Chereads / Viatrix Space Pirates / Chapter 4 - Musuh Pemburu Harta

Chapter 4 - Musuh Pemburu Harta

Sebuah pesawat mendarat di hanggar. Tepatnya bukan sebuah, melainkan dua pesawat yang saling terhubung. Pesawat milik Yu'zar tertaut di atas pesawat berukuran lebih besar, seperti pesawat kargo atau transportasi khusus. Sepertinya Yu'zar membawa hasil tangkapan yang cukup berharga.

Aku berdiri di area atas hanggar. Sekitar dua menit lalu Yu'zar bilang kepadaku bahwa dia membawa seseorang tak dikenal yang memasuki wilayah Viatrix. Memang bahaya kalau sampai ada yang tahu pergerakan kami, jadi aku bisa mengerti tindakan Yu'zar yang membajak pesawatnya dan membawanya ke sini.

Aku menuruni tangga lalu mendekati area pendaratan. Satu dua anak buah kapal berhenti melakukan sesuatu lalu mengarahkan pandangan kepadaku ketika aku lewat. Pesawat yang Yu'zar bawa kini sudah mendarat di atas lantai logam hanggar.

Pintu pesawat tangkapan Yu'zar terbuka perlahan. Dua orang lansung muncul dari dalam pesawat dan menuruni sebuah bidang miring. Aku mendekatinya, lalu berdiri di depan seorang pria yang tangannya diletakkan di atas kepala. Yu'zar sendiri berjalan di belakangnya sembari menodongkan senjata ke arah leher.

"Jadi ini yang main masuk ke wilayah kami?" ucapku.

Orang itu hanya membalasku dengan ucapan, tentunya sebab hanya mulutnya yang bisa bergerak. "Biar kuberi tahu, satu pasukan akan pergi ke sini dan menangkap kalian sebagai hukuman atas perilaku tidak baik dari kalian."

"Oh, begitu?" Aku berjalan mendekati pria itu. "Memangnya kau siapa?"

"Kerel Cox, Komandan Militer Serikat Sistem Independen. Aku tegaskan, Daerah Belum Terjelajah adalah berada di bawah naungan Perserikatan. Jadi kalianlah yang mengacaukan keamanan di wilayah kami," orang itu menjawab.

"Kukira kau mati bersama teman-temanmu. Atau kau kabur dari medan tempur?" tanyaku. Yang kutahu, Serikat pernah menelan kekalahan di salah satu pertempuran. Alhasil pemerintahan yang hendak mereka bentuk di planet tempat pertempuran itu terjadi pun tidak terlaksana. Juga yang lebih memalukan, pejabat mereka kebanyakan kabur dari medan pertempuran, meninggalkan alat-alat tempur mereka. Sungguh lemah.

Sebenarnya cukup rumit jika membahas politik, lagi pula aku tidak begitu paham. Namun, Serikat adalah organisasi antarbintang yang menaungi sistem bintang independen (tak memiliki sistem pemerintahan yang dinaungi Republik Antarbintang), dan mereka tengah mengadakan misi ekspedisi ke Daerah Belum Terjelajah di Galaksi.

Pria itu tidak berkutik, mungkin ucapanku tentang dirinya yang lari dari pertempuran benar adanya.

"Tahan dia," titahku.

Aku memerintahkan salah satu anak buahku untuk mengikat kedua tangannya dengan borgol dan menjaganya. Orang bernama Cox itu tidak melawan, mungkin mengharapkan bawahannya untuk melancarkan operasi pembebasan sandera.

"Kau bilang, akan ada pasukan yang datang untuk membebaskanmu? Heheh ... aku sangat tidak sabar. Lihatlah anak buahku juga, mereka sama tidak sabarnya denganku." Aku menunjuk ke arah para anak buah kapal yang berbaris.

"YERRAAA! Kami tidak sabar dengan pasukan yang kaubilang itu!"

"Benar! Pasukanmu itu ada berapa anggotanya? Lima puluh? Enam puluh?"

