan sembari mengarahkan salah satu telunjuk ke arah depan.
Serangan yang dikirimkan meriam utama semakin intens. Kalau begini, kapal musuh di depan bisa kami bajak. Sepertinya dalam hitungan detik, perisainya akan lumpuh. Saat itu juga kami bisa menyerang perangkat pertahanan seperti turet sehingga kapal itu tidak mengalami kerusakan yang tergolong fatal. Akhirnya kami bisa menyusup ke sana, itu pun jika wacana tadi bisa berjalan.
Sejauh ini Viatrix masih diunggulkan. Kami berhasil meningkatkan kerusakan yang diterima perisai deflektor musuh dalam waktu yang cukup singkat.
Aku menoleh ke arah kapten. "Kapten, bersiap untuk mengalihkan sasaran tembak."
Dia menatapku dan mengangguk. Perempuan itu memang sedikit bicara ketika dalam tensi tegang seperti ini. Dia mengalihkan pandangan ke arah jendela depan. Seketika matanya terbelalak.
Aku yang penasaran pun ikut melihat jendela. Sial, kapal itu berusaha menandingi gaya tarik dari sinar penarik. Bagian pendorong kapal musuh yang berbentuk tabung dengan diameter raksasa mengeluarkan api biru yang semakin terang. Kini aku beralih ke layar pantau. Benar saja, mereka berhasil memperpanjang jarak dengan Viatrix.
"Brengsek! Berani-beraninya mereka!" ucapku mengumpat.
"Perkuat sinar penarik!" teriak Kapten Milla. Perangkat ini masih bisa ditingkatkan gaya tariknya, meskipun tidak sampai 1,5 kali lipat.
Aku kembali melihat layar. Peningkatan gaya tarik sinar penarik berhasil membuat kapal itu tidak bergerak. Namun, sisi lain layar berkedip menampilkan cahaya merah. Inilah risiko yang harus diterima.
"Peringatan, suhu reaktor daya mendekati batas. Peringatan, suhu reaktor daya mendekati batas." Vidi berucap berulang-ulang di tengah-tengah situasi tegang, membuat seisi ruang komando makin heboh termasuk aku.
"Hentikan sinar penarik!" titah Kapten. Aku menatapnya dan mengangkat alis kananku. Keputusan yang berisiko, tetapi mempertahankan keadaan sekarang risikonya jauh lebih berat. Aku mengangguk sekali tanda dukungan terhadap perintahnya.
Sinar yang tadi menarik kapal musuh lama-lama memudar. Kapal Republik itu berhasil menjauhi Viatrix. Dari jendela depan, tampak bagian belakang kapal itu semakin mengecil dan menghilang seketika. Mereka melakukan lompatan cahaya untuk kabur dari Viatrix.
Aku tergengah-engah. Seketika pandanganku mengarah kepada Kapten Milla. Dia menundukkan kepalanya sembari memukul meja komando.
Aku merangkul pundaknya. "Kapten, kerja bagus. Seluruh sumber daya di Dameon akan jadi milik kita!" ucapku mencoba menghibur.
Tujuan kami pergi ke sistem dengan bintang kerdil dan dua planet non-laik huni ini memang untuk mencari sumber daya yang bisa ditambang. Andaipun gagal membajak kapal, tidak masalah. Anggap saja bonus jika kapal tadi berhasil dibajak. Namun menurutku, kami sudah berhasil karena sudah mencapai tujuan awal.
Kapten Milla menegakkan tubuhnya dan menatapku. Perempuan muda itu memberi senyum, membuatku lega seketika. Dia menghadapkan badannya ke arah depan. "Perhatian seluruh awak kapal Viatrix. Seluruh sumber daya di Sistem Dameon sudah jadi milik kita. Bersiaplah untuk sesi makan-makan!"
Seluruh kru bersorak, kecuali aku yang terlalu malu untuk meneriakkan kegembiraan. Aku hanya menatap Kapten Milla, memberikan senyuman tulus kepadanya. Beginilah jalan kami, paraperompak Edeatu dalam mencari harta karun yang tersimpan di Galaksi.