"Hei! Dia tidak tahu, seorang yang bukan anggota Viatrix tidak akan kembali setelah menginjakkan kakinya di sini."

"YERRAAAA!"

Anak-anak buahku saling melemparkan ujaran. Aku sih tidak akan melarang mereka. Hitung-hitung usaha untuk menjatuhkan mental sanderaku yang satu ini hingga jatuh ke dasar jurang.

"Kau lihat sendiri, bukan? Jangankan menyentuh perangkat keamanan di selmu, baru sampai hanggar saja pasukanmu itu pasti sudah binasa," ucapku.

Soal pasukan militer milik Serikat sendiri, mereka mengandalkan robot-robot sebagai alat tempur mereka. Situasi yang menguntungkan bagi kami jika mereka menginjakkan kaki di sini. Setelah mengalahkan mereka, para otomaton itu masih bisa diperbaiki sehingga dapat digunakan sebagai tenaga tambahan.

Yu'zar berjalan ke arahku sembari menaruh pistol ke sabuk miliknya. "Kapten, dia adalah orang dari Serikat. Barangkali kita bisa dapat banyak informasi tentang lokasi harta karun di Daerah Belum Terjelajah."

Wakilku ada benarnya. Daerah Belum Terjelajah memanglah area yang belum dipetakan. Namun, Serikat Sistem Independen melakukan penelitian dan kolonisasi ke planet-planet di daerah itu semenjak beberapa tahun-standar ke belakang. Cox pasti punya banyak informasi yang bermanfaat, berhubung dia merupakan seorang dengan jabatan tinggi.

"Bawa dia ke selnya," titahku.

Dua orang anak buahku mendekati Cox dan menyuruh pria dari Serikat itu untuk jalan. Cox pun menyerang salah satu dari dua anak buahku dengan tandukan ke arah perut. Lalu anak buahku yang satu lagi menagkapnya dari belakang.

Aku tidak bisa tinggal diam melihat Cox yang melawan dan menyebabkan salah satu anak buahku terluka. Aku mengambil belati cahaya yang biasa aku letakkan di bagian belakang sabukku dan tertutup oleh jubah yang aku kenakan. Aku menyalakannya, lalu mengarahkan belati itu ke arah leher Cox yang memberontak.

"Diam, kau!" teriakku.

Cox terjatuh karena menghindar. Dia memundurkan tubuhnya sedikit demi sedikit.

"Kau punya tiga pilihan. Yang pertama, pisau ini akan menyayat lehermu. Pisau ini merupakan pisau energi yang mudah membelah benda padat, termasuk lehermu," ancamku.

Cox tidak berkutik sejak ditahan oleh anak buahku dan ditambah ancaman belati cahaya milikku. Nyalinya mudah ciut untuk seorang bapak-bapak yang punya jabatan tinggi. Pantas saja faksinya mudah kalah melawan musuh mereka.

Aku mendekatkan belati cahayaku semakin dekat ke leher pria itu. "Pilihan kedua, kau kulemparkan ke luar lapisan pelindung udara di depan hanggar, menuju ruang angkasa. Perangkat itu bisa menjaga agar benda gas tidak keluar dari kapal. Berhubung kau bukan benda gas, kau bisa menembusnya dan mengakibatkan udara di tubuhmu keluar seketika. Dengan kata lain ... tubuhmu bisa pecah di ruang angkasa."

Cox hendak mundur lagi, tetapi tubuhnya tertahan oleh anak buahku yang masih menguncinya. Aku bisa melihat wajahnya yang berkeringat dan ketakutan.

"Atau mau pilihan yang ketiga? Kau menyerahkan dirimu kepada kami. Aku jamin kau akan diperlakukan baik-baik di sini," tutupku.

Cox masih belum berani untuk bicara. Jadi kusimpulkan saja dia memilih pilihan ketiga. Lagian, melukai seorang perwira tinggi bisa menimbulkan masalah berkepanjangan di antara Edeatu dengan Serikat.

"Bawa dia," titahku. Cox segera dibawa menuju sel tempat kami biasa menyimpan tawanan.

Seluruh anak buahku meneriakkan cemoohan kepada Cox. Ketika pria yang dibawa oleh dua anak buahku sudah tidak ada di area hanggar, semua orang yang riuh pun berhenti dan membubarkan diri.

Aku menoleh ke arah Yu'zar yang sedari tadi berada di dekatku. "Kerja bagus," ucapku.

"Kita bisa atur kepergian menuju Gundarna kalau begini," balas Yu'zar.

"Kalau begitu, ayo kita kembali ke anjungan," ajakku.

Kami berdua berjalan kembali ke anjungan kapal. Jam tangan menampilkan waktu di kapal Viatrix menunjukkan pukul 7 malam. Siang-malam di sini tidak bisa ditunjukkan oleh langit, sebab kami di luar angkasa dan langit terlihat gelap sepanjang waktu. Satu-satunya indikator adalah siklus alami tidur-bangun para awak kapal. Jika mereka sudah mengantuk, maka sudah malam. Kebetulan, kebanyakan kami adalah diurnal, kecuali mereka yang perlu kerja di bagian malam dan menjadi nokturnal oleh keadaan.

"Yu'zar," panggilku kepada lelaki yang berjalan beriringan denganku. "Apa kau pikir, menangkap si komandan Serikat itu malah menimbulkan masalah?"

Lelaki berambut putih terang itu menoleh. "Ya, tapi kalau membiarkan Serikat mengetahui pergerakan kita di Daerah Belum Terjelajah bisa menimbulkan masalah yang jauh lebih parah."

"Ah, kenapa kita tidak menjelajah Daerah Utara saja ya?" tanyaku sembari bercanda.

"Mungkin suatu saat," jawabnya.

Kami tiba di depan pintu besar yang langsung terbuka. Menampilkan interior anjungan kapal dengan beberapa orang yang sedang sibuk. Qamary si pengatur rute, Pedra si pengatur bagian pertahanan, Euize yang mengatur daya, dan Saviela yang mengatur komunikasi, semua awak komando ada di anjungan. Mereka tampak sedang bersantai sebab tak ada perkejaan yang harus diselesaikan.

Aku dan Yu'zar baru tiba di kursi kapten. Pedra, lelaki yang dari tadi duduk santai di kursinya menghampiriku dengan buru-buru.

"Kapten, aku ingin melaporkan analisis kerusakan pertempuran kemarin," ucapnya.

"Lambat betul. Padahal sudah 24 jam lalu kita baku tembak."

Pedra malah menyeringai sembari menggaruk-garuk kepala. "Hahaha, itu ya ... ya, umm. Begini, Kapten, lambung kapal tidak menerima kerusakan berarti berkat perisai daya. Petugas sudah memperbaiki semuanya, jadi aku ingin melaporkan itu."

Aku diam dan memberi tatapan tajam kepada lelaki itu sembari menaikkan sebelah alis. Kami berdua sama-sama tak berucap selama beberapa saat.

"Terus, apa?" tanyaku.

"Sudah, Kapten."

"Sudah, ya sudah," balasku singkat.

Pedra masih diam di tempatnya berdiri. Kukira laporannya sudah selesai, mungkin masih ada yang ingin dia sampaikan. "Anu .. umm," ucapnya seperti orang kikuk.

"Ada lagi yang harus dilaporkan?" tanyaku.

"Tidak," jawabnya. "Hanya saja, kukira Kapten akan menghukumku karena terlambar memberi laporan."

"Sudahlah, kembali kerja sana," ucapku.

Pedra buru-buru meninggalkan tempatku duduk. Konyol sekali memang anak buahku yang satu ini. Membuatku ingin mengerjainya terus-menerus karena tingkahnya yang aneh.

Aku berdiri dari kursiku. "Kerja bagus untuk hari ini, Anak-Anak. Selamat beristirahat malam ini," ucapku mengakhiri tugasku hari ini.

"Yera!" seru semua anak buahku yang merupakan awak komando, kecuali Yu'zar yang memang dasarnya pemalu.

Ngomong-ngomong soal Yu'zar, lelaki itu masih berdiri di samping kananku. Aku menolehkan kepalaku kepadanya. "Tidak mau menghabiskan waktu istirahat?"

"Tadinya begitu, tapi aku malah bingung ingin melakukan apa," jawabnya.

"Mau makan malam bersama?" tanyaku, mungkin lebih tepatnya mengajak.

Yu'zar tampak berpikir. "Tentu saja!"

Kami berdua berjalan menuju ruang makan setelah Yu'zar menerima ajakanku. Biasanya di waktu malam, anak buahku juga menghabiskan waktu mereka untuk makan-makan. Setelah berjalan, tak begitu lama kami pun sampai di ruang makan. Benar saja, belasan anak buahku sedang menyantap masing-masing hidangan mereka.

Aku dan Yu'zar memasuki ruangan beraroma sedap, disambut dengan seluruh anak buahku yang menghentikan aktivitas makan lalu berdiri menghadapku.

"Nikmati saja makan-makan kalian," ucapku.

Kerumunan akhirnya duduk dan lanjut menyantap. Aku dan Yu'zar langsung mengambil tempat di meja dengan dua kursi yang dibuat khusus untukku dan wakilku yang satu ini. Kami berdua langsung duduk, tak perlu mengambil makanan sebab nanti ada yang akan mengantarkannya.

"Apa kau berpikir pergi ke Gundarna adalah rencana yang baik?" tanya Yu'zar seketika setelah dirinya duduk.

Aku melepas kedua sarung tanganku karena tidak enak rasanya makan dengan sarung tangan yang masih terpasang. "Tentu saja. Kita bisa jual gasnya dengan harga tinggi. Satu tangki saja harganya sudah berapa banyak."

"Masalahnya bukan di situ. Tapi, apa kau yakin untuk pergi ke daerah Serikat setelah kau menangkap seorang perwira mereka?"

Sebuah otomaton dengan tubuh setengah bola dan memiliki tiga kaki menghampiri meja kami. Memotong pembicaraan yang sedang dilakukan dengan mengantar makanan kami. Di atas tubuh setengah bolanya, terdapat dua kotak plastik dengan masing-masing menu makan malam dan dua gelas teh karena Yu'zar pasti menolak jika diberi kopi atau bir. Tidak spesial memang, hanya nasi dengan daging dan acar.

Aku tidak ingin diperlakukan dengan special. Yang anak buahku makan adalah yang aku makan.

Aku melanjutkan obrolan dengan Yu'zar. "Soal itu ya, aku bisa memanfaatkan si tikus yang baru kautangkap."

Yu'zar tak berucap lagi setelah itu. Lelaki itu memang terkadang sangat pendiam dan malu menunjukkan sisi lain dirinya. Mungkin dia paham maksudku tentang si tikus itu.

"Ah, makanan kesukaanku. Selamat makan!" ucapku basa-basi. Aku langsung menyuap sesendok penuh nasi sebagai permulaan santap malamku. Yu'zar juga begitu.

Aku tiba-tiba teringat satu hal yang perlu disampaikan. "Ah, uku baru ungut pursudiuun mukunun."

"Hei, telan dulu, baru bicara," ucap Yu'zar kepadaku yang berbicara dengan mulut penuh. Jelek sekali memang kebiasaanku yang satu ini, tetapi daripada lama mengunyah dan menelan lalu lupa apa yang tadi aku hendak sampaikan.

Aku segera menelan makanan di mulutku. "Persediaan makanan tinggal tersisa untuk dua pekan," ucapku.

"Baiklah, nanti aku pikirkan soal itu ketika kita sampai di Gundarna."

Kami berdua lanjut menyantap hingga hidangan makan malam kami habis. Setelahnya, kami berdua berjalan ke tempat istirahat kami masing-masing. Aku pergi ke ruangan pribadiku, sementara Yu'zar pergi ke kamarnya. Namun, ketika di perjalanan, kami masih berjalan berbarengan.

Aku dan Yu'zar berhenti di depan pintu ruanganku. Selanjutnya dia akan pergi ke kamarnya, tepatnya kamar bersama sebab dia tidur sekamar dengan Pedra dan Kaal.

"Aku pergi ke kamarku, ya," pamitnya.

Aku mengangguk. "Kerja bagus hari ini."

Aku melihat senyumnya. Memang ucapan "kerja bagus" merupakan salah satu hal yang bisa memberikan senyuman di atas wajah datarnya. Dia pun mengangguk, lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauhi tempatku berdiri.

"Tunggu!"

Langkahnya terhenti ketika kakinya baru dua-tiga kali melangkah. Dia kembali berbalik ke arahku.

"Terima kasih sudah mengantar," ucapku. Padahal sudah biasanya dia mengantarku.

Dia kembali mengangguk dan memberi senyuman. "Selamat malam," tutupnya.

Hari sudah malam meskipun langit antariksa memang gelap abadi dan sang bintang tak hentinya memberi cahaya. Aku akan melakukan pekerjaan lebih baik lagi esok hari. Demi diriku dan seluruh anak buah Viatrix. Demi tujuanku menjadi perompak yang terpandang.

-----

Aku berjalan, dikawal dua orang yang berjalan berdampingan di belakangku. Aku hendak menuju ke sel, tempat si tikus Serikat itu ditahan untuk sementara waktu. Aku pun tiba di sebuah ruangan yang dilindungi pagar cahaya berwarna kemerahan yang melintang di antara dua ujung dinding.

"Hei-hei, ini dia tamu kita. Bagaimana malammu?" tanyaku kepada si komandan.

Aku mematikan sistem keamanan sel lalu masuk ke dalamnya. Mendapati pria berseragam abu-abu tua yang duduk terdiam.

"Mereka akan datang," ucapnya.

Aku mendekatinya dan berlutut, lalu melihat lebih dekat wajah putus asanya yang mengharap bawahannya datang menyelamatkan dengan gagah beraninya. Namun sebenarnya, aku punya tujuan lain.

"Daripada terus-terusan berharap, lebih baik kaubantu aku," ucapku memulai pembicaraan.

Kepalanya yang sedari tadi tertunduk kini menengadah ke arahku. "Aku tidak sudi membantu perompak seperti kau."

"Cih, bukannya aku yang sudah menyingkirkan kapal patroli milik Republik, kapal milik musuhmu itu? Atau kau tidak tahu caranya berterima kasih?"

Cox mengalihkan pandangannya dan terdiam seakan memikirkan ucapanku yang tadi. Aku sendiri hanya mencoba untuk bekerja sama dalam waktu singkat dan tidak berniat untuk mendukung pergerakan Serikat.

"Kau perlu apa?" tanya Cox sembari kembali menatapku.

Ternyata mudah sekali orang itu dimanfaatkan. Mungkin sebab dia sudah tak punya harapan lagi. Mengingat sudah berjam-jam tak ada anak buahnya yang berani mampir ke Viatrix.

Aku menyodorkan sebuah tablet kecil yang memunculkan sepetak layar hologram. Memperlihatkan gambar sebuah planet kepada pria tahananku. Aku yakin dia pasti paham apa yang aku inginkan.

"Gundarna?" Cox langsung menebak setelah hanya melihat selama sepersekian detik.

Aku mengangguk. "Kita bisa buat kesepakatan yang saling menguntungkan."

"Kami akan pergi ke sana beberapa hari ke depan. Kaupastikan kapalku terbang ke Gundarna dengan aman, aku akan pastikan kau kembali dengan selamat. Jika bawahanmu menginjakkan kaki di sini, kau akan berakhir seperti puing-puing ruang angkasa." Aku melanjutkan ucapanku ketika Cox tak berkutik.

Aku tak kunjung dapat balasan tanda setuju dari pria itu. Membuatku kesal sebab dirinya seakan tidak menganggap diriku ada di depannya. Tatapannya kini kosong, entah apa yang ada di pikirannya.

"Tidak. Mereka akan datang."

Aku berdiri dari posisi berlututku dengan tetap mengarahkan pandanganku kepada tikus Serikat yang sedari tadi tak berubah posisinya. "Ingat saja. Ketika orang-orangmu tiba di sini, maka perlakuan baik-baik kepadamu akan berakhir."

Lampu di sekitar dinding dan lorong memadam, seketika mengeluarkan cahaya merah berkedip beriringan dengan suara alarm yang nyaring. Aku menoleh ke belakang, ke arah kedua anak buahku yang sedari tadi mengawal. Perangkat komunikasi semacam fon telinga yang terpasang di cuping telingaku berbunyi.

"Kapten, area hanggar disusupi." Suaranya terdengar seperti seorang lelaki. Ini adalah suara Yu'zar.

Aku sontak menatap Cox yang tengah memberi senyuman yang terkesan jahat. Langsung saja kudorong tubuhnya dengan kencang. Membuat tubuhnya yang semula terduduk terhempas ke lantai.

Aku segera bergegas. "Jaga dia," titahku kepada dua anak buah pengawal.

Area hanggar sedang dalam keadaan ricuh ketika satu pesawat kargo berhasil mendarat meskipun dengan keadaan sayap yang terkena tembakan, sepertinya berasal dari turet. Aku tiba di hanggar dan mendapati banyak anak buahku yang tengah baku tembak dengan beberapa otomaton berbentuk seperti tubuh Manusia yang menampakkan dirinya dari dalam pesawat. Benar saja, mereka menggunakan boneka-boneka baja sebagai alat tempur.

Aku tidak bisa tinggal diam. Orang bilang, jika seorang komandan harus angkat senjata berarti kita sudah kalah pertempuran. Namun, aku tidak membenarkan hal itu.

Aku turun ke tingkat rendah. Lalu aku mengeluarkan belati cahaya dan menyalakannya. Aku langsung melemparkan belati itu ke sebuah otomaton. Belatiku menancap ke punggung baja robot itu, lalu aku segera mengambilnya. Selanjutnya aku menebas kaki otomaton yang lain, kemudian menusuk bagian lehernya dan membuatnya tumbang seketika.

Perhatianku seketika teralihkan ke pesawat yang baru mendarat. "Ledakkan pesawat itu!"

Satu-dua anak buahku melemparkan peledak. Kami dengan sigap menjauhi area tempat pesawat itu mendarat. Bomnya meledak seketika, mengakibatkan pesawat musuh hancur disertai ledakan dan kobaran api. Beruntung tak mengakibatkan kerusakan lain, baik itu di dinding dan lantai maupun benda-benda lain di hanggar. Para otomaton yang baru menginjakkan kaki mereka pun seketika terjatuh seperti sekumpulan orang yang pingsan.

Beberapa anak buah sibuk dengan alat pemadam api. Mencegah kobaran api makin besar dan merembet. Bisa dibilang, aku membuat keputusan yang agak keliru kali ini.

Yu'zar datang ke hanggar dengan terburu-buru. "Kapten, kau baik-baik saja?"

Yu'zar memegangi pundakku. Wajahnya terlihat begitu cemas, sepertinya rasa cemasnya bertambah-tambah setelah tahu ada ledakan di hanggar. Tatapan tajamnya mengarah langsung padaku.

"Aku ... tidak apa-apa," balasku.

Lelaki itu langsung mendekapku. "Dasar ceroboh," ucapnya. Berani sekali dia mencelaku, meskipun memang ada benarnya. Aku sendiri tak berkutik.

Aku langsung beralih ketika Yu'zar melepaskan dekapannya. "Evakuasi semua orang dari sini. Jangan ada yang ke hanggar hingga situasinya aman."

Satu per satu orang membantu memadamkan api yang semakin mudah dikendalikan. Beberapa orang juga membantu anak buah yang terluka. Beruntung tak ada anak buahku yang jadi korban jiwa.

Perjalananku dan seluruh orang di Viatrix akan terus berlanjut. Kami takkan pernah gentar meskipun musuh kami bertambah.